Senin, 24 September 2012

TREND ISSUE PERAWATAN LUKA


TREND ISSUE PERAWATAN LUKA

undefinedd.undefined
MAKALAH

“Trend issue perawatan luka terbaru”













OLEH






SEKOLAH TINGGI KESEHATAN



KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan atas kehadirat Allah swt,yang telah memberikan rahmat,hidayah serta kesempatan kepada kelompok kami,sehingga kelompok kami dapat menyelesaikan makalah Ilmu keperawatan dasar 3 “Trend issue keperawatan terbaru” ini tepat pada waktunya.
Tidak lupa pula kami menyampaikan banyak-banyak terimakasih kepada Dosen pembimbing kami yaitu Ibu Endah sulistayani M.Kep.sp.Kep,an , yang telah membimbing serta mengajarkan kami,sehingga kami dapat menyelesaikan makalah ini tepat pada waktunya.
Seperti kata pepatah “Tiada gading yang Tak Retak”,demikian pula dengan makalah ini,tentu masih banyak kekurangan,maka dari pada itu,kami sangat mengharapkan kritik dan saran dari pembaca demi penyempurnaan makalah ini.
Akhir kata kami sampaikan,semoga makalah ini dapat berguna dan membantu proses pembelajaran bagi para siswa,terutama bagi kami sebagai penyusun.





Penyusun




DAFTAR ISI


Kata pengantar 1
Daftar isi 2
BAB.I PENDAHULUAN 3
BAB II LANDASAN MATERI 5
BAB III PENUTUP 9
A. Kesimpulan 9
B. Saran 9
DAFTAR PUSTAKA 10
















BAB I


I. Pendahuluan
Pada saat ini, perawatan luka telah mengalami perkembangan yang sangat pesat terutama dalam dua dekade terakhir ini. Teknologi dalam bidang kesehatan juga memberikan kontribusi yang sangat untuk menunjang praktek perawatan luka ini. Disamping itu pula, isu terkini yang berkait dengan manajemen perawatan luka ini berkaitan dengan perubahan profil pasien, dimana pasien dengan kondisi penyakit degeneratif dan kelainan metabolic semakin banyak ditemukan. Kondisi tersebut biasanya sering menyertai kekompleksan suatu luka dimana perawatan yang tepat diperlukan agar proses penyembuhan bisa tercapai dengan optimal.
Dengan demikian, perawat dituntut untuk mempunyai pengetahuan dan keterampilan yang adekuat terkait dengan proses perawatan luka yang dimulai dari pengkajian yang komprehensif, perencanaan intervensi yang tepat, implementasi tindakan, evaluasi hasil yang ditemukan selama perawatan serta dokumentasi hasil yang sistematis. Isu yang lain yang harus dipahami oleh perawat adalah berkaitan dengan cost effectiveness. Manajemen perawatan luka modern sangat mengedepankan isu tersebut. Hal ini ditunjang dengan semakin banyaknya inovasi terbaru dalam perkembangan produk-produk yang bisa dipakai dalam merawat luka. Dalam hal ini, perawat dituntut untuk memahami produk-produk tersebut dengan baik sebagai bagian dari proses pengambilan keputusan yang sesuai dengan kebutuhan pasien. Pada dasarnya, pemilihan produk yang tepat harus berdasarkan pertimbangan biaya (cost), kenyamanan (comfort), keamanan (safety). Secara umum, perawatan luka yang berkembang pada saat ini lebih ditekankan pada intervensi yang melihat sisi klien dari berbagai dimensi, yaitu dimensi fisik, psikis, ekonomi, dan sosial.










BAB II

II. Definisi Luka, Klasifikasi dan Proses Penyembuhan Luka
Secara definisi suatu luka adalah terputusnya kontinuitas suatu jaringan oleh karena adanya cedera atau pembedahan. Luka ini bisa diklasifikasikan berdasarkan struktur anatomis, sifat, proses penyembuhan dan lama penyembuhan. Adapun berdasarkan sifat yaitu : abrasi, kontusio, insisi, laserasi, terbuka, penetrasi, puncture, sepsis, dll. Sedangkan klasifikasi berdasarkan struktur lapisan kulit meliputi: superfisial, yang melibatkan lapisan epidermis; partial thickness, yang melibatkan lapisan epidermis dan dermis; dan full thickness yang melibatkan epidermis, dermis, lapisan lemak, fascia dan bahkan sampai ke tulang. Berdasarkan proses penyembuhan, dapat dikategorikan menjadi tiga, yaitu:
A. Healing by primary intention
Tepi luka bisa menyatu kembali, permukan bersih, biasanya terjadi karena suatu insisi, tidak ada jaringan yang hilang. Penyembuhan luka berlangsung dari bagian internal ke ekseternal.

B. Healing by secondary intention
Terdapat sebagian jaringan yang hilang, proses penyembuhan akan berlangsung mulai dari pembentukan jaringan granulasi pada dasar luka dan sekitarnya.

C. Delayed primary healing (tertiary healing)
Penyembuhan luka berlangsung lambat, biasanya sering disertai dengan infeksi, diperlukan penutupan luka secara manual.

Berdasarkan klasifikasi berdasarkan lama penyembuhan bisa dibedakan menjadi dua yaitu: akut dan kronis. Luka dikatakan akut jika penyembuhan yang terjadi dalam jangka waktu 2-3 minggu. Sedangkan luka kronis adalah segala jenis luka yang tidak tanda-tanda untuk sembuh dalam jangka lebih dari 4-6 minggu. Luka insisi bisa dikategorikan luka akut jika proses penyembuhan berlangsung sesuai dengan kaidah penyembuhan normal tetapi bisa juga dikatakan luka kronis jika mengalami keterlambatan penyembuhan (delayed healing) atau jika menunjukkan tanda-tanda infeksi.




III. Proses Penyembuhan Luka
A. Luka akan sembuh sesuai dengan tahapan yang spesifik dimana bisa terjadi tumpang tindih (overlap)
B. Proses penyembuhan luka tergantung pada jenis jaringan yang rusak serta penyebab luka tersebut
C. Fase penyembuhan luka :
1. Fase inflamasi :
• Hari ke 0-5
• Respon segera setelah terjadi injuri  pembekuan darah  untuk mencegah kehilangan darah
• Karakteristik : tumor, rubor, dolor, color, functio laesa
• Fase awal terjadi haemostasis
• Fase akhir terjadi fagositosis
• Lama fase ini bisa singkat jika tidak terjadi infeksi

2. Fase proliferasi or epitelisasi
• Hari 3 – 14
• Disebut juga dengan fase granulasi o.k adanya pembentukan jaringan granulasi pada luka  luka nampak merah segar, mengkilat
• Jaringan granulasi terdiri dari kombinasi : Fibroblasts, sel inflamasi, pembuluh darah yang baru, fibronectin and hyularonic acid
• Epitelisasi terjadi pada 24 jam pertama ditandai dengan penebalan lapisan epidermis pada tepian luka
• Epitelisasi terjadi pada 48 jam pertama pada luka insisi

3. Fase maturasi atau remodelling
• Berlangsung dari beberapa minggu s.d 2 tahun
• Terbentuknya kolagen yang baru yang mengubah bentuk luka serta peningkatan kekuatan jaringan (tensile strength)
• Terbentuk jaringan parut (scar tissue)  50-80% sama kuatnya dengan jaringan sebelumnya
• Terdapat pengurangan secara bertahap pada aktivitas selular and vaskularisasi jaringan yang mengalami perbaikan.



IV. Faktor yang mempengaruhi proses penyembuhan luka
• Status Imunologi
• Kadar gula darah (impaired white cell function)
• Hidrasi (slows metabolism)
• Nutritisi
• Kadar albumin darah (‘building blocks’ for repair, colloid osmotic pressure – oedema)
• Suplai oksigen dan vaskularisasi
• Nyeri (causes vasoconstriction)
• Corticosteroids (depress immune function)

V. Pengkajian Luka
A. Kondisi luka
1. Warna dasar luka
• Slough (yellow)
• Necrotic tissue (black)
• Infected tissue (green)
• Granulating tissue (red)
• Epithelialising (pink)
2. Lokasi ukuran dan kedalaman luka
3. Eksudat dan bau
4. Tanda-tanda infeksi
5. Keadaan kulit sekitar luka : warna dan kelembaban
6. Hasil pemeriksaan laboratorium yang mendukung
B. Status nutrisi klien : BMI, kadar albumin
C. Status vascular : Hb, TcO2
D. Status imunitas: terapi kortikosteroid atau obat-obatan immunosupresan yang lain
E. Penyakit yang mendasari : diabetes atau kelainan vaskularisasi lainnya


VI. Perencanaan
A. Pemilihan Balutan Luka
Balutan luka (wound dressings) secara khusus telah mengalami perkembangan yang sangat pesat selama hampir dua dekade ini. Revolusi dalam perawatan luka ini dimulai dengan adanya hasil penelitian yang dilakukan oleh Professor G.D Winter pada tahun 1962 yang dipublikasikan dalam jurnal Nature tentang keadaan lingkungan yang optimal untuk penyembuhan luka. Menurut Gitarja (2002), adapun alasan dari teori perawatan luka dengan suasana lembab ini antara lain:
1. Mempercepat fibrinolisis
Fibrin yang terbentuk pada luka kronis dapat dihilangkan lebih cepat oleh netrofil dan sel endotel dalam suasana lembab.
2. Mempercepat angiogenesis
Dalam keadaan hipoksia pada perawatan luka tertutup akan merangsang lebih pembentukan pembuluh darah dengan lebih cepat.
3. Menurunkan resiko infeksi
Kejadian infeksi ternyata relatif lebih rendah jika dibandingkan dengan perawatan kering.
4. Mempercepat pembentukan Growth factor
Growth factor berperan pada proses penyembuhan luka untuk membentuk stratum corneum dan angiogenesis, dimana produksi komponen tersebut lebih cepat terbentuk dalam lingkungan yang lembab.
5. Mempercepat terjadinya pembentukan sel aktif.
Pada keadaan lembab, invasi netrofil yang diikuti oleh makrofag, monosit dan limfosit ke daerah luka berfungsi lebih dini.

Pada dasarnya prinsip pemilihan balutan yang akan digunakan untuk membalut luka harus memenuhi kaidah-kaidah berikut ini:
1. Kapasitas balutan untuk dapat menyerap cairan yang dikeluarkan oleh luka (absorbing)
2. Kemampuan balutan untuk mengangkat jaringan nekrotik dan mengurangi resiko terjadinya kontaminasi mikroorganisme (non viable tissue removal)
3. Meningkatkan kemampuan rehidrasi luka (wound rehydration)
4. Melindungi dari kehilangan panas tubuh akibat penguapan
5. Kemampuan atau potensi sebagai sarana pengangkut atau pendistribusian antibiotic ke seluruh bagian luka (Hartmann, 1999; Ovington, 1999)

Dasar pemilihan terapi harus berdasarkan pada :
• Apakah suplai telah tersedia?
• Bagaimana cara memilih terapi yang tepat?
• Bagaimana dengan keterlibatan pasien untuk memilih?
• Bagaimana dengan pertimbangan biaya?
• Apakah sesuai dengan SOP yang berlaku?
• Bagaimana cara mengevaluasi?

B. Jenis-jenis balutan dan terapi alternative lainnya
1. Film Dressing
• Semi-permeable primary atau secondary dressings
• Clear polyurethane yang disertai perekat adhesive
• Conformable, anti robek atau tergores
• Tidak menyerap eksudat
• Indikasi : luka dgn epitelisasi, low exudate, luka insisi
• Kontraindikasi : luka terinfeksi, eksudat banyak
• Contoh: Tegaderm, Op-site, Mefilm

2. Hydrocolloid
• Pectin, gelatin, carboxymethylcellulose dan elastomers
• Support autolysis untuk mengangkat jaringan nekrotik atau slough
• Occlusive –> hypoxic environment untuk mensupport angiogenesis
• Waterproof
• Indikasi : luka dengan epitelisasi, eksudat minimal
• Kontraindikasi : luka yang terinfeksi atau luka grade III-IV
• Contoh: Duoderm extra thin, Hydrocoll, Comfeel

3. Alginate
• Terbuat dari rumput laut
• Membentuk gel diatas permukaan luka
• Mudah diangkat dan dibersihkan
• Bisa menyebabkan nyeri
• Membantu untuk mengangkat jaringan mati
• Tersedia dalam bentuk lembaran dan pita
• Indikasi : luka dengan eksudat sedang s.d berat
• Kontraindikasi : luka dengan jaringan nekrotik dan kering
• Contoh : Kaltostat, Sorbalgon, Sorbsan

4. Foam Dressings
• Polyurethane
• Non-adherent wound contact layer
• Highly absorptive
• Semi-permeable
• Jenis bervariasi
• Adhesive dan non-adhesive
• Indikasi : eksudat sedang s.d berat
• Kontraindikasi : luka dengan eksudat minimal, jaringan nekrotik hitam
• Contoh : Cutinova, Lyofoam, Tielle, Allevyn, Versiva

5. Terapi alternatif
• Zinc Oxide (ZnO cream)
• Madu (Honey)
• Sugar paste (gula)
• Larvae therapy/Maggot Therapy
• Vacuum Assisted Closure
• Hyperbaric Oxygen

VII. Implementasi
A. Luka dengan eksudat & jaringan nekrotik (sloughy wound)
• Bertujuan untuk melunakkan dan mengangkat jaringan mati (slough tissue)
• Sel-sel mati terakumulasi dalam eksudat
• Untuk merangsang granulasi
• Mengkaji kedalaman luka dan jumlah eksudat
• Balutan yang dipakai antara lain: hydrogels, hydrocolloids, alginates dan hydrofibre dressings

B. Luka Nekrotik
• Bertujuan untuk melunakan dan mengangkat jaringan nekrotik (eschar)
• Berikan lingkungan yg kondusif u/autolisis
• Kaji kedalaman luka dan jumlah eksudat
• Hydrogels, hydrocolloid dressings

C. Luka terinfeksi
• Bertujuan untuk mengurangi eksudat, bau dan mempercepat penyembuhan luka
• Identifikasi tanda-tanda klinis dari infeksi pada luka
• Wound culture – systemic antibiotics
• Kontrol eksudat dan bau
• Ganti balutan tiap hari
• Hydrogel, hydrofibre, alginate, metronidazole gel (0,75%), carbon dressings, silver dressings

D. Luka Granulasi
• Bertujuan untuk meningkatkan proses granulasi, melindungi jaringan yang baru, jaga kelembaban luka
• Kaji kedalaman luka dan jumlah eksudat
• Moist wound surface – non-adherent dressing
• Treatment overgranulasi
• Hydrocolloids, foams, alginates

E. Luka epitelisasi
• Bertujuan untuk menciptakan lingkungan yang kondusif untuk “re-surfacing”
• Transparent films, hydrocolloids
• Balutan tidak terlalu sering diganti

F. Balutan kombinasi
Tujuan Tindakan
Rehidrasi Hydrogel + film
atau hanya hydrocolloid
Debridement (deslough) Hydrogel + film/foam
Atau hanya hydrocolloid
Atau alginate + film/foam
Atau hydrofibre + film/foam
Manage eksudat sedang
s.d berat Extra absorbent foam
Atau extra absorbent alginate + foam
Atau hydrofibre + foam
Atau cavity filler plus foam




VIII. Evaluasi dan Monitoring Luka
• Dimensi luka : size, depth, length, width
• Photography
• Wound assessment charts
• Frekuensi pengkajian
• Plan of care

IX. Dokumentasi Perawatan Luka
- Potential masalah
- Komunikasi yang adekuat
- Continuity of care
- Mengkaji perkembangan terapi atau masalah lain yang timbul
- Harus bersifat faktual, tidak subjektif
- Wound assessment charts






















BAB III
PENUTUP

X. Kesimpulan
1. Penggunaan ilmu dan teknologi serta inovasi produk perawatan luka dapat memberikan nilai optimal jika digunakan secara tepat
2. Prinsip utama dalam manajemen perawatan luka adalah pengkajian luka yang komprehensif agar dapat menentukan keputusan klinis yang sesuai dengan kebutuhan pasien
3. Peningkatan pengetahuan dan keterampilan klinis diperlukan untuk menunjang perawatan luka yang berkualitas.
























DAFTAR PUSTAKA

Referensi
1. http://www.podiatrytoday.com/article/1894
2. Georgina Casey, Modern Wound Dressings. Nursing Standard, Oct 18-Oct 24, 2000:15,5: Proquest Nursing & Allied Health Search
3. Kathleen Osborn, Nursing Burn Injuries. Nursing Management; May 2003; 34,5: Proquest Nursing & Allied Health Search
4. Madelaine Flanagan, Managing Chronic Wound Pain in Primary Care. Practice Nursing; Jun 23, 2006; 31, 12; ABI/INFORM Trade & Industry
5. Maureen Benbow, Healing and Wound Classification. Journal of Community Nursing; Sep 2007; 21,9; Proquest Nursing & Allied Health Search
6. Ritin Fernandez, Rhonda Griffiths, Cheryl Ussia (2002). The Effectiveness of Solutions, Techniques and Pressure in Wound Cleansing. The Joanna Briggs Institute for Evidence Based Nursing & Midwifery. Australia. www.joannabriggs.org.au
7. Ruth Ropper. Principles of Wound Assessment and Management. Practice Nurse; Feb 24, 2006; 31,4; Proquest Nursing & Allied Health Search

ISU KEPERAWATAN JIWA


ISU KEPERAWATAN JIWA

MENJADIKAN KESEHATAN JIWA SEBAGAI PRIORITAS GLOBAL DENGAN CARA MENINGKATKAN PELAYANAN KESEHATAN JIWA MELALUI ADVOKASI DAN AKSI MASYARAKAT

Perkembangan teknologi digital membuat dunia terasa semakin sempit, informasi dari berbagai belahan dunia mampu di akses dalam waktu yang sangat cepat, perkembangan pengetahuan, perkembangan terapi menjadi sebuah media perubahan dalam proses penatalaksanaan gangguan jiwa, berdasarkan isu diatas maka advokasi dan aksi masyarakat menjadi salah satu langkah awal untuk menekan penderita gangguan jiwa di Indonesia pada khususnya dan Dunia pada umumnya.

Dua tindakan nyata diatas menjadi tanggung jawab kita semua, Tuntutan material, tuntutan hedonisme dan kesenangan duniawi mampu membuat beberapa orang mengalami goncangan dalam kehidupannya, ketika agama tidak lagi menjadi pegangan, ketika nafsu duniawi menjadi Tuhan maka akan banyak perilaku tidak wajar yang muncul, tekanan ekonomi, tekanan sosial, tekanan psikologis dan tekanan - tekanan yang lain mampu membuat ego defence mechanisme seseorang menjadi terganggu. Seseorang pada intinya ingin dianggap PENTING, perilaku agar dianggap atau terlihat penting ini yang terkadang merusak integritas pribadinya sendiri, contoh : "agar kelihatan kaya melakukan hutang dengan beban angsuran diluar kemampuan, akhirnya harus gerilya dengan Debt Collector, setiap Debt Collector datang harus bersembunyi atau bahkan melarikan diri agar hutangnya tidak ditagih, jika perlu pindah rumah kontrakan". Kejaran dari Debt Collector bisa membuat seseorang menjadi tertekan secara psikologis.

Kehidupan sebenarnya bermuara pada dua hal keinginan dan kebutuhan, jika orang berorientasi pada pemenuhan keinginan maka dia tidak akan mampu melawan keserakahan yang sudah menguasai hati dan kehidupannya, nafsu menjadi yang terbaik membuat orang menghalalkan segala cara untuk menang, sebuah kemenangan seorang PECUNDANG sama buruknya dengan kekalahan PECUNDANG yang sebenarnya, cara menang sebagai PECUNDANG ini adalah dengan cara sikat kanan, sikat kiri, injak bawah dan menjilat atasan menjadi sebuah pilihan pahit yang diambil oleh para hedonis ini. Jika saja mutiara kebajikan "Siapa menanam benih maka dia akan menuai, atau Setiap perbuatan baik sekecil apapun ada balasannya dan setiap perbuatan buruk sekecil apapun akan ada balasannya". Manusia harus mampu menekan keinginan dan memprioritaskan pada pemenuhan kebutuhan, jika kita memiliki keinginan maka mempertahankan melakukan segala sesuatu dengan cara baik adalah sebuah keharusan, alam, manusia dan semua ciptaan Tuhan sudah diatur oleh sang pencipta dan manusia tidak perlu ikut membuat aturan yang sudah digariskan oleh Tuhan, ketika manusia melalaikan janji maka sifat manusia sebagai tempat salah dan lupa bisa menjadi faktor pemakluman terhadap situasi tersebut, tetapi Janji Tuhan bukanlah faktor yang dapat ditawar, jika kita berbuat baik maka pasti akan menuai kebaikan jika kita berbuat buruk akan menuai hal buruk pula.

Manusia bisa membuat sebuah hukum, sebuah aturan dalam bentuk Undang - Undang dan berbentuk peraturan, isi aturan dan Undang - Undang bisa memiliki dua sisi, mengikuti kepentingan penguasa atau memang Undang - Undang tersebut memang untuk membuat sebuah keteraturan, Ketika Raja Firaun berkuasa maka dia membuat sebuah Undang - Undang bahwa setiap warga yang memiliki anak laki - laki maka anak laki - lakinya tersebut harus dibunuh. Undang - undang ini tentu untuk kepentingan penguasa karena berdasarkan ramalan salah satu bayi laki - laki tersebut yang akan mengakhiri kisah kediktaktoran sang raja. Ketika akhirnya Tuhan memberikan sebuah pembalasan dengan sangat kejam dengan cara menghanyutkan Firaun dan semua pengikutnya ditengah lautan maka musnahlah kesombongan penguasa diktator tersebut.

Kisah - kisah teladan telah banyak yang diceritakan dalam Kitab Suci, jika manusia meresapi cerita - cerita tersebut kemudian memperkuat fondasi spiritualitasnya, melakukan komunikasi dengan Pencipta lewat Ibadah maka kehidupan akan menuju sebuah keteraturan, dunia diciptakan dalam bentuk aneka warna dan hitam putih sehingga muncul siang dan malam, gelap dan terang, mengembalikan manusia ke hakikat diri mereka yang sebenarnya akan membuat seseorang menemukan dirinya, mereka menerima semua kelebihan dan kekurangan dan secara sehat menerima setiap perbedaan sebagai sebuah paket utuh dari adanya persamaan, jika dunia berwarna putih semua maka akan monoton, bahkan asal mula kejahatan bermula dari rasa iri Iblis terhadap Adam sehingga Adam terbuang dari Surga, manusia pilihan yang diciptakan pertama kali sudah mampu disesatkan oleh Iblis maka akan berapa banyak keturunan Adam yang juga mampu disesatkan oleh Iblis dengan iming - iming kenikmatan dunia.

Marilah kita beraksi, membersihkan hati, membersihkan pikiran dari berbagai racun yang mampu menggelapkan hati, dari berbagai racun yang merusak pikiran, kelak jika memang kita mampu bertahan dengan pikiran baik dan hati yang baik maka kedepannya bukan tidak mungkin kita mampu menularkan virus sehat hati dan sehat pikiran ini ke banyak orang ketika banyak orang yang sehat hati dan sehat pikiran maka kita telah ikut melakukan aksi untuk membantu mencegah orang lain terkena penyakit pikiran atau gangguan jiwa, semakin banyak orang yang menyebarkan virus kebaikan ini maka bukan tidak mungkin generasi emas, generasi berlian, generasi mutiara akan terlahir yang cahayanya mampu menyilaukan mata dunia karena amal dan perbuatan mereka yang memang baik, orang baik tidak melihat usia, jenis kelamin maupun suku, orang baik hanya mengenal satu kata "SEMUA MANUSIA PASTI MATI", dan salah satu bekal untuk menghadapi kematian adalah "MENJADI ORANG YANG BERMANFAAT BAGI LINGKUNGANNYA". Semoga renungan ini menjadi sebuah pelajaran berharga.

Askep ARDS


Askep ARDS
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
ARDS adalah keadaan darurat medis yang dipicu oleh berbagai proses akut yang berhubungan langsung ataupun tidak langsung dengan kerusakan paru. (Aryanto Suwondo,2006).
ARDS mengakibatkan terjadinya gangguan paru yang progresif dan tiba-tiba ditandaidengan sesak napas yang berat, hipoksemia dan infiltrat yang menyebar dikedua belah paru. ARDS (juga disebut syok paru) akibat cedera paru dimana sebelumnya paru sehat,sindrom ini mempengaruhi kurang lebih 150.000 sampai 200.000 pasien tiap tahun, dengan lajumortalitas 65% untuk semua pasien yang mengalami ARDS. Faktor resiko menonjol adalahsepsis. Kondisi pencetus lain termasuk trauma mayor, KID, tranfusi darah, aspirasi tenggelam,inhalasi asap atau kimia, gangguan metabolik toksik, pankreatitis, eklamsia, dan kelebihan dosisobat. Perawatan akut secara khusus menangani perawatan kritis dengan intubasi dan ventilasimekanik (Doenges 1999 hal 217).
ARDS berkembang sebagai akibat kondisi atau kejadian berbahaya berupa trauma jaringan paru baik secara langsung maupun tidak langsung. ARDS terjadi sebagai akibat cederaatau trauma pada membran alveolar kapiler yang mengakibatkan kebocoran cairan kedalamruang interstisiel alveolar dan perubahan dalam jaring-jaring kapiler, terdapat ketidakseimbanganventilasi dan perfusi yang jelas akibat akibat kerusakan pertukaran gas dan pengalihan ekstansif darah dalam paru-paru. ARDS menyebabkan penurunan dalam pembentukan surfaktan, yangmengarah pada kolaps alveolar. Komplians paru menjadi sangat menurun atau paru-paru menjadikaku akibatnya adalah penuruna karakteristik dalam kapasitas residual fungsional, hipoksia beratdan hipokapnia (Brunner & Suddart 616).
Oleh karena itu, penanganan ARDS sangat memerlukan tindakan khusus dari perawatuntuk mencegah memburuknya kondisi kesehatan klien. Hal tersebut dikarenakan klien yang mengalami ARDS dalam kondisi gawat yang dapat mengancam jiwa klien.
B. Tujuan
1.    Tujuan Umum
Menjelaskan tentang ARDS dan Asuhan Keperawatan pada klien dengan kasus ARDS.
2.    Tujuan khusus
a.    Menjelaskan tentang ARDS.
b.    Menjelaskan tentang penyebab dari ARDS.
c.    Menjelaskan tentang manifestasi klinis dari ARDS.
d.   Menjelaskan tentang patofisiologi dari ARDS.
e.    Menjelaskan tentang pemeriksaan penunjang untuk ARDS.
f.     Menjelaskan tentang komplikasi ARDS.
g.    Menjelaskan tentang penatalaksanaan ARDS.8.Menjelaskan tentang asuhan keperawatan pada klien dengan ARDS.




















BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Definisi
Acute Respiratory Distress Syndrome (ARDS) merupakan kerusakan paru total akibat berbagai etiologi. Keadaan ini dapat dipicu oleh berbagai hal, misalnya sepsis, pneumonia viralatau bakterial, aspirasi isi lambung, trauma dada, syok yang berkepanjangan, terbakar, embolilemak, tenggelam, transfusi darah masif, bypass
kardiopulmonal, keracunan O, perdarahan pankreatitis akut, inhalasi gas beracun, serta konsumsi obat-obatan tertentu. ADRS merupakan keadaan darurat medis yang dipicu oleh berbagai proses akut yang berhubungan langsungataupun tidak langsung dengan kerusakan paru (Aryanto Suwondo, 2006)
ARDS atau Sindroma Distres Pernafasan Dewasa ( SDPD ) adalah kondisi kedaruratan paru yang tiba-tiba dan bentuk kegagalan nafas berat, biasanya terjadi pada orang yangsebelumnya sehat yang telah terpajan pada berbagai penyebab pulmonal atau non-pulmonal( Hudak, 1997).
ARDS adalah Penyakit akut dan progressive dari kegagalan pernafasan disebabkanterhambatnya proses difusi oksigen dari alveolar ke kapiler (a-c block) yang disebabkan olehkarena terdapatnya edema yang terdiri dari cairan koloid protein baik interseluler maupun intraalveolar. (Prof. Dr. H. Tabrani Rab, 2000)

B. Epidemiologi
ARDS (juga disebut syok paru) akibat cedera paru dimana sebelumnya paru sehat,sindrom ini mempengaruhi kurang lebih 150.000 sampai 200.000 pasien tiap tahun, dengan lajumortalitas 65% untuk semua pasien yang mengalami ARDS. Faktor resiko menonjol adalahsepsis. Kondisi pencetus lain termasuk trauma mayor, KID, tranfusi darah, aspirasi tenggelam,inhalasi asap atau kimia, gangguan metabolik toksik, pankreatitis, eklamsia, dan kelebihan dosisobat. Perawatan akut secara khusus menangani perawatan kritis dengan intubasi dan ventilasimekanik (Doenges 1999 hal 217).
Penderita yang bereaksi baik terhadap pengobatan, biasanya akan sembuh total, denganatau tanpa kelainan paru-paru jangka panjang. Pada penderita yang menjalani terapi ventilator dalam waktu yang lama, cenderung akan terbentuk jaringan parut di paru-parunya. Jaringan paruttertentu membaik beberapa bulan setelah ventilator dilepas.

C. Etiologi
ARDS berkembang sebagai akibat kondisi atau kejadian berbahaya berupa trauma jaringan paru baik secara langsung maupun tidak langsung. Penyebabnya bisa penyakit apapun,yang secara langsung ataupun tidak langsung melukai paru-paru:
1.      Trauma langsung pada paru.
         Pneumonovirus, bakteri, funga.
         Aspirasi cairan lambung.
         Inhalasi asap berlebih.
         Inhalasi toksin.
         Menghisap Okonsentrasi tinggi dalam waktu lama.
2.      Trauma tidak langsung.
         Sepsis.
         Shock, luka bakar hebat.
         DIC (Dissemineted Intravaskuler Coagulation)
         Pankeatitis.
         Uremia.
         Overdosis Obat seperti heroin, metadon, propoksifen atau aspirin.
         Idiophatic (tidak diketahui)
         Bedah Cardiobaypass yang lama.
         Transfusi darah yang banyak.
         PIH (Pregnand Induced Hipertension)
         Peningkatan TIK.
         Terapi radiasi.
         Trauma hebat, Cedera pada dada.
Gejala biasanya muncul dalam waktu 24-48 jam setelah terjadinya penyakit atau cedera. SGPA (sindrom gawat pernafasan akut) seringkali terjadi bersamaan dengan kegagalan organ lainnya, seperti hati atau ginjal. Salah satu faktor resiko dari SGPA adalah merokok sigaret.Angka kejadian SGPA adalah sekitar 14 diantara 100.000 orang/tahun.Menurut Hudak & Gallo (1997), gangguan yang dapat mencetuskan terjadinya ARDS adalah: Sistemik:
a.       Syok karena beberapa penyebab.
b.      Sepsis gram negative.
c.       Hipotermia, Hipertermia.
d.      Takar lajak obat (Narkotik, Salisilat, Trisiklik, Paraquat,Metadone, Bleomisin)
e.       Gangguan hematology (DIC, Transfusi massif, Bypass kardiopulmonal)
f.       Eklampsiag. Luka bakar Pulmonal :
         Pneumonia (Viral, bakteri, jamur, penumosistik karinii)
         Trauma (emboli lemak, kontusio paru)
         Aspirasi ( cairan gaster, tenggelam, cairan hidrokarbon)
g.      Pneumositis Non-Pulmonal :
         Cedera kepala.
         Peningkatan TIK.
         Pascakardioversid. Pankreatitise. Uremia

D. Patofisiologi
ARDS terjadi sebagai akibat cedera atau trauma pada membran alveolar kapiler yangmengakibatkan kebocoran cairan kedalam ruang interstisiel alveolar dan perubahan dalam jaring- jaring kapiler, terdapat ketidakseimbangan ventilasi dan perfusi yang jelas akibat kerusakan pertukaran gas dan pengalihan ekstansif darah dalam paru-paru. ARDS menyebabkan penurunandalam pembentukan surfaktan, yang mengarah pada kolaps alveolar. Komplians paru menjadisangat menurun atau paru-paru menjadi kaku akibatnya adalah penurunan karakteristik dalamkapasitas residual fungsional, hipoksia berat dan hipokapnia (Brunner & Suddart 616).

Ada 3 fase dalam patogenesis ARDS:
1.   Fase eksudatif.
Fase permulaan, dengan cedera pada endothelium dan epitelium, inflamasi, dan eksudasicairan. Terjadi 2-4 hari sejak serangan akut.
2.   Fase Proliferatif.
Terjadi setelah fase eksudatif, ditandai dengan influks dan proliferasi fibroblast, sel tipeII, dan miofibroblast, menyebabkan penebalan dinding alveolus dan perubahan eksudat perdarahan menjadi jaringan granulasi seluler/membran hialin. Fase proliferatif merupakan fase menentukan yaitu cedera bisa mulai sembuh atau menjadi menetap, adaresiko terjadi lung rupture (pneumothorax).
3.   Fase Fibrotik/Recovery.
Jika pasien bertahan sampai 3 minggu, paru akan mengalami remodeling dan fibrosis.Fungsi paru berangsurangsur membaik dalam waktu 6 – 12 bulan, dan sangat bervariasiantar individu, tergantung keparahan cederanya.Perubahan patofisiologi berikut ini mengakibatkan sindrom klinis yang dikenal sebagaiARDS (Philip etal, 1995):
a)    Sebagai konsekuensi dari serangan pencetus, complement cascade menjadi aktif yangselanjutnya meningkatkan permeabilitas dinding kapiler. 
b)   Cairan, lekosit, granular, eritrosit, makrofag, sel debris, dan protein bocor kedalam ruanginterstisiel antar kapiler dan alveoli dan pada akhirnya kedalam ruang alveolar.
c)    Karena terdapat cairan dan debris dalam interstisium dan alveoli maka area permukaan untuk  pertukaran oksigen dan CO2 menurun sehingga mengakibatkan rendahnyan rasio ventilasi- perfusi dan hipoksemia.
d)   Terjadi hiperventilasi kompensasi dari alveoli fungsional, sehingga mengakibatkanhipokapnea dan alkalosis respiratorik.
e)    Sel-sel yang normalnya melaisi alveoli menjadi rusak dan diganti oleh sel-sel yang tidak menghasilkan surfaktan ,dengan demikian meningkatkan tekanan pembukaan alveolar.ARDS biasanya terjadi pada individu yang sudah pernah mengalami trauma fisik,meskipun dapat juga terjadi pada individu yang terlihat sangat sehat segera sebelum awitan,misalnya awitan mendadak seperti infeksi akut. Biasanya terdapat periode laten sekitar 18-24 jam dari waktu cedera paru sampai berkembang menjadi gejala. Durasi sindrom dapat dapat beragam dari beberapa hari sampai beberapa minggu. Pasien yang tampak sehat akan pulih dari ARDS. Sedangkan secara mendadak relaps kedalam penyakit pulmonary akut akibat serangansekunder seperti pneumotorak atau infeksi berat (Yasmin Asih. Hal 125). Sebenarnya sistim vaskuler paru sanggup menampung penambahan volume darah sampai 3 kalinormalnya, namun pada tekanan tertentu, cairan bocor keluar masuk ke jaringan interstisiel danterjadi edema paru. ( Jan Tambayog 2000, hal 109).

E. Manifestasi Klinis
Ciri khas ARDS adalah hipoksemia yang tidak dapat diatasi selama bernapas spontan. Frekuensi pernapasan sering kali meningkat secara bermakna dengan ventilasi menit tinggi. Sianosis dapat atau tidak terjadi. Hal ini harus diingat bahwa sianosis adalah tanda dini dari hipoksemia. Gejala klinis utama pada kasus ARDS adalah:
a)      Distres pernafasan akut: takipnea, dispnea, pernafasan menggunakan otot aksesoris pernafasan dan sianosis sentral.
b)      Batuk kering dan demam yang terjadi lebih dari beberapa jam sampai seharian.
c)      Auskultasi paru: ronkhi basah, krekels halus di seluruh bidang paru, stridor, wheezing.
d)     Perubahan sensorium yang berkisar dari kelam pikir dan agitasi sampai koma.
e)      Auskultasi jantung: bunyi jantung normal tanpa murmur atau gallop (YasminAsih Hal 128).
Sindroma gawat pernafasan akut terjadi dalam waktu 24-48 jam setelah kelainandasarnya. Mula-mula penderita akan merasakan sesak nafas, bisanya berupa pernafasan yangcepat dan dangkal. Karena rendahnya kadar oksigen dalam darah, kulit terlihat pucat atau biru, dan organ lain seperti jantung dan otak akan mengalami kelainan fungsi. Hilangnya oksigenkarena sindroma ini dapat menyebabkan komplikasi dari organ lain segera setelah sindromaterjadi atau beberapa hari/minggu kemudian bila keadaan penderita tidak membaik.
Kehilangan oksigen yang berlangsung lama bisa menyebabkan komplikasi serius sepertigagal ginjal. Tanpa pengobatan yang tepat, 90% kasus berakhir dengan kematian. Bila pengobatan yang diberikan sesuai, 50% penderita akan selamat. Karena penderita kurang mampu melawan infeksi, mereka biasanya menderita pneumonia bakterial dalam perjalanan penyakitnya.Gejala lainnya yang mungkin ditemukan:
a)      Cemas, merasa ajalnya hampir tiba.
b)      Tekanan darah rendah atau syok (tekanan darah rendah disertai oleh kegagalan organlain).
c)      Penderita seringkali tidak mampu mengeluhkan gejalanya karena tampak sangat sakit.

F. Diagnosa
Diagnosa dini sukar untuk ditegakkan baik dari pemeriksaan faal paru maupun dari pemeriksaan radiologi. Setiap pasien dengan predileksi terdapatnya ARDS dapat dicurigai ARDS bila didapatkan pemeriksaan radiologi infiltrat yang luas dimana tidak terdapat pneumonia. Kadar FiO2 yang tinggi diperlukan untuk mempertahankan PO2. Kecurigaan tergadap ARDS bila didapatkan sesak napas yang berat disertai dengan infiltrat yang luas pada paru yang terjadi secara akut sementara tidak terdapat faktor-faktor yang menyebabkanterjadinya dekompensasi kiri yang dapat menyebabkan edema jantung (cardiac edema).
Pada pemeriksaan fisis pada edema jantung terdapat trias dekompensasi, yakni, bunyi gallop, takikardi, dan ronkhi basal. Takikardi dan ronchi basal susah untuk dibedakanantara ARDS dengan edema jantung, akan tetapi bunyi gallop tidak terdapat pada ARDS. Demikian pula tanda bendungan berupa peninggian tekanan jugular tidak didapatkan pada ARDS. Gambaran radiologi pada ARDS infiltrat di perifer sementara pada edema jantung perihilar. Pada pemeriksaab laboratorium cairan edema kristaloid pada ARDSkoloid. Salah satu perbedaan antara edema jantung dan ARDS yang membawa dampak  pada pemberian oksigen dimana pada edema jantung terdapat korelasi antara FiO2 dan PaO2 oleh karena shunt sedikit bertambah tapi pada ARDS tidak terdapat korelasi pada FiO2dan PaO2 oleh karena shunt yang jauh lebih banyak dari pada edema paru. Kriteriayang digunakan untuk menyatakan ARDS bila terdapat difus infiltrat bilateral, refrakter hipoksemia, berkurang statik komplain paru (lung compliance) dan bertambahnya shunt(QS/QT). PaO2/FiO2 < 200 sedangkan PCWP < 18mmHg in Swan-Ganz Catheter.

G. Penatalaksanaan
1.      Tujuan terapi
a)      Tidak ada terapi yang dapat menyembuhkan, umumnya bersifat suportif .
b)      Terapi berfokus untuk memelihara oksigenasi dan perfusi jaringan yang adekuat.
c)      Mencegah komplikasi nosokomial (kaitannya dengan infeksi).
2.      Farmakologi
a)      Inhalasi NO2 dan vasodilator lain.
b)      Kortikosteroid (masih kontroversial: no benefit, kecuali bagi yang inflamasi (eosinofilik)
c)      Ketoconazole: inhibitor poten untuk sintesis tromboksan dan menghambat biosintesis leukotrienes→mungkin bisa digunakan untuk mencegah ARDS
 Non-farmakologi
a)      Ventilasi mekanis →dgn berbagai teknik pemberian, menggunakan ventilator, mengatur PEEP (positive-end expiratory pressure)
b)      Pembatasan cairan.
c)      Pemberian surfaktan→tidak dianjurkan secara rutin.


BAB III
ASUHAN KEPERAWATAN

A. Pengkajian
1.    Anamnesa
a.    Keadaan umum:
Takipnea, dispnea, sesak nafas, pernafasan menggunakan otot aksesoris pernafasandan sianosis sentral.
b.    Riwayat Penyakit Sekarang:
Sesak nafas, bisanya berupa pernafasan yang cepat dan dangkal. Batuk kering dandemam yang terjadi lebih dari beberapa jam sampai seharian. Kulit terlihat pucat atau biru.
c.    Riwayat Penyakit Dahulu:
Sepsis, Shock (hemoragi, pankreatitis hemoragik), Luka bakar hebat, Tenggelam DIC(Dissemineted Intravaskuler Coagulation), Pankreatitis, Uremia, Bedah Cardiobaypassyang lama, PIH (Pregnand Induced Hipertension), Peningkatan TIK, Trauma hebat(cedera kepala, cedera dada, rudapaksa paru), Radiasi, Fraktur majemuk (emboli lemak berkaitan dengan fraktur tulang panjang seperti femur), Riwayat merokok.
d.   Riwayat Penyakit Keluarga.
e.    Riwayat Alergi.
2.    Pemeriksaan Fisik.
  B1 (Breath): sesak nafas, nafas cepat dan dangkal, batuk kering, ronkhi basah, krekelshalus di seluruh bidang paru, stridor, wheezing.
  B2 (Blood): pucat, sianosis (stadium lanjut), tekanan darah bisa normal ataumeningkat (terjadinya hipoksemia), hipotensi terjadi pada stadium lanjut(shock), takikardi biasa terjadi, bunyi jantung normal tanpa murmur ataugallop.
  B3 (Brain): kesadaran menurun (seperti bingung dan atau agitasi), tremor.
  B4 (Bowel): -
  B5 (Bladder): -
  B6 (Bone): kemerahan pada kulit punggung setelah beberapa hari dirawat.
3.    Pemeriksaan Diagnostik.
a)        LED : meningkat pada hampir semua kasus, jumlah eosinofilnya normal.
b)        Tes fungsi paru : normal atau menunjukan defek restriktik disertai gangguan pertukaran udara.
c)        BGA : hasil BGA menunjukan adanya hipoksemia.
4.    Bioksi darah : PaO2/FiO2< 200 = ARDSPaO2/FiO2< 300=ALI
5.    Foto thorak dan CT: terdapat infiltrasi jaringan parut lokasi terpusat pada region perihilir paruyang biasanya multivokal. Pada tahap lanjut, interstisial bilatareral difus dan alveolar infiltrate menjadi bukti dan dapat melibatkan semua lobus paru.Ukuran jantung normal, berbeda dari edema paru kardogenik. Gas darah arteri seri membedakan gambarankemajuan hipoksemia, hipokapnea dapat terjadi pada tahap awal sehubungan denganhiperventilasi. Alkalosis respiratorik dapat terjadi pada tahap dini dan pada tahap lanjutterjadi asidosis metabolik. Tes fungsi paru, Pengukuran pirau, dan kadar asam laktat meningkat (Doenges1999 Hal 218 – 219 ).

B. Diagnosa Keperawatan
1.      Tidak efektifnya jalan nafas berhubungan dengan hilangnya fungsi jalan nafas, peningkatan sekret pulmonal, peningkatan resistensi jalan nafas ditandai dengan:dispneu, perubahan pola nafas, penggunaan otot pernafasan, batuk dengan atau tanpasputum, cyanosis.
2.      Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan alveolar hipoventilasi, penumpukancairan di permukaan alveoli, hilangnya surfaktan pada permukaan alveoli ditandaidengan: takipneu, penggunaan otot-otot bantu pernafasan, cyanosis, perubahan ABGs,dan A-a Gradient.
3.      Kelebihan volome cairan di paru-paru berhubungan dengan edema pulmonal non Kardia.




C. Intervensi
Hari/
Tgl
No. Dx
Tujuan
Tindakan
Rasional
Kamis
10/11/11
Pk 13.00
Dx I






Setelah diberikan askep selama 2x24 jam diharapkan jalan nafas menjadi efekti hasil dengan kriteria:
  Pasien dapat mempertahankan jalan nafas dengan bunyi nafas yang jernih dan ronchi (-).
  Pasien bebas dari dispneu.
  Ps Mengeluarkan sekret tanpa kesulitan.
  Ps Memperlihatkan tingkah laku mempertahankan jalan nafas.


1.      Catat perubahan dalam bernafas dan pola nafasnya.
2.      Observasi dari penurunan pengembangan dada dan peningkatan fremitus.
3.      Catat karakteristik dari suara nafas.
4.      Catat karakteristik dari batuk .
5.      Pertahankan posisi tubuh/posisi kepala dan gunakan jalan nafas tambahan bila perlu.
6.      Kaji kemampuan batuk, latihan nafas dalam, perubahan posisi dan lakukan suction bila ada indikasi.
7.      Peningkatan oral intake jika memungkinkan.
8.      Berikan oksigen, cairan IV ; tempatkan di kamar humidifier sesuai indikasi
9.      Berikan therapi aerosol, ultrasonik nabulasasi.
10.  Berikan fisiotherapi dada misalnya : postural drainase, perkusi dada/vibrasi jika ada indikasi.
11.  Berikan bronchodilator misalnya : aminofilin, albuteal dan mukolitik

1.      Penggunaan otot-otot interkostal/abdominal/leher dapat meningkatkan usaha dalam bernafas.
2.      Pengembangan dada dapat menjadi batas dari akumulasi cairan dan adanya cairan dapat meningkatkan fremitus.
3.      Suara nafas terjadi karena adanya aliran udara melewati batang tracheo branchial dan juga karena adanya cairan, mukus atau sumbatan lain dari saluran nafas.
4.      Karakteristik batuk dapat merubah ketergantungan pada penyebab dan etiologi dari jalan nafas. Adanya sputum dapat dalam jumlah yang banyak, tebal dan purulent.
5.      Pemeliharaan jalan nafas bagian nafas dengan paten.
6.      Penimbunan sekret mengganggu ventilasi dan predisposisi perkembangan atelektasis dan infeksi paru.
7.      Peningkatan cairan per oral dapat mengencerkan sputum.
8.      Mengeluarkan sekret dan meningkatkan transport oksigen.
9.      Dapat berfungsi sebagai bronchodilatasi dan mengeluarkan sekret.
10.  Meningkatkan drainase sekret paru, peningkatan efisiensi penggunaan otot-otot pernafasan
11.  Diberikan untuk mengurangi bronchospasme, menurunkan viskositas sekret dan meningkatkan ventilasi.

Kamis 10/11/11
Pk  13.00 wib
Dx 2
Setelah diberikan askep selama 2x24 jam diharapkan pertukaran gas menjadi efektif dengan kriteria :
  Pasien dapat memperlihatkan ventilasi dan oksigenasi yang adekuat dengan nilai ABGs normal.
  Bebas dari gejala distress pernafasan
1.      Kaji status pernafasan, catat peningkatan respirasi atau perubahan pola nafas.
2.      Catat ada tidaknya suara nafas dan adanya bunyi nafas tambahan seperti crakles, dan wheezing.
3.      Kaji adanya cyanosis.
4.      Observasi adanya somnolen, confusion, apatis, dan ketidakmampuan beristirahat.
5.      Berikan istirahat yang cukup dan nyaman.
6.      Berikan humidifier oksigen dengan masker CPAP jika ada indikasi.
7.      Berikan pencegahan IPPB .
8.      Review X-ray dada.
9.      Berikan obat-obat jika ada indikasi seperti steroids, antibiotik, bronchodilator dan ekspektorant.
1.      Takipneu adalah mekanisme kompensasi untuk hipoksemia dan peningkatan usaha nafas
2.      Suara nafas mungkin tidak sama atau tidak ada ditemukan. Crakles terjadi karena peningkatan cairan di permukaan jaringan yang disebabkan oleh peningkatan permeabilitas membran alveoli – kapiler. Wheezing terjadi karena bronchokontriksi atau adanya mukus pada jalan nafas
3.      Selalu berarti bila diberikan oksigen (desaturasi 5 gr dari Hb) sebelum cyanosis muncul. Tanda cyanosis dapat dinilai pada mulut, bibir yang indikasi adanya hipoksemia sistemik, cyanosis perifer seperti pada kuku dan ekstremitas adalah vasokontriksi.
4.      Hipoksemia dapat
menyebabkan iritabilitas dari miokardium.
5.      Menyimpan tenaga pasien, mengurangi penggunaan oksigen.
6.      Memaksimalkan pertukaran oksigen secara terus menerus dengan tekanan yang sesuai.
7.      Peningkatan ekspansi paru meningkatkan oksigenasi.
8.      Memperlihatkan kongesti paru yang progresif.
9.      Untuk mencegah ARDS
Kamis 10/11/11
Pk  13.00 wib
Dx 3
Setelah diberikan askep selama 2x24 jam diharapkan volume cairan terpenuhi dengan kriteria hasil :
 pasien dapat menunjukkan keadaan volume cairan normal dengan tanda tekanan darah, berat badan, urine output pada batas normal.


1.      Monitor vital signs seperti tekanan darah, heart rate, denyut nadi (jumlah dan volume)
2.      Amati perubahan kesadaran, turgor kulit, kelembaban membran mukosa dan karakter sputum
3.      Hitung intake, output dan balance cairan. Amati “insesible loss”
4.      Timbang berat badan setiap hari
5.      Berikan cairan IV dengan observasi ketat
6.      Monitor/berikan penggantian elektrolit sesuai indikasi
1.      Berkurangnya volume/keluarnya cairan dapat meningkatkan heart rate, menurunkan tekanan darah, dan volume denyut nadi menurun.
2.      Penurunan cardiac output mempengaruhi perfusi/fungsi cerebral. Deficit cairan dapat diidentifikasi dengan penurunan turgor kulit, membran mukosa kering, sekret kental.
3.      Memberikan informasi tentang status cairan. Keseimbangan cairan negatif merupakan indikasi terjadinya deficit cairan.
4.      Perubahan yang drastis merupakan tanda penurunan total body water.
5.      Mempertahankan/memperbaiki volume sirkulasi dan tekanan osmotik. Meskipun cairan mengalami deficit, pemberian cairan IV dapat meningkatkan kongesti paru yang dapat merusak fungsi respirasi
6.      Elektrolit khususnya pottasium dan sodium dapat berkurang sebagai efek therapi deuritik.










BAB IV
PENUTUP

A. Kesimpulan
ARDS adalah Penyakit akut dan progressive dari kegagalan pernafasan disebabkanterhambatnya proses difusi oksigen dari alveolar ke kapiler (a-c block) yang disebabkan olehkarena terdapatnya edema yang terdiri dari cairan koloid protein baik interseluler maupunintra alveolar. Penyebabnya bisa penyakit apapun, yang secara langsung ataupun tidak langsung melukai paru-paru seperti: Pneumoni virus, bakteri, fungal; contusio paru, aspirasicairan lambung, inhalasi asap berlebih, inhalasi toksin, menghisap O2 konsentrasi tinggidalam waktu lama, Sepsis, Shock, Luka bakar hebat, Tenggelam,dsb. Gejala biasanyamuncul dalam waktu 24-48 jam setelah terjadinya penyakit atau cedera. SGPA(sindromgawat pernafasan akut) seringkali terjadi bersamaan dengan kegagalan organ lainnya, sepertihati atau ginjal.

B. Saran
1.      Menghindari faktor resiko yang dapat menyebabkan ARDS.
2.      Apabila gejala ARDS mulai muncul sesegera mungkin bawalah ke rumah sakit terdekatuntuk mendapat pertolongan lebih lanjut agar tidak terjadi komplikasi pada hati dan ginjal. 











DAFTAR PUSTAKA

Anynomous, 2007.Asuhan Keperawatan KLIEN dengan ARDS (Adult Respiratory DistressSyndrome) Pre Acut/ Post Acut Care .http://rusari.com/askep_aspirasi_distress.html.Tanggal 9 September 2009 pukul 17.43 WIB.

Anynomous, 2007. Asuhan Keperawatan pada Pasien ARDS .http://keperawatan-gun.blogspot.com/2007/07/asuhan-keperawatan-pada-klien-dg-25.html.Tanggal 16 September 2009 pukul 12.30 WIB.

Carpenito,Lynda Juall. 2001. Buku Saku Diagnosa Keperawatan.EGC. Jakarta.

Doengoes, M.E. 2000. Rencana Asuhan Keperawatan: Pedoman untuk Perencanaan dan Pendokumentasian Perawatan Pasien. EGC. Jakarta.

Hudak, Gall0. 1997. Keperawatan Kritis. Pendekatan Holistik.Ed.VI. Vol.I. EGC. Jakarta.