Senin, 24 September 2012

Ca Ovarium

BAB I
PENDAHULUAN

a. Latar Belakang
Kanker ovarium merupakan suatu kanker yang belum diketahui penyebabnya.Kanker Ovarium sering ditemukan wanita yang berumur 40 - 74 tahun. Penyebaran suatu kanker ovarium bisa menyebar kebagian yang lain,seperti daerah panggul dan perut melalui getah bening dan melalui peredaran darah untuk menuju kehati dan paru-paru.
Karsinoma ovarium adalah jenis epitel adalah penyebab utama kematian akibat kanker ginekologi diamerika serikat. Pada tahun 2003 diperkirakan terdapat 25.400 kasus kanker dengan 14.300 kematian yang mencakup kira- kira 5% dari semua kematian wanita karena kanker.
Meskipun mayoritas kanker ovarium adalah jenis epitelial,kanker ovarium dapat juga berasal dari sel yang terdapat diovarium. Tumor ovarium yang berasal dari sel germinal yang kelasifisikan sebagai disgerminoma dan teratoma sedangkan tumor ovarium yang berasal dari sel folikel di kelasifisaikan sebagai sex cord stromal terutama tumor sel granulosa dan tumor yang berasal dari stroma ovarium adalah sarkoma. Akan tetapi angka kejadian tumor ovarium non epitelial kecil sekali sehingga dianggap angka kejadian seluruh kanker ovarium.
Kanker ovarium jarang ditemukan pada umur dibawah 40 tahun . Angaka kejadian meningkat dengan makin tuanya usia 15 – 16 per 100.000 pada usia 40 -44 tahun menjadi paling tinggi dengan angka kematain 57 per 100.000 pada usia 70 – 74 tahun.Usia median saat diagnosis adalah 63 tahun dan 48 % penderita berusia diatas 65 tahun.
Pada tahun 2005, Masyarakat kanker Amerika memperkirakan bahwa 22.220 kasus baru kanker ovarian akan bisa di diagnosa, dan itu kan membunuh 16.200 wanita. Hanya 77% kasus yang mempunyai tingkat nilai survival 1 tahun, 44% kasus yang mempunyai tingkat nilai suvival 5 tahun. Dan hanya 19% kasus saja kasus yang di diagnosa sebelum metastasis terjadi. Hal tersebut disebabkan Oleh karena ketiadaan adanya deteksi dini peyakit dan kemajuan penyakit yang cepat. Sehingga menyebabkan angka kematian yang sebabkan oleh kanker Ovari meningkat.
Karena belum ada metode skrining yang efektif untuk kanker ovarium 70% kasus ditemukan kasus pada keadaan yang sudah usia lanjut yakni tumor yang menyebar jauh dari ovarium.
Kebanyakan dari khasus keganasan pada ovarium terdeteksi saat sudah memasuki stadium lanjut sehingga saat diketahui sudah parah. Biasanya orang yang menderit Ca Ovarium tampak kurus dan perut asites. Karena proses perjalanan penyakit yang ditmbulkan dari kanker tersebut, sehingga penderita mengalami anorexia atau tidak nafsu makan karena mual dan muntah. Sedangkan asites itu sendiri ditimbulkan akibat dari cairan tumor dan tumor itu sendiri. Ca Ovarium bisa juga mengakibatkan evusi pleura karena perjalanan tumor itu.
Penatalaksanaan pada klien dengan Ca Ovarium adalah pembedahan, pembedahan bisa pembedahan total dengan mengangkat keseluruhan dari rahim, salping, dan ovarium tapi juga bisa saja hanya pada ovarium atau pada saluran tuba falopii tergantung keparahan dari kanker itu sendiri. Tanda khas dari Ca Ovarium yang paling banyak adalah Meigg Syndrome, yang merupakan tiga gejala khas pada orang dengan Ca Ovarium.

b. Tujuan Umum dan Khusus
1. Tujuan Umum
Setelah membuat makalah ini kelompok dapat memahami tentang Kanker Ovarium dan asuhan keperawatan terhadap klien dengan Kanker Ovarium.
2. Tujuan Khusus
a. Mampu menjelaskan definisi Ca Ovarium
b. Mampu memahami etiologi Ca Ovarium
c. Mampu Memahami patofisiologi Ca Ovarium
d. Mampu menjelaskan stadium pada Ca Ovarium
e. Mampu menjelaskan pathway Ca Ovarium
f. Mampu membuat asuhan keperawatan Ca Ovarium


BAB II
TINJAUAN TEORI

a. Definisi
Kanker Indung telur atau Kanker ovarium adalah tumor ganas pada ovarium (indung telur) yang paling sering ditemukan pada wanita berusia 50 – 70 tahun. Kanker ovarium bisa menyebar ke bagian lain, panggul, dan perut melalui sistem getah bening dan melalui sistem pembuluh darah menyebar ke hati dan paru-paru. Kanker ovarium sangat sulit didiagnosa dan kemungkinan kanker ovarium ini merupakan awal dari banyak kanker primer. (Wingo, 1995)
Pada tahun 1929, Taylor pertama menggambarkan sebuah subset dari tumor ovarium epitel yang disebut semimalignant. Lesi ini memiliki hasil yang lebih menguntungkan daripada kanker ovarium yang lain, tetapi mereka tidak terpisah diklasifikasikan oleh Federasi Internasional Ginekologi dan Obstetri (FIGO) dan Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) sampai awal 1970-an.
Kanker ovarium merupakan tumor ganas pada ovarium yang biasanya menyerang wanita pada usia 50-70 tahun dan bisa menyebar ke daerah lain. Subset dari tumor ovarium digambarkan sebagai semimalignant.

b. Epidemiologi
Kanker ovarium adalah kanker yang membuat frustasi bagi pasien dan pemberi pelayanan kesehatan karena awitannya yang tersembunyi dan tidak adanya gejala peringatan adalah penyeab mengapa penyakit ini telah mencapai tahap lanjut ketika didiagnosa. Kejadian merupakan penyebab kematian utama di antara malignan si ginekologis. Penyakit ini mempunyai angka kejadian sekitar 13,8 wanita per 100.000. Sayang sekali, sekitar 75% dari kasus dideteksi pada tahap lanjut. Amatlah sulit untuk mendiagnosa dan adalah unik sehingga kemungkinan kondisi ini merupakan awal dari banyak kanker primer dan mungkin menjadi tempat metastase dari kanker lainnya. Kondisi ini membawa angka kematian 14.500 setiap tahunnya dan merupakan penyebab prevalen keenam dari kematian akibat kanker pada wanita ( Wingo et. al. , 1995 ). Sebagian kasus mengenai wanita usia 50 – 59 tahun. Insidens tertingginya adala di negara – negara industri, kecuali Jepang yang insidennya paling rendah.
Wanita dengan kanker ovarium mempunyai resiko mengidap kanker payudara tiga sampai empat kali lipat dan wanita dengan kanker payudara mempunyai resiko yang meningkat terhadap kanker ovarium. Tidak ada faktor penyebab definitif yang telah ditetapkan, tetapi kontraseptif oral tampak memberikan efek protektif. Hereditas dapat berperan dalam menimbulkan penyakit ini, dan banyak dokter menyarankan pemeriksaan pelvis bimanual bagi wanita yang mempunyai satu atau dua orang saudara dengan kanker ovarium. Meskipun dengan pemeriksaan yangn cermat, tumor ovarium biasanya terdapat jauh di dalam dan sulit untuk dideteksi. Belum ada skrinng dini yang tersedia saat ini, meskipun penanda tumor sedang dalam penelitian. Sonogram transvaginal dan pengujian antigen Ca-125 sangat membantu pada mereka yang beresiko tinggi untuk mengalami kondisi ini. Akhir – akhir ini, antigen yang berkaitan dengan tumor membantu dalam perawatn tindak lanjut setelah didiagnosis dan pengobatan, tetapi tidak pada skrining umum dini.
Faktor – faktor resiko termasuk diet tinggi lemak, merokok, alkohol, penggunaan bedak talk perineal, riwayat kanker payudara, kanker kolon, kanker endometrium, dan riwayat keluarga dengan kanker payudara atau ovarium. Nulipara, infertilitas, dan tak-ovulasi adalah faktor – faktor resiko. Angka kelangungan hidup tergantung pada tahap mana kanker didiagnosis.
Lebih dari 80% kanker ovarium epitelial ditemukan pada wanita pascamenopause. Usia 62 tahun adalah usia di mana kanker ovarium epitelial paling sering ditemui. Kanker ovarium epitelial jarang ditemukan pada usia kurang dari 45 tahun. Pada wanita premenopause hanya 7% tumor ovarium epitelial yang ganas.
Di RSCM Jakarta antara tahun 1989-1992 ditemukan 1.726 kasus kanker ginekologi, di antaranya 13,6% adalah kanker ovarium. Umumnya (72%) adalah kanker ovarium epitelial yang datang dalam stadium lanjut, sedangkan stadium I-II (42,5%). Mortalitas karena kanker ovarium adalah 22,6% dari 327 kematian kanker ginekologi.

c. Anatomi Fisiologi
Organ reproduksi wanita mulai dari dibagi menjadi dua, yaitu alat kelamin luar dan alat kelamin dalam.
1. Genitalia Luar
Alat genitalia luar terdiri dari :
1.1. Tunduns (mons veneris). Bagian yang menonjol meliputi simphisis yang terdiri dari jaringan lemak, area ini mulai ditumbuhi rambut halus pada masa pubertas.
1.2. Labia mayora (bibir besar). Dua lipatan dari kulit di antara kedua paha, banyak mengandung urat syaraf.
1.3. Labia minora (bibir kecil). Berada sebelah dalam labia mayora.
1.4. Klitoris (klentit). Sebuah jaringan ikat erektil kecil kira-kira sebesar kacang hijau yang dapat mengeras dan tegang (erektil) yang mengandung urat syaraf.
1.5. Vestibulum (serambi). Merupakan rongga yang berada di antara bibir kecil (labia minora), muka belakang dibatasi oleh klitoris dan perineum, dalam vestibulum terdapat muara-muara dari: Liang senggama (introitus vagina), uretra, kelenjar Bartolin, kelenjar skene kiri dan kanan.
1.6. Himen (selaput dara). Lapisan tipis yang menutupi sebagian besar dari liang senggama, di tengahnya berlubang supaya kotoran menstruasi dapat mengalir keluar, letaknya di mulut vagina. Bagian ini bentuknya berbeda-beda ada yang seperti bulan sabit, konsistensi ada yang kaku dan ada yang lunak, lubangnya ada yang seujung jari, ada yang dapat dilalui satu jari.
1.7. Perineum (kerampang). Terletak di antara vulva dan anus, panjangnya lebih kurang 4 cm.
2. Genitalia Dalam
Suatu alat reproduksi yang berada di dalam yang tidak dapat dilihat kecuali dengan jalan pembedahan. Alat genitalia depan terdiri dari :
1.1. Vagina (liang kemaluan). Tabung yang dilapisi mambran dari jenis epitelium bergaris khusus, dialiri banyak pembuluh darah dan serabut syaraf. Panjangnya dari vestibulum sampai uterus 7,5 cm. Bagian ini merupakan penghubung antara introitus vagina dan uterus. Dinding depan liang senggama (vagina) 9 cm, lebih pendek dari dinding belakang. Pada puncak vagina menonjol leher rahim (serviks uteri) yang disebut porsio. Bentuk vagina bagian dalam berlipat-lipat disebut rugae.
1.2. Uterus (rahim). Organ yang tebal, berotot dan berbentuk buah pir, terletak di dalam pelvis antara rektum di belakang dan kandung kemih di depan, ototnya disebut miometrium. Uterus terapung di dalam pelvis dengan jaringan ikat dan ligamen. Panjang uterus ±7,5 cm, lebar 5 cm, tebal 2,5 cm, berat 50 g. Pada rahim wanita dewasa yang belum pernah menikah (bersalin) panjang uterus adalah 5-8 cm dan beratnya 30-60 g. Uterus terdiri dari :
a. Fundus uteri (dasar rahim). Bagian uterus yang terletak antara kedua pangkal sauran telur.
b. Korpus uteri. Bagian uterus yang terbesar pada kehamilan, bagian ini berfungsi sebagai tempat janin berkembang. Rongga yang terdapat pada korpus uteri disebut kavum uteri atau rongga rahim.
c. Serviks uteri. Ujung serviks yang menuju puncak vagina disebut porsio, hubungan antara kavum uteri dan kanalis servikalis disebut ostium uteri internum.
Dinding uterus terdiri dari :
a. Endometrium (epitel, kelenjar, jaringan dan pembuluh darah), merupakan lapisan dalam uterus yang mempunyai arti penting dalam siklus haid. Seorang wanita pada masa reproduksi, pada kehamilan endometrium akan menebal, pembuluh darah bertambah abnaykyang diperlukan untuk memberi makanan pada janin.
b. Miometrium (lapisan otot polos), tersusun sedemikian rupa sehingga dapat mendorong isinya keluar pada waktu persalinan. Sesudah plasenta lahir akan mebgalami pengecilan samapai ke ukuran normal sebelumnya.
c. Lapisan serosa (peritoneum viseral), terdiri atas ligamentum yang menguatkan uterus, yaitu :
i. Ligamentum kardinale kiri dan kanan, mencegah supaya uterus tidak turun.
ii. Ligamentum sakrouteri kiri dan kanan, menahan uterus supaya tidak banyak bergerak.
iii. Ligamentum rotundun kiri dan kanan, menahan uterus agar tetap dalam keadaan antefleksi.
iv. Ligamnetum latum kiri dan kanan, ligamentum yang meliputi tuba.
v. Ligamnetum infundibulo pelvikum, ligamen yang menahan tuba falopii.
Fungsi uterus untuk menahan ovum yang telah dibuahi selama perkembanagn, ovum yang telah keluar dari ovarium dihantarkan melalui tuba uterina ke uterus. Pembuahan ovum secara normal terjadi di dalam tuba uterina, endometrium disiapkan untuk menerima ovum yang telah dibuahi dan ovum tertanam dalam endometrium. Pada waktu hamil uterus bertambah besar, dindingnya menjadi tipis tetapi kuat dan besar sampai keluar pelvis masuk ke dalam rongga abdomen pada masa pertumbuhan janin. Pada saat melahirkan uterus berkontraksi mendorong bayi dan plasenta keluar.
1.3. Ovarium merupakan kelenjar berbentuk buah kenari terletak di kiri dan kanan uterus di bawah tuba uterina dan terikat di sebelah belakang oleh ligamentum latum uterus. Setiap bulan sebuah folikel berkembang dan sebuah ovum dilepaskan pada saat pertengahan (hari ke-14) siklus menstruasi. Ovulasi yaitu pematangan folikel Graaf dan mengeluarkan ovum. Bila folikel Graaf robek maka terjadi perdarahan yang kemudian terjadi penggumpalan darah pada ruang folikel. Ovarium mempunyai tiga fungsi :
a. Memproduksi ovum
b. Memproduksi hormn estrogen
c. Memproduksi progesteron
Ovarium disebut juga indung telur. Di dalam ovarium ini terdapat jaringan bulbus dan jaringan tubulus yang menghasilkan telur (ovum) dan ovarium ini hanya terdapat pada wanita, letaknya di dalam pelvis sebelah kir-kanan uterus, membentuk, mengembangkan serta melepaskan ovum, dan menimbulkan sifat-sifat kewanitaan. Misalnya, pelvis yang membesar, timbulnya siklus menstruasi. Bentuknya bulat telur, beratnya 5-6 g. Bagian dalam ovarium disebut medula ovari dibuat dari jaringan ikat. Jaringan yang banyak mengandung kapiler darah dan serabut kapiler syaraf. Bagian dalam bernama korteks ovari, terdiri dari folikel-folikel yaitu kantong-kanting kecil yang berdinding epitelium dan berisi ovum.
Kelenjar ovarika terdapat pada wanita terletak pada ovarium d samping kiri dan kanan uterus, menghasilkan hormon progesteron dan esterogen. Hormon ini dapat mempengaruhi kerja dan menentukan sifat-sifat kewanitaan. Misalnya panggul yang besar, panggul sempit, dan lain-lain.
Siklus menstruasi. Perubahan terjadi di dalam ovarium danuterus selama masa menstruasi berlangsung kira-kira 5 hari. Selama masa ini epitelium permukaan dinding uterus terlepas dan terjadi sedikit perdarahan. Masa setelah menstruasi adalah masa perbaikan dan pertumbuhan yang berlangsung sembilan hari ketika selaput terlepas untuk diperbaharui, tahap ini dikendalikan oleh esterogen. Sedangkan pengendalian esterogen dikendalikan oleh FSH (Follicle Stimulating Hormone) terjasi pada hari ke-14, kemudian disusul 14 hari tahap sekretorik yang dikendalikan oleh progesteron.
1.4. Tuba falopii. Berjalan ke arah lateral kiri dan kanan. Panjang kira-kira 12 cm diameter3-8 mm. Tuba falopii terdiri atas :
a. Pars interstitialis, bagian yang terdapat di dindnig uterus.
b. Pars ismika/ismus, merupakan bagian medial tuba yang sempit seluruhnya.
c. Pars ampularis, bagian yang berbentuk saluran leher tempat konsepsi agak lebar.
d. Infundibulum, bagian ujung tuba ynah terbuka ke arah abdomen dan mempunyai umbai yang disebut fimbria untuk menangkap telur kemudian menyalurkan telur ke dalam tuba.
Fungsi tuba uterina mengantarkan ovum dari ovarium ke uterus, menyediakan tempat untuk pembuahan. Ovum yang dibuahi dalam saluran tuba ini menimbulkan kehamilan ektopik, karena ovum tidak dapat bergerak terus maka ovum tertanam dalam tempat yang abnormal, hal ini bisa berlangsung 8-10 minggu.

d. Stadium
Stadium kanker ovarium primer menurut FIGO (Federation InternationalofGinecologies and Obstetricians ) 1987, adalah :
STADIUM I  Pertumbuhan terbatas pada ovarium
1. Stadium 1a : pertumbuhan terbatas pada suatu ovarium, tidak ada asietas yang berisi sel ganas, tidak ada pertumbuhan di permukaan luar, kapsul utuh.
2. Stadium 1b : pertumbuhan terbatas pada kedua ovarium, tidak asietas, berisi sel ganas, tidak ada tumor di permukaan luar, kapsul intak.
3. Stadium 1c : tumor dengan stadium 1a dan 1b tetapi ada tumor dipermukaan luar atau kedua ovarium atau kapsul pecah atau dengan asietas berisi sel ganas atau dengan bilasan peritoneum positif.
STADIUM II  Pertumbuhan pada satu atau dua ovarium dengan perluasan ke panggul
1. Stadium 2a : perluasan atau metastasis ke uterus dan atau tuba
2. Stadium 2b : perluasan jaringan pelvis lainnya
3. Stadium 2c : tumor stadium 2a dan 2b tetapi pada tumor dengan permukaan satu atau kedua ovarium, kapsul pecah atau dengan asitas yang mengandung sel ganas dengan bilasan peritoneum positif.
STADIUM III  Tumor mengenai satu atau kedua ovarium dengan implant di peritoneum di luar pelvis dan atau retroperitoneal positif. Tumor terbatas dalam pelvis kecil tetapi sel histologi terbukti meluas ke usus besar atau omentum.
1. Stadium 3a : tumor terbatas di pelvis kecil dengan kelenjar getah bening negatif tetapi secara histologi dan dikonfirmasi secara mikroskopis terdapat adanya pertumbuhan (seeding) dipermukaan peritoneum abdominal.
2. Stadium 3b : tumor mengenai satu atau kedua ovarium dengan implant dipermukaan peritoneum dan terbukti secara mikroskopis, diameter melebihi 2 cm, dan kelenjar getah bening negativ.
3. Stadium 3c : implant di abdoment dengan diameter > 2 cm dan atau kelenjar getah bening retroperitoneal atau inguinal positif.
STADIUM IV  pertumbuhan mengenai satu atau kedua ovarium dengan metastasis jauh. Bila efusi pleura dan hasil sitologinya positif dalam stadium 4, begitu juga metastasis ke permukaan liver.

e. Etiologi
Penyebab kanker ovarium belum diketahui secara pasti. Akan tetapi banyak teori yang menjelaskan tentang etiologi kanker ovarium, diantaranya:
Ada beberapa teori yang mencoba menjelaskan atiologi kanker ovarium. Berikut ini akan diuraikan beberapa teori tentang etiologi tersebut.
1. Hipotesis Incessant Ovulation
Teori ini pertama kali diperkenalkan oleh Fathalla pada tahun 1972, yang menyatakan bahwa pada saat terjadi ovulasi, terjadi kerusakan pada sel-sel epitel ovarium. Untuk penyembuhan luka yang sempurna diperlukan waktu. Jika sebelum penyembuhan tercapai terjadi lagi ovulasi atau trauma baru, proses penyembuhan akan terganggu dan kacau sehingga dapat menimbulkan proses transformasi menjadi sel – sel tumor.
2. Hipotesis Gonadotropin
Teori ini didasarkan pada pengetahuan hasil percobaan binatang pada data epidemiologi. Hormon hipofisa diperlukan untuk perkembangan tumor ovarium pada beberapa percobaan pada binatang rodentia. Pada percobaan ini ditemukan bahwa jika kadar hormon esterogen rendah di sirkulasi perifer, kadar hormon gonadotropin akan mengikat. Peningkatan kadar hormon goonadotropin ini ternyata berhubungan dengan makin bertambah bsarnya tumor ovarium pada binatang tersebut.
Kelenjar ovarium yang telah terpapar pada zat karsiogenik dimetil benzzatrene ( DMBA ) akan terjadi tumor ovarium jika ditransplantasikan pada tikus yang telah dioovorektomi, Tetapi tidak menjadi tumor jiak tikus tersebut telah dihipofisektomi.
Jika ovarium yang telah diardiassi ( hormonally inactivated ) ditransplantasikan ke rodentia dengan ovarium yang makin normal, tumor ovarium tidak terbentuk. Akan tetapi, jika ditransplantasikan pada rodentia yang telah dioovorektomi, tumor ovarium akan terbentuk.
Berkurangnya resiko ca ovarium pada wanita multipara dan wanita pemakai pil kontrasepsi dapat diterangkan dengan rendahnya kadar gonadotropin pada dua kelompok ini.
3. Hipotesis Androgen
Teori ini pertama kali dikemuukakan oleh Risch pada tahun 1998 yang mengatakan bahwa androgen mempunyai peran penting dalam terbentuknya kanker ovarium. Teori ini didasarkan pada bukti bahwa epitel ovarium mengandung reseptor androgen. Epitel ovarium selalu terpapar pada androgenik sterid yang berasal dari ovarium itu sendiri dan kelenjar adrenal seperti androstenedion, dehidroepiandrosteron, dan testosteron. Dalam percobaan invitro androgen dapat menstimulasi pertumbuhan epitel ovarium normal dan juga sel – sel kanker ovarium epitel dalam kultur sel.
Dalam penelitian epidemiologi yang ditemukan tingginya kadar androgrn (androstenedion, dehidrosepiandrosteron) dalam darah wanita penderita kanker ovarium. Penderita sindroma polikistik ovarium yang kadar esterogennya tiinggi ternyata pada penelitian kohort mempunyai resiko yang tinggi untuk mengalami kanker ovarium.
Jadi, berdasarkan hipotesis ini menurunnya resiko terjadinya kanker ovarium pada wanita yang memakai pil kontrasepsi dapat dijelaskan yaitu dengan terjadinya penekanan kadar androgen.
4. Hipotesisi Progesteron
Berbeda dengan efek peningkatan resiko kaanker ovarium oleh androgen, progesteron ternyata memiliki peranan protektif terhadap terjadinya kanker ovarium. Epitel normal ovarium mengandung reseptor progesteron.
Penelitian pada ayam gallus domesticus menemukan 3-year incidence terjadinya kanker ovarium secara spontan pada 24% ayam yang berusia lebih dari dua tahun. Dengan pemberian makanan yang mengandung pil kontrasepsi ternyata menurunkan insiden terjadinya kanker ovarium. Penurunan insiden ini ternyata makin banyak jika ayam tersebut hanya diberikan progesteron.
Percobaan pada kera macaque, progesteron menginduksi terjadinya apoptosis sel epitel ovarium, sedangkan esterogen menghambatnya
Pemberian pil yang mengandung esterogen saja pada wanita pasca menopause akan meningkatkan terjadinya resiko kanker ovarium, sedangkan pemberian kombinasi dengan progesteron akan menurunkan resikonya. Kehamilan, dimana kadar progesteron tinggi, menurunkan kanker ovarium. Pil kontrasepsi kombinasi menurunkan resiko terjadinya kanker ovarium. Demikian juga yang hanya mengandung progesteron yang menekan ovulasi juga menurunkan resiko kanker ovarium. Akan tetapi, pemakaian depo medroksiprogesteron asetat ternyata tidak menurunkan resiko terjadinya kanker ovarium.
5. Paritas
Penelitian menunjukkan bahwa wanita dengan paritas tinggi memiliki resiko terjadinya kanker ovarium yang lebih rendah dari pada nulipara,yaitu dengan resiko relatif 0,7.pada wanita yang mengalami 4 atau lebih kehamilan anterm,resiko terjadinya kanker ovarium berkurang sebesar 40% dibandingkan dengan wanita nulipara.
6. Pil Kontrasepsi
Penelitian dari center of disease control menemukan penurunan resiko terjadinya kanker ovarium sebesar 40% pada wanita usia 20-54 tahun yang memakai pil kontrasepsi ,yaitu dengan rsiko relatif 0,6.
Penelitian lain melaporkan juga bahwa pemakaian pil kontrasepsi selama 1 tahun menurunkan resiko sampai 11%,sedangkan pemakaian sampai 5 tahun menurunkan resiko sampai 50. Penurunan resiko semakin nyata dengan semakin lama pemakaiannya.
7. Talk
Pemakaian talk(bydrous magnesium silicate)pada daerah perinium dilaporkan meningkatkan resiko terjadinya kanker ovarium dengan resiko relatif 1,9%.akan tetapi, penelitian prospektif yang mencangkup kohort 78.000 wanita ternyata tidak mendukung teori diatas . Meskipun 40% kohort melaporkan pernah memakai talk, hanya sekitar 15% yang memakainya setip hari. Resiko relatif terkena kanker ovarium pada yang pernah memakai talk tidak meningkat (RR 1,1). Demikian juga bagi yang selalu memakainya.
8. Ligasi Tuba
Pengikatan tuba ternya menurunkan resiko terjadinya kaanker ovarium dengan resiko relatif 0,3. Mekanisme terjadinya efek protektif ini diduga dengan terputusnya akses talk atau karsinogen lainnya dengan ovarium.
9. Terapi hormon pengganti pada masa menopause
Pemakaian terapi hormon pengganti pada masa menopause (Menopausal Hormone Therapy = MHT) dengan esterogen saja selama 10 tahun meningkatkan resiko relatif 2,2. Sementara itu, jika masa pemakaian MHT selama 20 tahun atau lebih, resiko relatif meningkat menjadi 3,2. Pemakaian MHT dengan esterogen yang kemudian diikuti dengan pemberian progestin, ternyata masih menunjukkan meningkatnya resiko relatif menjadi 1,5.
Oleh karena itu, MHT, khususnya dengan esterogen saja, secara nyata meningkatkan resiko relatif terkena kanker ovarium. Pemakaian MHT dengan kombinasi esterogen dan progestin, meskipun lebih aman dati MHT dengan esterogen saja, untuk jangka panjang tidak dianjurkan lagi sebagai salah satu terapi suportif bagi wanita yang telah menopause.
10. Obat – obat yang meningkatkan kesuburan
Obat – obat yang meningkatkan fertilitas seperti klomifen sitrat, yang diberikan secara oral, dan obat – obat gonadotropin yang diberikan dengan suntikan seperti Follicle stimulating hormone (FSH), kombinasi FSH dengan Luteinizing bormone (LH), akan menginduksi terjadinya ovulasi atau multipel ovulasi.
Menurut hipotesis incessant ovulation dan hipotesis gonadotropin, pemakaian obat penyubur ini jelas akan meningkatkan resiko relatif terjadinya kanker ovarium. Pemakaian klomifen sitrat yang lebih dari 12 siklus akan meningkatkan resiko relatif menjadi 11. Kanker ovarium yang terjadi adalah kanker ovarium jenis borderline.
11. Faktor herediter
a. Riwayat keluarga dengan kanker ovarium
Dari studi metanalisis pada tahun 1988 ditemukan resiko relatif yang meningkat dan berbeda pada anggota keluarga lapis pertama. Ibu dari penderita kanker ovarium resiko relatifnya 1,1, saudara perempuan relatifnya 3,8, anak dari penderita kanker ovarium resiko relatifnya 6.
b. BRCA gen dan kanker ovarium
Antara 5%-10% kanker ovarium dianggap bersifat herediter. Kelompok kanker ovarium ini termasuk dalam sindroma hereditary breast and ovarial cancer (HBOC) dan disebabkan oleh terjadinya mutasi di gen BRCA1 dan BRCA2. Gen BRCA1 adalah suatu gen yang terletak di kromosom 17q12-21, sedangkan BRCA2 terletak di kromosom 13q12. Wanita dengan gen BRCA1 yang telah bermutasi, mempunyai resiko terkena kanker ovarium sebesar 40%-60%, dan resiko terkena kanker payudara sebesarr hampir 90%. Resiko terkena kanker tuba falopii juga meningkat 50-120 kali jika dibandingkan dengan wanita yang bukan carrier/pembawa sifat gen BRCA1. Resiko untuk menderita kanker peritonium primer juga meningkat dengan resiko relatif 45.
Gen lain yang berkaitan dengan kanker ovarium adalah gen BRCA2 yang terletak pada kromosom 13q12. Resiko untuk menderita kanker ovarium pada wanita pembawa gen BRCA2 yang telah bermutasi lebih rendah daripada resiko pembawa gen BRCA1 yang bermutasi, yaitu 16%-27%. Kanker ovarium pada pembawa gen BRCA1 dan BRCA2 yang telah bermutasi terjadi pada usia 51,2 tahun dan 57,5 tahun.
c. Gen mismatch DNA repair
Kanker ovarium juga merupakan bagian dari sindroma hereditary nonpolyposis colorectak cancer (HNPCC). HNPCC adalah suatu kelainan yang disebabkan oleh autosomal dominant disorder yang berkaitan dengan kerusakan gen yang bertanggung jawab atas terjadinya reparasi yang tidak normal dari DNA. Meskipun HNPCC terutama berkaitan dengan terjadinya kanker kolon pada usia yang lebih muda, HNPCC ini ternyata juga ditandai dengan meningkatnya resiko sejumlah kanker ekstrakolon seperti kanker endometrium , kanker ovarium, kanker lambung, kanker usus halus, dan kanker traktus urinarius. Resiko terjadinya kanker ovarium pada usia 70 tahun pada penderita HNPCC adalah 12%, lebih tinggi dari masyarakat umum yang resikonya hanya 1,4%.
Meskipun resikonya tidak setinggi resiko penderita dengan mutasi gen BRCA1 dan BRCA2, resiko terjadinya kanker ovarium pada kelompok ini masih 8-9 kali lebih besar dari resiko pada masyarakat umum.

e. Manifestasi Klinis
Gejala umum bervariasi dan tidak spesifik. Pada stadium awal berupa :
1. Haid tidak teratur
2. Ketegangan menstrual yang terus meningkat
3. Menoragia
4. Nyeri tekan pada payudara
5. Menopause dini
6. Rasa tidak nyaman pada abdomen
7. Dispepsia
8. Tekanan pada pelvis
9. Sering berkemih
10. Flatulenes
11. Rasa begah setelah makan makanan kecil
12. Lingkar abdomen yang terus meningkat
Selain hal di atas dapat juga ditemui gejala lain yang selalu menyertai, yaitu Meigs Syndrome / Sindrom Meigs. Sindrom Meigs merupakan gejala yang terdiri dari tumor ovarium benigna dengan ascites dan efusi pleura yang menghilang setelah reaksi tumor. Tumor ovarium pada Sindrom Meigs adalah jenis fibroma. Pada tahun 1934, Salmon menjelaskan hubungan antara efusi pleura dengan tumor jinak pelvis.
Pada tahun 1937, Meigs dan Cass menjelaskan 7 kasus dari fibroma ovarium yang berhubungan dengan ascites dan efusi pleura. Pada tahun 1954, Meigs mengajukan batasan – batasan dari Sindrom Meigs tentang tumor ovarium yang jinak dan solid yang diikuti dengan ascites dan efusi pleura, dimana setelah pengangkatan tumor, pasien tidak mengalami kekambuhan. Sindrom Pseudo-Meigster diri dari efusi pleura, ascites dan tumor jinak ovarium selain jenis fibroma. Tumor jinak ini termasuk tumor tuba fallopi atau uterus dan matur teratoma, struma ovary dan ovarium leiomyomas. Juga untuk metastase dari keganasan gastrointestinal. Pseudo-pseudo Meigs Sindrom juga terdapat pada pasien Sistemik Lupus Eritematous.

f. Patofisiologi
Karsinoma ovarium epitelial adalah salah satu kanker ginekologi yang paling sering dan penyebab kematian kelima akibat kanker pada perempuan (CancerNet, 2001). Penyebab pasti karsinoma ovarium tidak diketahui namun multifaktorial. Resiko berkembangnya kanker ovarium berkaitan dengan lingkungan, endokrin, dan faktor genetik. Faktor-faktor lingkungan yang berkaitan dengan kanker ovarium epitelial terus menjadi subjek perdebatan dan penelitian. Insidens tertinggi terdapat di negara-negara industri barat. Kebiasaan makan, kopi, dan merokok, adanya asbestos dalam lingkungan, dan penggunaan bedak talk dalam pada daerah vagina, semua itu dianggap menyebabkan kanker. Tidak ditemukan hubungan antara faktor-faktor itu dengan perkembangan kanker ovarium. Faktor resiko endokrin untuk kanker ovarium adalah perempuan yang nulipara, menarke dini, menopause yang lambat, kehamilan pertama yang lambat, kehamilan pertama yang lambat dan tidak pernah menyusui.
Perempuan dengan kanker payudara memeiliki resiko dua kali lebih besar untuk berkembangnya kanker ovarium. Penggunaan kontrasepsi oral tidak meningkatkan resiko dan mungkin dapat mencegah. Terapi penggantian esterogrn (ERT) pascamenopause untuk 10 tahun atau lebih berkaitan dengan peningkatan kematian akibat kanker ovarium (Rodrigues et al, 2001). Gen-gen supresor tumor seperti BRCA1 dan BRCA2 telah memperlihatkan peranan penting pada beberapa keluarga. Kanker ovarium herediter yang dominan autosomal dengan variasi penetrasi telah ditunjukkan dalam keluarga yang terdapat penderita kanker ovarium. Bila terdapat dua atau lebih hubungan tingkat pertama yang mederita kanker ovarium, seorang perempuan memiliki 50% kesempatan untuk menderita kanker ovarium. Beberapa dokter menyarankan untuk melakukan ooforektomi profilaksis pada perempuan usia 35 tahun dan kelompok resiko tinggi ini.
Lebih dari 30 jenis neoplasma ovarium telah diidentifikasi. Tumor ovarium dikelompokkan dalam tiga kategori besar :
1. Tumor-tumor epitelial
2. Tumor stroma gonad
3. Tumor-tumor sel germinal
Tumor-tumor sel epitelial menyebabkan 60% dari semua neoplasma ovarium dan diklasifikasikan sebagai neoplasma jinak, perbatasan ganas, dan ganas. Bentuk neoplasma epitelial yang ganas menyebabkan 90% dari semua kanker ovarium. Keganasan epitelial yang paling sering adalah adenokarsinoma serosa.
Kebanyakan neoplasma epitelial mulai berkembang dari permukaan permukaan epitelium, atau serosa ovarium.. Dalam embrio, tuberkulum genitale (ovarium) dan saluran mullerian (tuba falopii, uterus, dan vagina) memiliki bentuk awal mesodermal. Oleh karena itu, neoplasma epitelial ovarium mencerminkan jenis-jenis sel diferensiasi mullerian: yaitu, serosa mirip dengan tuba falopii, 46%; musinosin, mirip dengan endoserviks, 36%; endometroid, mirip dengan endometrium, 8%; dan sel terang, mirip dengan kelenjar endometrium saat hamil, 3%. Tumor jenis lain adalah jenis sel urotelial, karsinoma campuran, dan karsinoma tidak terdiferensiasi.
Kanker ovarium bermetastasis dengan invasi langsung struktur yang berdekatan dengan abdomen dan pelvis dan sel-sel yang menempatkan diri pada rongga abdomen dan pelvis. Sel-sel ini mengikuti sirkulasi alami cairan peritoneal sehingga implantasi dan pertumbuhan keganasan selanjutnya dapat timbul pada semua permukaan intraperitoneal. Limfatik yang disalurkan ke ovarium juga merupakan jalur untuk penyebaran sel-sel ganas. Semua kelenjar pada pelvis dan kavum abdominal pada akhirnya akan terkena. Penyebaran awala kanker ovarium dengan jalur intraperitoneal dan limfatik muncul tanpa gejalaatau tanda spesifik. Gejala yang tidak pasti yang akan muncul seiring dengan waktu adalah perasaan berat pada pelvis, sering berkemih dan disuria, dan perubahan fungsi gastrointestinal, seperti rasa penuh, mual,tidak enak pada perut, cepat kenyang, dan konstipasi. Pada beberapa perempuan dapat terjadi perdarahan abnormal vagina sekunder akibat hiperplasia endometrium bila tumor menghasilkan esterogen.; beberapa tumor menghasilkan testosteron dan menghasilkan virilisasi. Gejala-gejala keadaan akut pada abdomen dapat timbul mendadak bila terdapat perdarahan dalam tumor, ruptur, atau torsi ovarium. Namun, tumor ovarium paling sering terdeteksi selama pemeriksaan pelvis rutin.
Pada perempuan pramenopause, kebanyakan merasa adneksa yang teraba bukanlah keganasan tapi merupakan kista korpus luteum atau folikular. Kista fungsional ini akan hilang dalam satu sampai tiga siklus menstruasi. Jika dalam pemeriksaan pelvis didapati massa berukuran kurang dari 8cm pada perempuan pramenopause, maka menunggu dan melihat merupakan bagian dari pendekatan yang sesuai. Pemeriksaan pelvis sebaiknya diulang dalam 1 hingga 2 bulan untuk mengevaluasi kembali ukuran massa dan perubahannya. Namun, pada perempuan premenarke atau pascamenopause, dengan massa berukuran berapa pun, disarankan untuk evaluasi lanjut secepatnya dan mungkin juga eksplorasi bedah. Krena periode asimtomatik yang panjang, diagnosis pada 75^ hingga 85% perempuan dengan kanker ovarium epitelial tidak ditegakkan sampai tumor diketahui dengan pasti melalui rongga peritoneal. Walaupun laparotomi adalah prosedur primeryang digunakkan untuk mnenetukan diagnosis, cara-cara yang kurang invasif (misal, CT scan abdomen, sonografi abdomen dan pelvis) sering dapat membantu menentukan stadium dan luasnya penyebaran.

g. Pemeriksaan Penunjang
1. CT scan abdomen
2. Sonografi abdomen dan pelvis.
3. USG
4. Rontgen thorax

h. Komplikasi
1. Efusi pleura
2. Asites
3. Hipoalbuminemia
4. Tuberkulosis
5. Kanker paru-paru

i. Penatalaksanaan Medis dan Keperawatan
1. Penatalaksanaan Medis
Pengangkatan melalui tindakan bedah adalah pengobatan pilihan, dengan pemeriksaan pra operatif termasuk enema barium, proktosigmoidoskopi, pemeriksaan GI atas, rontgen dada, dan urografi intravena ( IVU ). Pentahapan tumor merupakan aktivitas yang penting yang digunakan untuk mengarahkan pengobatan. Histerektomi abdomen total dengan pengangkatan tuba falopii dan ovarium serta omentum ( salpingo-oofarektomi bilateral dan omenetktomi ) adalah prosedur standar untuk penyakit tahap dini. Kemudian, terapi radiasi dan implantasi fosfor 32 (32P) intraperitoneal, isotop radioaktif, dapat dilakukan setelah pembedahan. Kemoterapi , dengan preparat tunggal atau multipel-tetapi biasanya termasuk sisplantin, siklosfamid, atau karboplatin- juga digunakan.
Paklitaksel (Taxol), preparat yang menjanjikan dan berasal dari pohon cemara Pasifik, bekerja dengan menyebabkan mikrotubulus dan mereka dapat membelah diri. Karena medikasi ini sering menyebabkan leukopenia, pasien juga harus minum G-CSF (faktor granulosit koloni stimulating). Taxol merupakan kontraindikasi pada pasien dengan hipersensitivitas terhadap medikasi yang terdapat dalam minyak kastor polioksietilat dan pada pasien dengan neutropenia daasar. Efek jantung yang merugikan juga berkaitan dengan Taxol, sehingga preparat ini tidak dianjurkan pada pasien dengan gangguan jantung. Hipotensi, dispnea, angioedema, dan urtikaria merupakan reaksi hebat yang biasanya terjadi segera setelah dosis pertama dan kedua diberikan. Perawat harus menyiapkan diri dengan tindakan profilaktik. Pasien harus disiapkan untuk mengalami kerontokan rambut yang tidak dapat dihindari.
Dua preparat yang juga sedang dalam percobaan klinis G-CSF, yang memungkinkan kemoterapi dosis ultra-tinggi, dan kamptotesin, yang menghambat replikasi DNA. Medikasi lain termasuk heksametilamin (sedang dalam penelitian untuk digunakan sendiri dan dalam kombinasi dengan preparat lain), sulofenur, progestin, tamoksifen, dan analog GnRh. Rekayasa genetik dan identifikasi gen kanker dapat membuat terapi gen sebagai kemungkinan di masa mendatang.
Setelah terapi tambahan diselesaikan, laparotomi dilakukan pada beberapa pusat klinik untuk mengevaluasi hasil pengobatan dan untuk mendapat sampel jaringan multipel untuk biopsi. Kadang, kateter dipasang jika preparat radioaktif akan digunakan pascaoperatif. Kemoterapi adalahbentuk pengobatan yang paling umum pada penyakit yang telah lanjut. Infus sisplatin intraperitoneal mungkin diberikan melalui kateter Tenckoff atau Port-acath.
2. Penatalaksanaan Keperawatan
Setelah data lain dikaji dan dievaluasi, tindakan keperawatan termasuk yang berhubungan dengan berbagai rencana perawatan pasien, bisa pembedahan, radiasi, kemoterapi, atau paliasi. Dukungan emosional, tindakan menyamankan, dan informasi, ditambah perhatian dan kasih sayang merupakan bantuan yang bermakna bagi pasien dan keluarganya.
Pasien yang menjalani bedah pelvis untuk mengangkat tumor diamati dan diobati seperti pasien lain yang menjalani bedah abdomen. Jika kanker ovarium terjadi pada wanita yang berusia muda dan tumor yang dideritanya adalah unilateral, maka tumor tersebut akan diangkat. Kehamilan, bila diinginkan, dianjurkan dalam waktu dekat. Setelah melahirkan, bedah re-eksplorasi dapat dilakukan dan ovarium yang tersisa diangkat. Jika kedua ovariu terkena, maka dilakukan pembedahan dan kemoteraoi mengikuti pembedahan.
Jika pengobatan pasien mencakup instilasi 32P dan preparat kemoterapeutik lainnya, perawat harus mengubah posisi pasien dengan sering untuk memastikan pendistribusian menyeluruh dari obat dalam rongga peritoneal. Tempat pemasangan kateter harus diobservasi terhadap adanya infeksi, demikian juga dengan tempat port tertanam yang digunakan untuk memberikan preparat ini.
Sisplatin digunakan dengan sering dalam pengobatan kemoterapeutik kanker ovarium, baik sendiri maupun kombinasi dengan preparat yang lain, dan dalam pengguanaan intraperitoneal. Pasien mungkin membutuhkan tranplantasi sumsum tulang untuk mengatasi kanker ovarium.
Pasien dengan kanker ovarium lanjut dapat mengalami asites dan efusi pleural. Asuhan keperawatan dapat mencakup pemberian terapi IV untuk menghilangkan ketidakseimbangan cairan dan elektrolit, memberikan nutrisi parenteral total (NPT) agar nutrisi adekuat, memberikan perawtan pascaoperatif setelah bedah pintas intestinal untuk menghilangkan obstruksi, dan menangani selang-selang. Kondisi ini adalah kompleks dan sering membutuhkan bantuan dan dukungan dari perawat spesialis onkologi.


BAB III
ASUHAN KEPERAWATAN

a. Kasus
Ny. B ( 54 tahun ) didiagnosa menderita Ca Ovari stadium IIA. Riwayat kehamilan GP3A1. Masing – masing An. A ( laki – laki 26 tahun ),An. D ( perempuan 22 tahun ), An. H ( perempuan 18 tahun ). Suami Ny.B ( Tn.G 57 tahun ) bekerja sebagai seorang admin di sebuah perusahaan. Berdasarkan pengakuan Ny. B saudara sepupu jauhnya ada yang menderita penyakit kanker, tetapi kanker payudara. Rencanya Ny. B akan dilakukan operasi untuk mengangkat kankernya 5 hari ke depan. Ny. B mengatakan terasa sakit di perut bagian bawah kanan dengan skala nyeri 7 dan perutnya terlihat semakin membesar tampak seperti orang hamil. Klien tampak meringis menahan sakit dan tampak memegang perutnya, tampak wajah pucat dan keluar keringat. Belakangan menstruasinya tidak teratur dan sangat sedikit saat menstruasi. Klien juga mengatakan BB nya turun dari 52 kg menjadi 46 kg 2 bulan terakhir karena tidak nafsu makan.Tinggi badan klien 165 cm dan klien terlihat kurus dan kuliatnya terlihat kering. Ny. B juga mengatakan cemas dan takut pada operasi yang akan dijalaninya dan tentang penyakitnya. Setiap ada perawat yang datang di kamar, klien selalu bertanya apakah dia bisa sembuh. Klien juga tampak gelisah dan murung. Saat dilakukan pemeriksaan IMT dan TTV didapatkan hasil : IMT= BB/TB2
=46/(1,65)2=16,89
TD : 100/70 mmHg, nadi : 110x/menit, RR : 26x/menit, suhu : 37,7 0C.

b. Pengkajian
Pengkajian Keperawatan
Nama Perawat : Perawat Beni
Tanggal Pengkajian : 20 April 2011
Jam Pengkajian :08.00 WIB
Biodata :
Pasien
Nama : Ny. B
Agama : Hindu
Pendidikan : SMA
Pekerjaan : Wiraswasta
Status Pernikahan : Menikah
Alamat : Jogjakarta
Diagnosa Medis : Ca Ovarium
Penanggung Jawab
Nama : Tn. Eko
Agama : Hindu
Pendidikan : Sarjana Ekonomi
Pekerjaan : Admin di sebuah perusahaan swasta
Status Pernikahan : Menikah
Alamat : Jogjakarta
Hubungan dengan klien : Suami
1. Keluhan utama :
Klien mengeluh nyeri pada perut bagian kanan bawah.
2. Riwayat Kesehatan :
a. Riwayat Penyakit Sekarang :
Klien masuk rumah sakit dengan keluhan nyeri pada perut bagian kanan bawah, klien juga mengatakan menstruasinya tidak teratur dan sangat sedikit saat menstruasi. Berat badan klien juga turun karena klien tidak nafsu makan. Dokter mendiagnosa Ny. B menderita Ca Ovarium stadium II A.

b. Riwayat Penyakit Dahulu :
Klien mengatakan tidak pernah menderita penyakit apapun. Hanya klien sering mengeluh masuk angin dan badannya sering pegal-pegal dan capek. Biasanya klien hanya membeli obat di warung atau di apotek dengan jenis
c. Riwayat Penyakit Keluarga :
Klien mengatakan sepupunya pernah menderita kanker payudara.
3. Riwayat Obstetri
a. Riwayat Menstruasi :
1) Menarche : umur 13 tahun Siklus : teratur ( x ) tidak ( )
2) Banyaknya : Lamanya : 5 hari
3) HPHT : Keluhan :nyeri saat hari 1-3 menstruasi
4. Riwayat Keluarga Berencana
a. Melaksanakan KB : ( x ) ya ( ) tidak
b. Bila ya jenis kontrasepsi apa yang digunakan : IUD
c. Sejak kapan menggunakan kontrasepsi : 4 tahun yang lalu
d. Masalah yang terjadi :
5. Riwayat Kesehatan
a. Penyakit yang pernah dialami oleh ibu : tidak ada
b. Pengobatan yang didapat : tidak ada
c. Riwayat Penyakit Keluarga :
( ) Penyakit Diabetes Mellitus
( ) Penyakit Jantung
( ) Penyakit Hipertensi
( x ) Penyakit lainnya : sebutkan : sepupunya pernah menderita kanker payudara








6. Genogram










Keterangan :

= Laki – laki

= Prempuan

= Klien

= Menderita kanker payudara



7. Basic Promoting Physiology of Health
a. Aktivitas dan latihan
Klien mengatakan aktivitas yang klien kerjakan sebatas aktivitas yang ringan saja, misalnya menyapu halaman dan membersihkan rumah. Untuk mengangkat benda berat klien mengeluh semakin nyeri.
b. Tidur dan istirahat
Sejak mengeluh nyeri pada abdomennya klien mengatakan sering terbangun saat tidur karena nyeri yang dirasakannya.
c. Kenyamanan dan nyeri
Klien mengatakan nyeri yang dirasakannya sangat mengganggu. Saat dilakukanpengkajian nyeri didapatkan :
P : saat klien beraktivitas
Q : nyeri yang dirasakan klien seperti ditusuk-tusuk dan nyeri terasa seperti ditekan dan panas
R : abdomen
S : skala nyeri 7
T : sekitar 15 menit
d. Nutrisi
Sejak mengeluh nyeri pada abdomennya klien mengatakan nafsu makannya kurang. Klien sangat suka mengkonsumsi goreng-gorengan dan makanan yang dibakar, klien juga suka mengkonsumsi minuman bersoda.
A: antopometri (BB : 46kg, TB;165cm, LILA : , IMT;16,89,)
B: Biokimia (px Lab àHb :11g/dl , Ht : 45% , Albumin : 2,5g/dl)
C: Clinis (penampilan klien : klien terlihat lemah)
D: Diet (klien makan bubur dengan tinggi kalori dan tinggi protein)
e. Cairan, elektrolit dan asam basa.
Klien mengatakan dalam sehari klien hanya minum sekitar 6 gelas perhari dengan ukuran gelas belimbing ( 200cc ).
Minum 6 gelas/hari = 6x200 = 1200 ml
Infus 500cc/7 jam = 7x500 = 3500 ml
Air metabolisme = 5/kg BB/hari = 5x46 = 230 ml
Intake = 1200+3500+230 = 4930
Urine = 3x300 = 900ml/hari
Feses = 100ml/hari
IWL = 15/kgBB/hari = 15x46 = 690 ml
IWL = IWL+200 (suhu sekarang – 370C) = 690+200 + (37,7-37)= 890,7
Output = 900+100+890,7 = 1890,7
BC = Intake – Output
= 4930 – 1890,7
= +3039,3 ml
pH = 7,4
f. Oksigenasi
Klien tidak mengeluh sesak nafas dan masalah lain yang berhubungan dengan pernafasan.
g. Eliminasi fekal/bowel
Klien BAB normal dalam sehari 1X, klien mengatakan jarang sekali menderita diare. Tetapi klien mengatakan akhir-akhir ini klien sering konstipasi.
h. Eliminasi urin
Klien tidak mengalami masalah pada saat BAK , hanya saja akhir-akhir ini saat BAK klien merasa agak nyeri.
i. Sensori, persepsi dan kognitif
Klien tidak mengalami gangguan persepsi sensori. Kllien juga tidak menggunakan alat bantu peenglihatan dan alat bantu untuk berjalan. Pendengaran klien masih normal dan tidak mengalami gangguan. Penciuman klien masih normal.
8. Pemeriksaan Fisik
a. Keadaan umum pasien tampak lemah. Pemeriksaan TTV didapatkan hasil :
TD : 100/70 mmHg, nadi : 110x/menit, RR : 26x/menit, suhu : 37,7 0C.
b. Pemeriksaan kepala : bentuk kepala klien simetris, tidak terdapat lesi, tidak ada hematom, rambut klien bersih tidak rontok.
Pemeriksaan muka : bentuk muka klien simetris, muka klien nampak pucat dan berkeringat, tidak ada lesi pada muka klien. Sklera klien berwarna putih bersih, terdapat sekret pada mata, konjungtiva anemis.Hidung klien simetris, tidak ada septum deviasi, tidak ada lesi juga tidak ada epistaksis, tidak ada polip. Pada pemeriksaan bibir klien didapatkan bibir klien kering, tidak ada stomatitis. Pada telinga klien bentuknya simetris, telinga klien sedikit kotor.
c. Pemeriksaan leher ,tidak terdapat pembesaran pada kelenjar thyroid, tidak ada kaku kuduk, reflek menelan baik, dan saat dilakukan pengukuran JVP didapatkan nilai 2 yang berarti tidak ada pelebaran JVP
d. Pemeriksaan dada : saat dilakukan insfeksi bentuk dada,bentuk dada normal, saat dilakukan palpasi vokal fremitus getaran nya sama antara kanan dan kiri, saat dilakukan pemeriksaan pengembangan paru normal, pada pemeriksaan Auskultasi paru mendapatkan bunyi bronkountuk mengetahui suara nafas. Pada jantung yang perlu dikaji adalah palpasi pulsasi katup teraba kuat, katup pulmonal teraba kuat, katup trikuspidalis teraba kuat, iktus kordis teraba kuat. Auskultasi bunyi jantung S1 S2 normal.
e. Pemeriksaan abdomen :
1.1. Inspeksi : abdomen klien asites dan teraba keras.
1.2. Auskultasi : karakter, lokasi & frekuensi peristaltik usus, suara Bruit : bunyi aorta, arteri renal, arteri iliaka.
1.3. Palpasi : untuk mengkaji ukuran hepar, lien & ginjal, kaji nyeri tekan.
1.4. Perkusi : Kaji jenis & lokasi bunyiàtympani (normal pd usus) hypertimpani (kembung), menentukan batas hepar.
f. Pada Genetalia klien warnanya sama dengan warna kulit,tidak terdapat lesi pada vulva, ada cairan abnormal pada genitalia klien. Pada palpasi tidak terdapat nyeri.
g. Rectum klien normal ditandai dengan kulit di sekitar rektum tidak terdapat kemereahan ataupun lesi. Saat dilakukan palpasi tidak terasa nyeri.
h. Pengkajian ekstremitas: tonus klien lemah, klien tidak bertenaga.
9. Psiko sosio budaya Dan Spiritual :
Pengkajian psiko sosio budaya dan spiritual :
Psikologis : klien mengatakan cemas, klien juga takut terhadap penyakitnya bisa sembuh atau tidak.
Sosial : kehidupan sosial sehari-hari dengan tetangganya baik. Klien juga mengikuti arisan di lingkungan tempat tinggalnya.
Budaya : Klien menganut Bali yang sangat kuat, walaupun dirinya sekarang tinggal di Jawa.
Spiritual : Klien mengatakan bahwa dirinya seorang pemeluk Hindu yang taat. Klien rajin melaksanakan perintah untuk beribadah.
10. Pemeriksaan Penunjang :
a. USG : perut dan panggul menunjukkan massa ovarium dan ascites.
b. Rontgen thorax : didapatkan efusi pleura
c. Pemeriksaan laboratorium : Hb :11g/dl , Ht : 45% , Albumin : 2,5g/dl
d. Pemeriksaan serum CA 125 : 50 U/L ( normal : 35 U/L)
11. Terapi Medis :
Cairan IV : terpasang infuse RL
Obat peroral: Asam mefenamat 500mg per oral.

c. Analisa Data
No. DATA FOKUS ETIOLOGI PROBLEM
1. Do:
- Klien tampak meringis menahan sakit dan tampak memegang perutnya
- Klien terlihat pucat dan mengeluarkan keringat
- Perut klien terlihat semakin membesar tampak seperti orang hamil
- TTV  TD : 100/70 mmHg, nadi : 110x/menit, RR : 26x/menit, suhu : 37,7 0C.
Ds: - klien mengatakan terasa sakit di perut bagian bawah kanan
- skala nyeri klien 7 Agen Injury Biologi Nyeri
2. Do:
- klien terlihat kurus dan kulitnya terlihat kering
- IMT= BB/TB2
=46/(1,65)2=16,89
Ds:
- klien mengatakan BB nya turun dari 52 kg menjadi 46 kg 2 bulan terakhir karena tidak nafsu makan Ketidak mampuan untuk mencerna makanan Nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh
3. Do:
- Klien tampak gelisah dan murung.
- TTV: TD : 100/70 mmHg, nadi : 110x/menit, RR : 26x/menit, suhu : 37,7 0C.
DS:
- Klien mengatakan cemas dan takut pada operasi yang akan dijalaninya
- Setiap ada perawat yang datang di kamar, klien selalu bertanya apakah dia bisa sembuh. Status kesehatan Cemas

d. Prioritas Diagnosa
1. Nyeri b.d Agen Injury Biologi ditandai dengan Klien tampak meringis menahan sakit dan tampak memegang perutnya, klien terlihat pucat dan mengeluarkan keringat, Perut klien terlihat semakin membesar tampak seperti orang hamil,TTV: TD : 100/70 mmHg, nadi : 110x/menit, RR : 26x/menit, suhu : 37,7 0C. Klien mengatakan terasa sakit di perut bagian bawah kanan , skala nyeri klien 7 .
2. Nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b.d Ketidak mampuan untuk mencerna makanan ditandai dengan klien terlihat kurus dan kulitnya terlihat kering IMT=BB/TB2=46/(1,65)2=16,89 ,klien mengatakan BB nya turun dari 52 kg menjadi 46 kg 2 bulan terakhir karena tidak nafsu makan
3. Cemas b.d Status kesehatan ditandai dengan klien tampak gelisah dan murung. TTV TD : 100/70 mmHg, nadi : 110x/menit, RR : 26x/menit, suhu : 37,7 0C. Klien mengatakan cemas dan takut pada operasi yang akan dijalaninya. Setiap ada perawat yang datang di kamar, klien selalu bertanya apakah dia bisa sembuh. 

e. Rencana (Intervensi)
No. Diagnosa Tujuan dan KH Intervensi Rasionalisasi Paraf
1. Nyeri b.d Agen Injury Biologi ditandai dengan , klien terlihat meringis, klien terlihat memegang perut saat merasakan kesakitan, klien terlihat pucat dan mengeluarkan keringat, perut klien terlihat semakin membesar tampak seperti orang hamil,TTV: TD : 100/70 mmHg, nadi : 110x/menit, RR : 26x/menit, suhu : 37,7 0C. klien mengatakan terasa sakit di perut bagian bawah kanan , skala nyeri klien 7 .
Setelah dilakukan tindakan keperawatan kepada Ny. B selama 1x24 jam diharapkan :
1. Nyeri yang dirasakan klien berkurang
2. Skala nyeri berkurang dari 7 menjadi 5
3. Ekspresi wajah klien rileks
4. Klien menyampaikan kepada perawat tentang perubahan rasa nyeri yang dirasakan
5. TTV dalam batas normal, yaitu TD : 110/70-120/80mmHg, nadi : 60-100x/mnt, RR : 16-24x/mnt, suhu : 36,5-37,50C 1. Observasi KU dan ukur TTV




2. Lakukan pengkajian nyeri secara komprehensif (meliputi skala, durasi, frekuensi, faktor pencetus, faktor yang meringankan, intensitas)
3. Ajarkan teknik relaksasi dengan nafas dalam atau masase
4. Berikan respon positif saat klien mengungkapkan nyerinya


5. Berikan posisi yang nyaman pada klien

6. Anjurkan pada klien untuk banyak istirahat



7. Kolaborasi dengan ahli farmasi untuk pemberian analgesik ( asam mefenamat 500mg per oral ) 1. Untuk mengetahui perubahan status nyeri yang dirasakan klien dan memantau adanya perubahan TTV
2. Untuk memberikan manajemen nyeri yang tepat pada klien






3. Agar klien merasa rileks dan tidak tegang sehingga nyerinya berkurang
4. Agar klien merasa leluasa untuk mengungkapkan nyerinya sehingga perawat bisa mengkaji nyerinya
5. Agar klien bisa beristirahat dengan nyaman

6. Dengan istirahat maka akan mengurangi aktivitas klien yang bisa menambah nyerinya
7. Dengan pemberian asam mefenamat akan mengurangi nyeri yang dirasakan klien
2. Nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b.d Ketidak mampuan untuk mencerna makanan ditandai dengan klien terlihat kurus dan kulitnya terlihat kering IMT=BB/TB2=46/(1,65)2=16,89 ,klien mengatakan BB nya turun dari 52 kg menjadi 46 kg 2 bulan terakhir karena tidak nafsu makan
Setelah dilakukan tindakan keperawatan kepada Ny. B selama 3x24 jam, diharapkan :
1. Klien dapat bertamabah nafsu makannya
2. Berat badan klien bisa bertambah 0,5 kg
3. Kulit klien terlihat segar
4. Klien bersedia mengikuti saran perawat untuk makan 1. Observasi KU





2. Ukur berat badan setiap 2x sehari ( sesudah makan pagi dan sore )


3. Anjurkan kepada klien untuk menghabiskan makanan yang disediakan
4. Kaji makanan kesukaan klien



5. Ajarkan kepada keluarga untuk selalu menyediakan makanan yang bergizi kepada klien
6. Berikan informasi kepada klien dan keluarga tentang pentingnya makanan bergizi bagi tubuh


7. Kolaborasi dengan ahli gizi untuk pemberian makanan yang sesuai untuk klien 1. Untuk mengetahui keadaan umum klien yang berpengaruh terhadap status kesehatan
2. Untuk mengetahui kenaikan berat badan klien yang menunjukkan keberhasilan tindakan
3. Agar kebutuhan nutrisi klien terpenuhi


4. Agar klien tertarik untuk menghabiskan makanan yang telah disediakan
5. Untuk memenuhi kebutuhan gizi klien





6. Agar klien dan keluarga klien mengerti makanan yang layak diberikan kepada klien ataupun anggota keluarga yang lain
7. Untuk memberikan nutrisi yang sesuai untuk kondisi klien saat ini
3. Cemas b.d Status kesehatan ditandai dengan klien tampak gelisah dan murung. TTV TD : 100/70 mmHg, nadi : 110x/menit, RR : 26x/menit, suhu : 37,7 0C. Klien mengatakan cemas dan takut pada operasi yang akan dijalaninya. Setiap ada perawat yang datang di kamar, klien selalu bertanya apakah dia bisa sembuh. Setelah dilakukan tindakan keperawatan kepada Ny. B selama 3x24 jam, diharapkan :
1. Kecemasan yang dirasakan klien berkurang
2. Ekspresi wajah klien rileks
3. Intensitas klien menanyakan tentang keadaannya berkurang
4. Klien mau mengikuti tindakan medis yang akan dijalankan
5. TTV dalam batas normal  TD : 110/70-120/80 mmHg, nadi : 60-100x/menit, RR : 16-24x/menit, suhu : 36,5-37,50C 1. Observasi KU


2. Kaji TTV

3. Kaji tingkat kecemasan yang dirasakan klien
4. Berikan kesempatan kepada klien untuk menungkapkan rasa cemasnya
5. Sarankan klien untuk menggunakan terapi alternatif (tarik nafas dalam, distraksi, guided imagery)
6. Berkan dorongan pada klien




7. Beritahu keluarga agar selalu berada di samping klien dan member dukungan pada klien 1. Mengetahui keadaan umum klien
2. Untuk mengkaji tanda-tanda vital
3. Untuk menentukan tingkat kecemasan klien
4. Untuk meringankan beban klien




5. Mengurangi cemas yang dialami klien





6. Untuk mengungkapkan pikirannya dan perasaan klien untuk menetralisasi cemas.
7. Agar klien tidak merasa kesepian dan terhibur sehingga klien tidak merasa cemas
f. Implementasi
Hari I
No.Dx Waktu Implementasi Evaluasi Paraf
1. Senin, 20 April 2011
07.00 WIB






07.30 WIB





07.45 WIB





08.00 WIB








09.00 WIB





09.45 WIB









10.00 WIB

1. Mengobservasi KU dan mengukur TTV
S : klien mengatakan bersedia dilakukan pengukuran TTV
O : TTV klien TD : 100/70 mmHg, nadi : 106x/menit, RR : 24x/menit, suhu : 37,750C
2. Memberikan posisi yang nyaman pada klien dengan posisi supinasi
S : klien merasa nyaman dengan posisi supinasi
O : klien terlihat nyaman dengan posisi supinasi
3. Melakukan pengkajian nyeri secara komprehensif
S : klien mengatakan perutnya masih terasa nyeri, skala nyeri 5
O : klien terlihat kesakitan dan memegangi perutnya
4. Mengajarkan teknik relaksasi (nafas dalam dan masase) untuk meringankan nyeri
S : klien bersedia mengikuti instruksi perawat untuk melakukan relaksasi dengan nafas dalam dan masase
O : klien tampak sungguh-sungguh mengikuti relaksasi seperti yang diajarkan perawat.
5. Menganjurkan klien untuk banyak istirahat
S : klien mengatakan susah untuk tidur
O : klien tampak gelisah saat akan tidur menahan nyeri
6. Memberikan respon positif pada klien saat klien mengungkapkan nyerinya
S : klien mengatakan masih merasa nyeri
O : perawat memberikan respon positif dengan selalu memberikan dukungan dan memberikan kenyamanan

7. Memberikan analgesic (asam mefenamat 500mg per oral)
S : klien meminum obat yang diberikan perawat
O :
S : klien mengatakan mash merasa nyeri, skala nyeri 6
O : klien tampak merintih menahan nyeri
A : tujuan belum tercapai
P : intervensi 1,2,3,4,5,6,7 dilanjutkan

Juan
2 20 April 2011
07.00 WIB


07.35 WIB




07.45 WIB





07.55 WIB






08.15 WIB






08.45 WIB







09.30 WIB





1. Mengobservasi KU
S : -
O : klien terlihat lemah
2. Mengukur BB klien
S : -
O : BB klien belum ada peningkatan yang mencolok dan masih pada angka 46 kg
3. Menganjurkan kepada klien untuk menghabiskan makanan yang disediakan rumah sakit
S : klien mengatakan tidak ada nafsu makan
O: klien terlihat menolak
4. Mengkaji makanan yang disukai klien
S : klien mengatakan bahwa makanan kesukaannya yang berlemak dan sejenis makanan bakar
O : klien tampak antusias saat ditanya makanan kesukaannya
5. Mengajarkan kepada keluarga klien untuk selalu memberikan makanan yang bergizi kepada klien
S : -
O : keluarga klien tampak memahami apa yang diajarkan perawat
6. Memberikan informasi kepada klien dan keluarga tentang pentingnya makanan bergizi bagi tubuh
S : klien mengatakan paham tentang pentingnya makanan bergizi untuk tubuh
O : klien tampak serius mendengarkan penjelasan perawat
7. Memberikan makanan yang bernutrisi pada klien
S : klien menolak untuk makan
O : klien diberi makanan jenis bubur dengan protein tinggi tetapi rendah lemak
S : klien mengatakan nafsu makannya belum pulih
O : klien tampak malas saat perawat menyuruh untuk menghabiskan makanannya, BB klien : 46 kg
A : tujuan belum tercapai
P : intervensi 1,2,3,4,5,6,7 dilanjutkan

3. 24/4/2011
07.00 WIB


07.15 WIB


07.30 WIB





08.00 WIB





09.00 WIB





09.15 WIB







09.30 WIB

1. Mengobservasi KU
S : -
O : klien tampak lemah dan gelisah
2. Mengkaji TTV
S : -
O : didapatkan TD
3. Mengkaji tingkat kecemasan yang dirasakan klien
S : klien mengatakan masih merasa cemas
O : klien terlihat gelisah dan kadang terlihat melamun
4. Memberikan kesempatan kepada klien untuk menungkapkan rasa cemasnya
S : klien mengatakan sangat cemas akan dilakukan tindakan operasi
O : klien masih tampak gelisah
5. Menyarankan klien untuk menggunakan terapi alternatif dengan tekhnik distraksi
S : klien mengatakan belum bersedia melakukan terapi alternative distraksi
O : klien tampak menolak
6. Memberikan dorongan pada klien
S : klien mengatakan cemas jika operasinya gagal dan penyakitnya semakin parah
O : perawat memberikan penjelasan pada klien dank lien tampak menerimanya tetapi masih terlihat bingung dan gelisah
7. Memberitahu keluarga agar selalu berada di samping klien dan selalu member dukungan pada klien
S : keluarga klien bersedia untuk selalu menemani klien
O : keluarga tampak setia di samping klien
S : klien mengatakan dirinya masih merasa cemas dengan penyakitnya karena akan dilakukan operasi
O : klien tampak gelisah dan sering terlihat melamun
A : tujuan belum tercapai
P : intervensi 1,2,3,4,5,6,7 dilanjutkan



BAB IV
PEMBAHASAN

Ca ovarium adalah suatu suatu kanker yang belum diketahui penyebabnya.Kanker Ovarium sering ditemukan wanita yang berumur 50-70 tahun. Penyebaran suatu kanker ovarium bisa menyebar kebagian yang lain, seperti daerah panggul dan perut melalui getah bening dan melalui peredaran darah untuk menuju kehati dan paru-paru. Gejala yang paling khas dari Ca Ovarium adalah Meigs Syndrome yaitu trias gejala yang menyertai tumor ovarium jinak dengan ascites dan efusi pleura yang ada setelah reseksi tumor tersebut.
Terapi dari kanker ovarium tergantung dari stadium dari penyakit, tipe penyakit (primer atau rekuren ), terapi pilihan, dan kondisi tubuh.
1. Kanker Ovarium atipikal
Kanker atipikal ini memiliki sifat yang berbeda dari kanker ganas ovarium tipe lainnya. Biasa terdapat pada wanita usia 40 tahun (keganasan pada usia 60 tahun). 20% stadium dini dapat menyebar ke intraabdomen (perut) dan memerlukan terapi operasi. Pasien kanker atipikal ovarium dengan stadium dini yang masih ingin mempertahankan kesuburannya dapat melakukan unilateral salpingo-oophorectomi (operasi pengangkatan indung telur yang mengandung kanker)
2. Stadium dini kanker ovarium
Stadium dini kanker ovarium adalah stadium I dan II. Terapi yang dapat dilakukan pada stadium ini adalah operasi (total abdominal histerektomi, bilateral salpingo-oophorektomi), kemoterapi (pada kasus dengan angka kesembuhan rendah, diberikan setelah operasi), dan radiasi
3. Stadium Lanjut kanker ovarium
Stadium ini selalu membutuhkan terapi operasi yang optimal diikuti kemoterapi setelah operasi untuk meningkatkan kemampuan bertahan hidup. Radiasi seluruh bagian perut (whole abdominal radiation) dapat menjadi alternatif dari kemoterapi
4. Kanker ovarium yang kambuh
Pasien dengan kanker ovarium yang kambuh adalah kandidat untuk dilakukan operasi yang kedua kalinya dengan kemoterapi menggunakan agen yang berbeda. Terapi hormonal juga dapat digunakan. Terapi yang masih dalam penelitian adalah terapi stem sel, imunoterapi menggunakan interferon, dan terapi genetik.
Pengobatan ovarium tergantung dari stadiumnya dan stadium kanker ovarium baru bisa ditentukan setelah dilakukan operasi ( ”Staging Laparotomy” ). Sebagian besar kanker ovarium memerlukan pengobatan dengan kemoterapi. Hanya kanker ovarium stadium awal saja ( stadium 1-A dan I-B dengan derajat diferensiasi sel yang baik/ sedang ) yang tidak memerlukan lebih dari satu jenis kemoterapi (kombinasi) untuk mendapatkan hasil pengobatan yang baik. Kemoterapi umumnya diberikan sebanyak 6 seri dengan interval 3 – 4 minggu sekali dengan melakukan pemantauan terhadap efek samping kemoterapi secara berkala terhdap sumsum tulang, fungsi hati, fungsi ginjal, sistem saluran cerna, sistem saraf dan sistem kardiovaskuler. Kadang-kadang kemoterapi lini pertama tidak memberikan respon terhadap penyakit sehingga diganti dengan kemoterapi lini kedua dengan konsekwensi biaya yang lebih tinggi.
Walaupun penanganan dan pengobatan kanker ovarium telah dilakukan dengan prosedur yang benar namun hasil pengobatanya sampai dengan saat ini belum mengembirakan termasuk pengobatan termasuk pengobatan yang dilakukan di pusat kanker terkemuka di dunia sekalipun. Angka kelangsungan hidup 5 tahun ( ” 5 Years survival rate ” ) penderita kanker ovarium stadium lanjut hanya kira-kira 20-30%, sedangkan sebagian besar penderita ( 60-70% ditemukan dalam keadaan stadium lanjut sehingga penyakit ini disebut juga dengan ” silent killer ”


BAB V
PENUTUP
a. Kesimpulan
1. Definisi
Kanker Indung telur atau Kanker ovarium adalah tumor ganas pada ovarium (indung telur) yang paling sering ditemukan pada wanita berusia 50 – 70 tahun. Kanker ovarium bisa menyebar ke bagian lain, panggul, dan perut melalui sistem getah bening dan melalui sistem pembuluh darah menyebar ke hati dan paru-paru. Kanker ovarium sangat sulit didiagnosa dan kemungkinan kanker ovarium ini merupakan awal dari banyak kanker primer. (Wingo, 1995)

2. Epidemiologi
Kanker ovarium adalah kanker yang membuat frustasi bagi pasien dan pemberi pelayanan kesehatan karena awitannya yang tersembunyi dan tidak adanya gejala peringatan adalah penyeab mengapa penyakit ini telah mencapai tahap lanjut ketika didiagnosa. Kejadian merupakan penyebab kematian utama di antara malignan si ginekologis. Penyakit ini mempunyai angka kejadian sekitar 13,8 wanita per 100.000. Sayang sekali, sekitar 75% dari kasus dideteksi pada tahap lanjut. Amatlah sulit untuk mendiagnosa dan adalah unik sehingga kemungkinan kondisi ini merupakan awal dari banyak kanker primer dan mungkin menjadi tempat metastase dari kanker lainnya. Kondisi ini membawa angka kematian 14.500 setiap tahunnya dan merupakan penyebab prevalen keenam dari kematian akibat kanker pada wanita ( Wingo et. al. , 1995 ). Sebagian kasus mengenai wanita usia 50 – 59 tahun. Insidens tertingginya adala di negara – negara industri, kecuali Jepang yang insidennya paling rendah.
Wanita dengan kanker ovarium mempunyai resiko mengidap kanker payudara tiga sampai empat kali lipat dan wanita dengan kanker payudara mempunyai resiko yang meningkat terhadap kanker ovarium. Tidak ada faktor penyebab definitif yang telah ditetapkan, tetapi kontraseptif oral tampak memberikan efek protektif. Hereditas dapat berperan dalam menimbulkan penyakit ini, dan banyak dokter menyarankan pemeriksaan pelvis bimanual bagi wanita yang mempunyai satu atau dua orang saudara dengan kanker ovarium. Meskipun dengan pemeriksaan yangn cermat, tumor ovarium biasanya terdapat jauh di dalam dan sulit untuk dideteksi. Belum ada skrinng dini yang tersedia saat ini, meskipun penanda tumor sedang dalam penelitian. Sonogram transvaginal dan pengujian antigen Ca-125 sangat membantu pada mereka yang beresiko tinggi untuk mengalami kondisi ini. Akhir – akhir ini, antigen yang berkaitan dengan tumor membantu dalam perawatn tindak lanjut setelah didiagnosis dan pengobatan, tetapi tidak pada skrining umum dini.
Faktor – faktor resiko termasuk diet tinggi lemak, merokok, alkohol, penggunaan bedak talk perineal, riwayat kanker payudara, kanker kolon, kanker endometrium, dan riwayat keluarga dengan kanker payudara atau ovarium. Nulipara, infertilitas, dan tak-ovulasi adalah faktor – faktor resiko. Angka kelangungan hidup tergantung pada tahap mana kanker didiagnosis.
Lebih dari 80% kanker ovarium epitelial ditemukan pada wanita pascamenopause. Usia 62 tahun adalah usia di mana kanker ovarium epitelial paling sering ditemui. Kanker ovarium epitelial jarang ditemukan pada usia kurang dari 45 tahun. Pada wanita premenopause hanya 7% tumor ovarium epitelial yang ganas.
Di RSCM Jakarta antara tahun 1989-1992 ditemukan 1.726 kasus kanker ginekologi, di antaranya 13,6% adalah kanker ovarium. Umumnya (72%) adalah kanker ovarium epitelial yang datang dalam stadium lanjut, sedangkan stadium I-II (42,5%). Mortalitas karena kanker ovarium adalah 22,6% dari 327 kematian kanker ginekologi.

3. Anatomi Fisiologi
Organ reproduksi wanita mulai dari dibagi menjadi dua, yaitu alat kelamin luar dan alat kelamin dalam.
3. Genitalia Luar
Alat genitalia luar terdiri dari :
3.1. Tunduns (mons veneris). Bagian yang menonjol meliputi simphisis yang terdiri dari jaringan lemak, area ini mulai ditumbuhi rambut halus pada masa pubertas.
3.2. Labia mayora (bibir besar). Dua lipatan dari kulit di antara kedua paha, banyak mengandung urat syaraf.
3.3. Labia minora (bibir kecil). Berada sebelah dalam labia mayora.
3.4. Klitoris (klentit). Sebuah jaringan ikat erektil kecil kira-kira sebesar kacang hijau yang dapat mengeras dan tegang (erektil) yang mengandung urat syaraf.
3.5. Vestibulum (serambi). Merupakan rongga yang berada di antara bibir kecil (labia minora), muka belakang dibatasi oleh klitoris dan perineum, dalam vestibulum terdapat muara-muara dari: Liang senggama (introitus vagina), uretra, kelenjar Bartolin, kelenjar skene kiri dan kanan.
3.6. Himen (selaput dara). Lapisan tipis yang menutupi sebagian besar dari liang senggama, di tengahnya berlubang supaya kotoran menstruasi dapat mengalir keluar, letaknya di mulut vagina. Bagian ini bentuknya berbeda-beda ada yang seperti bulan sabit, konsistensi ada yang kaku dan ada yang lunak, lubangnya ada yang seujung jari, ada yang dapat dilalui satu jari.
3.7. Perineum (kerampang). Terletak di antara vulva dan anus, panjangnya lebih kurang 4 cm.
4. Genitalia Dalam
Suatu alat reproduksi yang berada di dalam yang tidak dapat dilihat kecuali dengan jalan pembedahan. Alat genitalia depan terdiri dari :
1.5. Vagina (liang kemaluan). Tabung yang dilapisi mambran dari jenis epitelium bergaris khusus, dialiri banyak pembuluh darah dan serabut syaraf. Panjangnya dari vestibulum sampai uterus 7,5 cm. Bagian ini merupakan penghubung antara introitus vagina dan uterus. Dinding depan liang senggama (vagina) 9 cm, lebih pendek dari dinding belakang. Pada puncak vagina menonjol leher rahim (serviks uteri) yang disebut porsio. Bentuk vagina bagian dalam berlipat-lipat disebut rugae.
1.6. Uterus (rahim). Organ yang tebal, berotot dan berbentuk buah pir, terletak di dalam pelvis antara rektum di belakang dan kandung kemih di depan, ototnya disebut miometrium. Uterus terapung di dalam pelvis dengan jaringan ikat dan ligamen. Panjang uterus ±7,5 cm, lebar 5 cm, tebal 2,5 cm, berat 50 g. Pada rahim wanita dewasa yang belum pernah menikah (bersalin) panjang uterus adalah 5-8 cm dan beratnya 30-60 g. Uterus terdiri dari :
d. Fundus uteri (dasar rahim). Bagian uterus yang terletak antara kedua pangkal sauran telur.
e. Korpus uteri. Bagian uterus yang terbesar pada kehamilan, bagian ini berfungsi sebagai tempat janin berkembang. Rongga yang terdapat pada korpus uteri disebut kavum uteri atau rongga rahim.
f. Serviks uteri. Ujung serviks yang menuju puncak vagina disebut porsio, hubungan antara kavum uteri dan kanalis servikalis disebut ostium uteri internum.
Dinding uterus terdiri dari :
d. Endometrium (epitel, kelenjar, jaringan dan pembuluh darah), merupakan lapisan dalam uterus yang mempunyai arti penting dalam siklus haid. Seorang wanita pada masa reproduksi, pada kehamilan endometrium akan menebal, pembuluh darah bertambah abnaykyang diperlukan untuk memberi makanan pada janin.
e. Miometrium (lapisan otot polos), tersusun sedemikian rupa sehingga dapat mendorong isinya keluar pada waktu persalinan. Sesudah plasenta lahir akan mebgalami pengecilan samapai ke ukuran normal sebelumnya.
f. Lapisan serosa (peritoneum viseral), terdiri atas ligamentum yang menguatkan uterus, yaitu :
vi. Ligamentum kardinale kiri dan kanan, mencegah supaya uterus tidak turun.
vii. Ligamentum sakrouteri kiri dan kanan, menahan uterus supaya tidak banyak bergerak.
viii. Ligamentum rotundun kiri dan kanan, menahan uterus agar tetap dalam keadaan antefleksi.
ix. Ligamnetum latum kiri dan kanan, ligamentum yang meliputi tuba.
x. Ligamnetum infundibulo pelvikum, ligamen yang menahan tuba falopii.
Fungsi uterus untuk menahan ovum yang telah dibuahi selama perkembanagn, ovum yang telah keluar dari ovarium dihantarkan melalui tuba uterina ke uterus. Pembuahan ovum secara normal terjadi di dalam tuba uterina, endometrium disiapkan untuk menerima ovum yang telah dibuahi dan ovum tertanam dalam endometrium. Pada waktu hamil uterus bertambah besar, dindingnya menjadi tipis tetapi kuat dan besar sampai keluar pelvis masuk ke dalam rongga abdomen pada masa pertumbuhan janin. Pada saat melahirkan uterus berkontraksi mendorong bayi dan plasenta keluar.
1.7. Ovarium merupakan kelenjar berbentuk buah kenari terletak di kiri dan kanan uterus di bawah tuba uterina dan terikat di sebelah belakang oleh ligamentum latum uterus. Setiap bulan sebuah folikel berkembang dan sebuah ovum dilepaskan pada saat pertengahan (hari ke-14) siklus menstruasi. Ovulasi yaitu pematangan folikel Graaf dan mengeluarkan ovum. Bila folikel Graaf robek maka terjadi perdarahan yang kemudian terjadi penggumpalan darah pada ruang folikel. Ovarium mempunyai tiga fungsi :
d. Memproduksi ovum
e. Memproduksi hormn estrogen
f. Memproduksi progesteron
Ovarium disebut juga indung telur. Di dalam ovarium ini terdapat jaringan bulbus dan jaringan tubulus yang menghasilkan telur (ovum) dan ovarium ini hanya terdapat pada wanita, letaknya di dalam pelvis sebelah kir-kanan uterus, membentuk, mengembangkan serta melepaskan ovum, dan menimbulkan sifat-sifat kewanitaan. Misalnya, pelvis yang membesar, timbulnya siklus menstruasi. Bentuknya bulat telur, beratnya 5-6 g. Bagian dalam ovarium disebut medula ovari dibuat dari jaringan ikat. Jaringan yang banyak mengandung kapiler darah dan serabut kapiler syaraf. Bagian dalam bernama korteks ovari, terdiri dari folikel-folikel yaitu kantong-kanting kecil yang berdinding epitelium dan berisi ovum.
Kelenjar ovarika terdapat pada wanita terletak pada ovarium d samping kiri dan kanan uterus, menghasilkan hormon progesteron dan esterogen. Hormon ini dapat mempengaruhi kerja dan menentukan sifat-sifat kewanitaan. Misalnya panggul yang besar, panggul sempit, dan lain-lain.
Siklus menstruasi. Perubahan terjadi di dalam ovarium danuterus selama masa menstruasi berlangsung kira-kira 5 hari. Selama masa ini epitelium permukaan dinding uterus terlepas dan terjadi sedikit perdarahan. Masa setelah menstruasi adalah masa perbaikan dan pertumbuhan yang berlangsung sembilan hari ketika selaput terlepas untuk diperbaharui, tahap ini dikendalikan oleh esterogen. Sedangkan pengendalian esterogen dikendalikan oleh FSH (Follicle Stimulating Hormone) terjasi pada hari ke-14, kemudian disusul 14 hari tahap sekretorik yang dikendalikan oleh progesteron.
1.8. Tuba falopii. Berjalan ke arah lateral kiri dan kanan. Panjang kira-kira 12 cm diameter3-8 mm. Tuba falopii terdiri atas :
f. Pars interstitialis, bagian yang terdapat di dindnig uterus.
g. Pars ismika/ismus, merupakan bagian medial tuba yang sempit seluruhnya.
h. Pars ampularis, bagian yang berbentuk saluran leher tempat konsepsi agak lebar.
i. Infundibulum, bagian ujung tuba ynah terbuka ke arah abdomen dan mempunyai umbai yang disebut fimbria untuk menangkap telur kemudian menyalurkan telur ke dalam tuba.
Fungsi tuba uterina mengantarkan ovum dari ovarium ke uterus, menyediakan tempat untuk pembuahan. Ovum yang dibuahi dalam saluran tuba ini menimbulkan kehamilan ektopik, karena ovum tidak dapat bergerak terus maka ovum tertanam dalam tempat yang abnormal, hal ini bisa berlangsung 8-10 minggu.


4. Stadium
Stadium kanker ovarium primer menurut FIGO (Federation InternationalofGinecologies and Obstetricians ) 1987, adalah :
STADIUM I  Pertumbuhan terbatas pada ovarium
1. Stadium 1a : pertumbuhan terbatas pada suatu ovarium, tidak ada asietas yang berisi sel ganas, tidak ada pertumbuhan di permukaan luar, kapsul utuh.
2. Stadium 1b : pertumbuhan terbatas pada kedua ovarium, tidak asietas, berisi sel ganas, tidak ada tumor di permukaan luar, kapsul intak.
3. Stadium 1c : tumor dengan stadium 1a dan 1b tetapi ada tumor dipermukaan luar atau kedua ovarium atau kapsul pecah atau dengan asietas berisi sel ganas atau dengan bilasan peritoneum positif.
STADIUM II  Pertumbuhan pada satu atau dua ovarium dengan perluasan ke panggul
4. Stadium 2a : perluasan atau metastasis ke uterus dan atau tuba
5. Stadium 2b : perluasan jaringan pelvis lainnya
6. Stadium 2c : tumor stadium 2a dan 2b tetapi pada tumor dengan permukaan satu atau kedua ovarium, kapsul pecah atau dengan asitas yang mengandung sel ganas dengan bilasan peritoneum positif.
STADIUM III  Tumor mengenai satu atau kedua ovarium dengan implant di peritoneum di luar pelvis dan atau retroperitoneal positif. Tumor terbatas dalam pelvis kecil tetapi sel histologi terbukti meluas ke usus besar atau omentum.
4. Stadium 3a : tumor terbatas di pelvis kecil dengan kelenjar getah bening negatif tetapi secara histologi dan dikonfirmasi secara mikroskopis terdapat adanya pertumbuhan (seeding) dipermukaan peritoneum abdominal.
5. Stadium 3b : tumor mengenai satu atau kedua ovarium dengan implant dipermukaan peritoneum dan terbukti secara mikroskopis, diameter melebihi 2 cm, dan kelenjar getah bening negativ.
6. Stadium 3c : implant di abdoment dengan diameter > 2 cm dan atau kelenjar getah bening retroperitoneal atau inguinal positif.
STADIUM IV  pertumbuhan mengenai satu atau kedua ovarium dengan metastasis jauh. Bila efusi pleura dan hasil sitologinya positif dalam stadium 4, begitu juga metastasis ke permukaan liver.


5. Etiologi
Penyebab kanker ovarium belum diketahui secara pasti. Akan tetapi banyak teori yang menjelaskan tentang etiologi kanker ovarium, diantaranya:
Ada beberapa teori yang mencoba menjelaskan atiologi kanker ovarium. Berikut ini akan diuraikan beberapa teori tentang etiologi tersebut.
1. Hipotesis Incessant Ovulation
Teori ini pertama kali diperkenalkan oleh Fathalla pada tahun 1972, yang menyatakan bahwa pada saat terjadi ovulasi, terjadi kerusakan pada sel-sel epitel ovarium. Untuk penyembuhan luka yang sempurna diperlukan waktu. Jika sebelum penyembuhan tercapai terjadi lagi ovulasi atau trauma baru, proses penyembuhan akan terganggu dan kacau sehingga dapat menimbulkan proses transformasi menjadi sel – sel tumor.
2. Hipotesis Gonadotropin
Teori ini didasarkan pada pengetahuan hasil percobaan binatang pada data epidemiologi. Hormon hipofisa diperlukan untuk perkembangan tumor ovarium pada beberapa percobaan pada binatang rodentia. Pada percobaan ini ditemukan bahwa jika kadar hormon esterogen rendah di sirkulasi perifer, kadar hormon gonadotropin akan mengikat. Peningkatan kadar hormon goonadotropin ini ternyata berhubungan dengan makin bertambah bsarnya tumor ovarium pada binatang tersebut.
Kelenjar ovarium yang telah terpapar pada zat karsiogenik dimetil benzzatrene ( DMBA ) akan terjadi tumor ovarium jika ditransplantasikan pada tikus yang telah dioovorektomi, Tetapi tidak menjadi tumor jiak tikus tersebut telah dihipofisektomi.
Jika ovarium yang telah diardiassi ( hormonally inactivated ) ditransplantasikan ke rodentia dengan ovarium yang makin normal, tumor ovarium tidak terbentuk. Akan tetapi, jika ditransplantasikan pada rodentia yang telah dioovorektomi, tumor ovarium akan terbentuk.
Berkurangnya resiko ca ovarium pada wanita multipara dan wanita pemakai pil kontrasepsi dapat diterangkan dengan rendahnya kadar gonadotropin pada dua kelompok ini.
3. Hipotesis Androgen
Teori ini pertama kali dikemuukakan oleh Risch pada tahun 1998 yang mengatakan bahwa androgen mempunyai peran penting dalam terbentuknya kanker ovarium. Teori ini didasarkan pada bukti bahwa epitel ovarium mengandung reseptor androgen. Epitel ovarium selalu terpapar pada androgenik sterid yang berasal dari ovarium itu sendiri dan kelenjar adrenal seperti androstenedion, dehidroepiandrosteron, dan testosteron. Dalam percobaan invitro androgen dapat menstimulasi pertumbuhan epitel ovarium normal dan juga sel – sel kanker ovarium epitel dalam kultur sel.
Dalam penelitian epidemiologi yang ditemukan tingginya kadar androgrn (androstenedion, dehidrosepiandrosteron) dalam darah wanita penderita kanker ovarium. Penderita sindroma polikistik ovarium yang kadar esterogennya tiinggi ternyata pada penelitian kohort mempunyai resiko yang tinggi untuk mengalami kanker ovarium.
Jadi, berdasarkan hipotesis ini menurunnya resiko terjadinya kanker ovarium pada wanita yang memakai pil kontrasepsi dapat dijelaskan yaitu dengan terjadinya penekanan kadar androgen.
4. Hipotesisi Progesteron
Berbeda dengan efek peningkatan resiko kaanker ovarium oleh androgen, progesteron ternyata memiliki peranan protektif terhadap terjadinya kanker ovarium. Epitel normal ovarium mengandung reseptor progesteron.
Penelitian pada ayam gallus domesticus menemukan 3-year incidence terjadinya kanker ovarium secara spontan pada 24% ayam yang berusia lebih dari dua tahun. Dengan pemberian makanan yang mengandung pil kontrasepsi ternyata menurunkan insiden terjadinya kanker ovarium. Penurunan insiden ini ternyata makin banyak jika ayam tersebut hanya diberikan progesteron.
Percobaan pada kera macaque, progesteron menginduksi terjadinya apoptosis sel epitel ovarium, sedangkan esterogen menghambatnya
Pemberian pil yang mengandung esterogen saja pada wanita pasca menopause akan meningkatkan terjadinya resiko kanker ovarium, sedangkan pemberian kombinasi dengan progesteron akan menurunkan resikonya. Kehamilan, dimana kadar progesteron tinggi, menurunkan kanker ovarium. Pil kontrasepsi kombinasi menurunkan resiko terjadinya kanker ovarium. Demikian juga yang hanya mengandung progesteron yang menekan ovulasi juga menurunkan resiko kanker ovarium. Akan tetapi, pemakaian depo medroksiprogesteron asetat ternyata tidak menurunkan resiko terjadinya kanker ovarium.
5. Paritas
Penelitian menunjukkan bahwa wanita dengan paritas tinggi memiliki resiko terjadinya kanker ovarium yang lebih renda dari pada nulipara,yaitu dengan resiko relatif 0,7.pada wanita yang mengalami 4 atau lebih kehamilan anterm,resiko terjadinya kanker ovarium berkurang sebesar 40% dibandingkan dengan wanita nulipara.
6. Pil Kontrasepsi
Penelitian dari center of disease control menemukan penurunan resiko terjadinya kanker ovarium sebesar 40% pada wanita usia 20-54 tahun yang memakai pil kontrasepsi ,yaitu dengan rsiko relatif 0,6.
Penelitian lain melaporkan juga bahwa pemakaian pil kontrasepsi selama 1 tahun menurunkan resiko sampai 11%,sedangkan pemakaian sampai 5 tahun menurunkan resiko sampai 50.penurunan resiko semakin nyata dengan semakin lama pemakaiannya.
7. Talk
Pemakaian talk(bydrous magnesium silicate)pada daerah perinium dilaporkan meningkatkan resiko terjadinya kanker ovarium dengan resiko relatif 1,9%.akan tetapi, penelitian prospektif yang mencangkup kohort 78.000 wanita ternyata tidak mendukung teori diatas . Meskipun 40% kohort melaporkan pernah memakai talk, hanya sekitar 15% yang memakainya setip hari. Resiko relatif terkena kanker ovarium pada yang pernah memakai talk tidak meningkat (RR 1,1). Demikian juga bagi yang selalu memakainya.
8. Ligasi Tuba
Pengikatan tuba ternya menurunkan resiko terjadinya kaanker ovarium dengan resiko relatif 0,3. Mekanisme terjadinya efek protektif ini diduga dengan terputusnya akses talk atau karsinogen lainnya dengan ovarium.
9. Terapi hormon pengganti pada masa menopause
Pemakaian terapi hormon pengganti pada masa menopause (Menopausal Hormone Therapy = MHT) dengan esterogen saja selama 10 tahun meningkatkan resiko relatif 2,2. Sementara itu, jika masa pemakaian MHT selama 20 tahun atau lebih, resiko relatif meningkat menjadi 3,2. Pemakaian MHT dengan esterogen yang kemudian diikuti dengan pemberian progestin, ternyata masih menunjukkan meningkatnya resiko relatif menjadi 1,5.
Oleh karena itu, MHT, khususnya dengan esterogen saja, secara nyata meningkatkan resiko relatif terkena kanker ovarium. Pemakaian MHT dengan kombinasi esterogen dan progestin, meskipun lebih aman dati MHT dengan esterogen saja, untuk jangka panjang tidak dianjurkan lagi sebagai salah satu terapi suportif bagi wanita yang telah menopause.
10. Obat – obat yang meningkatkan kesuburan
Obat – obat yang meningkatkan fertilitas seperti klomifen sitrat, yang diberikan secara oral, dan obat – obat gonadotropin yang diberikan dengan suntikan seperti Follicle stimulating hormone (FSH), kombinasi FSH dengan Luteinizing bormone (LH), akan menginduksi terjadinya ovulasi atau multipel ovulasi.
Menurut hipotesis incessant ovulation dan hipotesis gonadotropin, pemakaian obat penyubur ini jelas akan meningkatkan resiko relatif terjadinya kanker ovarium. Pemakaian klomifen sitrat yang lebih dari 12 siklus akan meningkatkan resiko relatif menjadi 11. Kanker ovarium yang terjadi adalah kanker ovarium jenis borderline.
11. Faktor herediter
a. Riwayat keluarga dengan kanker ovarium
Dari studi metanalisis pada tahun 1988 ditemukan resiko relatif yang meningkat dan berbeda pada anggota keluarga lapis pertama. Ibu dari penderita kanker ovarium resiko relatifnya 1,1, saudara perempuan relatifnya 3,8, anak dari penderita kanker ovarium resiko relatifnya 6.
b. BRCA gen dan kanker ovarium
Antara 5%-10% kanker ovarium dianggap bersifat herediter. Kelompok kanker ovarium ini termasuk dalam sindroma hereditary breast and ovarial cancer (HBOC) dan disebabkan oleh terjadinya mutasi di gen BRCA1 dan BRCA2. Gen BRCA1 adalah suatu gen yang terletak di kromosom 17q12-21, sedangkan BRCA2 terletak di kromosom 13q12. Wanita dengan gen BRCA1 yang telah bermutasi, mempunyai resiko terkena kanker ovarium sebesar 40%-60%, dan resiko terkena kanker payudara sebesarr hampir 90%. Resiko terkena kanker tuba falopii juga meningkat 50-120 kali jika dibandingkan dengan wanita yang bukan carrier/pembawa sifat gen BRCA1. Resiko untuk menderita kanker peritonium primer juga meningkat dengan resiko relatif 45.
Gen lain yang berkaitan dengan kanker ovarium adalah gen BRCA2 yang terletak pada kromosom 13q12. Resiko untuk menderita kanker ovarium pada wanita pembawa gen BRCA2 yang telah bermutasi lebih rendah daripada resiko pembawa gen BRCA1 yang bermutasi, yaitu 16%-27%. Kanker ovarium pada pembawa gen BRCA1 dan BRCA2 yang telah bermutasi terjadi pada usia 51,2 tahun dan 57,5 tahun.
c. Gen mismatch DNA repair
Kanker ovarium juga merupakan bagian dari sindroma hereditary nonpolyposis colorectak cancer (HNPCC). HNPCC adalah suatu kelainan yang disebabkan oleh autosomal dominant disorder yang berkaitan dengan kerusakan gen yang bertanggung jawab atas terjadinya reparasi yang tidak normal dari DNA. Meskipun HNPCC terutama berkaitan dengan terjadinya kanker kolon pada usia yang lebih muda, HNPCC ini ternyata juga ditandai dengan meningkatnya resiko sejumlah kanker ekstrakolon seperti kanker endometrium , kanker ovarium, kanker lambung, kanker usus halus, dan kanker traktus urinarius. Resiko terjadinya kanker ovarium pada usia 70 tahun pada penderita HNPCC adalah 12%, lebih tinggi dari masyarakat umum yang resikonya hanya 1,4%.
Meskipun resikonya tidak setinggi resiko penderita dengan mutasi gen BRCA1 dan BRCA2, resiko terjadinya kanker ovarium pada kelompok ini masih 8-9 kali lebih besar dari resiko pada masyarakat umum.

b. Saran
Mahasiswa keperawatan diharapkan dapat meningkatkan pengetahuannya tentang”CA OVARY” dan mampu membuat asuhan keperawatan pada pasien yang menderita ca ovari dengan baik dan benar.


DAFTAR PUSTAKA

Aziz Farid. M dkk. 2006 . Buku Acuan Nasional Onkologi Ginekologi.ed.1. Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo. Jakarta.
Suddarth and Brunner. 2001. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah. Ed. 8. EGC. Jakarta.
Drs.H. Syaifuddin, AMK. Anatomi Fisiologi untuk Mahasiswa Keperawatan. Ed.3. 2006. EGC. Jakarta.
Sumarwati Made,S.Kp,MN,dkk.,DIAGNOSA KEPERAWATAN, Defenisi dan Klarifikasi. 2009-2010. Jakarta:EGC,2010
Mclane.M Audrey dkk.DIAGNOSA KEPERAWATAN,1994:Jakarta
http://www.news-medical.net/health/Ovarian-Cancer-Diagnosis-Prevention-%28Indonesian%29.aspx
http://emedicine.medscape.com/article/255771-overview
http://apotikhabbatussauda.multiply.com/journal/item/1105

1 komentar: