Jumat, 08 Juli 2011

Penyakit Asmatikus

BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Secara umum Status Asmatikus adalah penyakit asma yang berat disebabkan oleh peningkatan respon dari trachea dan bronkus terhadap bermacam –macam stimuli yang ditandai dengan penyempitan bronkus atau bronkhiolus dan sekresi yang berlebih – lebihan dari kelenjar – kelenjar di mukosa bronchus. Hal tersebut dikarenakan adanya faktor yang mempengaruhi, baik dari faktor ekstrinsik dan instrinsik.
Di dalam Faktor Ekstrinsik memperlihatkan Asma yang timbul karena reaksi hipersensitivitas yang disebabkan oleh adanya IgE yang bereaksi terhadap antigen yang terdapat di udara ( antigen – inhalasi ), seperti debu rumah, serbuk – serbuk dan bulu binatang, sedangkan pada faktor instrinsik nya memperlihatkan bahwa asma timbul akibat infeksi baik itu virus, bakteri dan jamur, cuaca iritan, bahan kimia, emosional, dan aktifitas yang berlebihan. Penyakit asma ini berlangsung dalam beberapa jam sampai beberapa hari, yang tidak memberikan perbaikan pada pengobatan yang lazim. Status asmatikus merupakan kedaruratan yang dapat berakibat kematian.
Asma diklasifikasikan sebagai penyakit, intermiten reversibel, obstruktif dari paru-paru. Ini adalah berkembang masalah kesehatan di Amerika Serikat, dengan sekitar 20 juta orang terkena dampak.
Dalam 20 tahun terakhir, jumlah anak dengan asma telah meningkat nyata, dan tidak terkemuka serius penyakit kronis pada anak-anak. Sayangnya, sekitar 75% anak dengan asma terus memiliki masalah kronis di masa dewasa. Jumlah kematian setiap tahunnya dari asma telah meningkat lebih dari 100% sejak tahun 1979 di Amerika Serikat.
Asma adalah penyakit saluran udara yang ditandai oleh peradangan saluran napas dan hyperreactivity (Meningkat tanggap terhadap berbagai pemicu). Hyper-reaktivitas mengarah ke saluran napas karena onset akut kejang otot pada otot polos dari tracheobronchial obstruksi pohon, sehingga mengarah ke lumen menyempit. Selain kejang otot, terdapat pembengkakan mukosa, yang menyebabkan edema. Terakhir, kelenjar lendir peningkatan jumlah, hipertrofi, dan mengeluarkan lendir tebal.
Pada asma, kapasitas total paru (TLC), kapasitas residu fungsional (FRC), dan sisa volume (RV) meningkat, tetapi tanda penyumbatan saluran napas adalah pengurangan rasio paksa expiratory volume dalam 1 detik (FEV1) dan FEV1 dengan kapasitas vital paksa (FVC). Meskipun asma dapat disebabkan oleh infeksi (khususnya virus) dan iritasi dihirup, hal itu sering terjadi
hasil reaksi alergi.
Sebuah alergen (antigen) diperkenalkan untuk tubuh, dan kepekaan seperti antibodi imunoglobulin E (IgE) terbentuk. LgE antibodi mengikat untuk sel mast jaringan dan basofil di mukosa bronkiolus, jaringan paru-paru, dan nasofaring. Antigen-antibodi reaksi melepaskan zat mediator primer seperti histamin dan zat bereaksi lambat dari anaphylaxis (SRS-A) dan lain-lain. Ini menyebabkan mediator kontraksi kelancaran otot dan edema jaringan. Selain itu, sel goblet mengeluarkan lendir tebal ke saluran udara yang menyebabkan obstruksi. Asma intrinsik hasil dari semua penyebab lain kecuali alergi, seperti infeksi (Khususnya virus), menghirup iritasi, dan penyebab lainnya atau etiologi. The parasimpatis sistem saraf menjadi terangsang, yang meningkatkan nada bronchomotor, mengakibatkan bronkokonstriksi.

B. Tujuan
1. Tujuan Umum
Setelah mempelajari makalah ini mahasiswa Keperawatan A6.1 Universitas Respati yogyakarta dapat mengetahui tentang penyakit asma tikus dan asuhan keperawatan terhadap klien dengan penyakit asmatikus.

2. Tujuan Khusus
a. Mahasiswa dapat mengetahui definisi penyakit asmatikus
b. Mahasiswa dapat mengetahui etiologi penyakit asmatikus
c. Mahasiswa dapat mengetahui tanda dan gejala penyakit asmatikus
d. Mahasiswa dapat mengetahui patofisiologi penyakit asmatikus
e. Mahasiswa dapat mengetahui pathway penyakit asmatikus
f. Mahasiswa dapat mengetahui Penatalaksanaan dan asuhan keperawatan penyakit asmatikus













BAB II
TINJAUAN TEORI
A. Definisi
Asthma adalah suatu gangguan yang komplek dari bronkial yang dikarakteristikan oleh periode bronkospasme (kontraksi spasme yang lama pada jalan nafas). (Polaski : 1996).

Asthma adalah gangguan pada jalan nafas bronkial yang dikateristikan dengan bronkospasme yang reversibel. (Joyce M. Black : 1996).

Asthma adalah penyakit jalan nafas obstruktif intermiten, reversibel dimana trakea dan bronkhi berespon secara hiperaktif terhadap stimulasi tertentu. (Smelzer Suzanne : 2001).
Asmatikus adalah Suatu serangan asma yang berat, berlangsung dalam beberapa jam sampai beberapa hari, yang tidak memberikan perbaikan pada pengobatan yang lazim.
Status asmatikus merupakan kedaruratan yang dapat berakibat kematian, oleh karena itu :
a. Apabila terjadi serangan, harus ditanggulangi secara tepat dan diutamakan terhadap usaha menanggulangi sumbatan saluran pernapasan.
b. Keadaan tersebut harus dicegah dengan memperhatikan faktor-faktor yang merangsang timbulnya serangan (debu, serbuk, makanan tertentu, infeksi saluran napas, stress emosi, obat-obatan tertentu seperti aspirin, dan lain-lain).

Status asmatikus adalah asma yang berat dan persisten yang tidak berespons terhadap terapi konvensional. Serangan dapat berlangsung lebih dari 24 jam. Infeksi, ansietas, penggunaan tranquiliser berlebihan, penyalahgunaan nebulizer, dehidrasi, peningkatan blok adrenergic, dan iritan nonspesifik dapat menunjang episode ini. Epidsode akut mungkin dicetuskan oleh hipersensitivitas terhadap penisilin.

Status asmatikus adalah suatu keadaan darurat medic berupa seranganasam berat kemudian bertambah berat yang refrakter bila serangan 1 – 2 jam pemberian obat untuk serangan asma akut seperti adrenalin subkutan, aminofilin intravena, atau antagonis tidak ada perbaikan atau malah memburuk.

B. Etiologi
1. Faktor Ekstrinsik
Asma yang timbul karena reaksi hipersensitivitas yang disebabkan oleh adanya IgE yang bereaksi terhadap antigen yang terdapat di udara (antigen – inhalasi ), seperti debu rumah, serbuk – serbuk dan bulu binatang.
2. Faktor Intrinsik
a. Infeksi :
- virus yang menyebabkan ialah para influenza virus, respiratory syncytial virus (RSV)
- bakteri, misalnya pertusis dan streptokokkus
- jamur, misalnya aspergillus
3. Cuaca :
perubahan tekanan udara, suhu udara, angin dan kelembaban dihubungkan dengan percepatan.
4. Iritan bahan kimia, minyak wangi, asap rokok, polutan udara.
5. Emosional : takut, cemas dan tegang.
6. Aktifitas yang berlebihan, misalnya berlari.

C. MANIFESTASI KLINIK
1. Wheezing
2. Dyspnea dengan lama ekspirasi, penggunaan otot- otot asesori pernapasan
3. Pernapasan cuping hidung
4. Batuk kering ( tidak produktif) karena secret kental dan lumen jalan napas sempit
5. Diaphoresis
6. Sianosis
7. Nyeri abdomen karena terlibatnya otot abdomen dalam pernapasan
8. Kecemasan, labil dan penurunan tingkat kesadarn
9. Tidak toleran terhadap aktifitas : makan, bermain, berjalan, bahkan bicara

D. PATHOFISIOLOGI
Asma ditandai dengan kontraksi spastic dari otot polos bronkhiolus yang menyebabkan sukar bernapas. Penyebab yang umum adalah hipersensitivitas bronkhiolus terhadap benda-benda asing di udara. Reaksi yang timbul pada asma tipe alergi diduga terjadi dengan cara sebagai berikut : seorang yang alergi mempunyai kecenderungan untuk membentuk sejumlah antibody Ig E abnormal dalam jumlah besar dan antibodi ini menyebabkan reaksi alergi bila reaksi dengan antigen spesifikasinya. (Tanjung, 2003) Pada asma, antibody ini terutama melekat pada sel mast yang terdapat pada interstisial paru yang berhubungan erat dengan brokhiolus dan bronkhus kecil. Bila seseorang menghirup alergen maka antibody Ig E orang tersebut meningkat, alergen bereaksi dengan antibodi yang telah terlekat pada sel mast dan menyebabkan sel ini akan mengeluarkan berbagai macam zat, diantaranya histamin, zat anafilaksis yang bereaksi lambat (yang merupakan leukotrient), faktor kemotaktik eosinofilik dan bradikinin.
Efek gabungan dari semua faktor - faktor ini akan menghasilkan edema lokal pada dinding bronkhioulus kecil maupun sekresi mucus yang kental dalam lumen bronkhioulus dan spasme otot polos bronkhiolus sehingga menyebabkan tahanan saluran napas menjadi sangat meningkat. (Tanjung, 2003) Pada asma, diameter bronkiolus lebih berkurang selama ekspirasi daripada selama inspirasi karena peningkatan tekanan dalam paru selama eksirasi paksa menekan bagian luar bronkiolus. Karena bronkiolus sudah tersumbat sebagian, maka sumbatan selanjutnya adalah akibat dari tekanan eksternal yang menimbulkan obstruksi berat terutama selama ekspirasi. Pada penderita asma biasanya dapat melakukan inspirasi dengan baik dan adekuat, tetapi sekali-kali melakukan ekspirasi. Hal ini menyebabkan dispnea. Kapasitas residu fungsional dan volume residu paru menjadi sangat meningkat selama serangan asma akibat kesukaran mengeluarkan udara ekspirasi dari paru. Hal ini bisa menyebabkan barrel chest. (Tanjung, 2003)
a. Pencetus serangan (alergen, emosi/stress, obat-obatan, infeksi)
b. Kontraksi otot polos
c. Edema mukusa
d. Hipersekresi
e. Penyempitan saluran pernapasan (obstruksi)
f. Hipoventilasi
g. distribusi ventilasi tak merata dengan sirkulasi darah paru
h. Gangguan difusi gas di alveoli
i. Hipoxemia
j. Hiperkarpia

E. Pathway
Telampir.

F. Pemeriksaan Penunjang
A. Pemeriksaan Laboratorium Pemeriksaan sputum Pemeriksaan sputum pada penderita asma akan didapati :
a. Pemeriksaan sputum
Pemeriksaan sputum dilakukan untuk melihat adanya:
1. Kristal-kristal charcot leyden yang merupakan degranulasi dari Kristal eosinopil.
2. Spiral curshmann, yakni yang merupakan cast cell (sel cetakan) dari cabang bronkus.
3. Creole yang merupakan fragmen dari epitel bronkus.
4. Netrofil dan eosinopil yang terdapat pada sputum, umumnya bersifat mukoid dengan viskositas yang tinggi dan kadang terdapat mucus plug.

b. Pemeriksaan darah
1. Analisa gas darah pada umumnya normal akan tetapi dapat pula terjadi hipoksemia, hiperkapnia, atau asidosis.
2. Kadang pada darah terdapat peningkatan dari SGOT dan LDH.
3. Hiponatremia dan kadar leukosit kadang-kadang di atas 15.000/mm3 dimana menandakan terdapatnya suatu infeksi.
4. Pada pemeriksaan faktor-faktor alergi terjadi peningkatan dari Ig E pada waktu serangan dan menurun pada waktu bebas dari serangan.

B. Pemeriksaan Radiologi
Gambaran radiologi pada asma pada umumnya normal. Pada waktu serangan menunjukan gambaran hiperinflasi pada paru-paru yakni radiolusen yang bertambah dan peleburan rongga intercostalis, serta diafragma yang menurun.
Akan tetapi bila terdapat komplikasi, maka kelainan yang didapat adalah sebagai berikut:
a. Bila disertai dengan bronkitis, maka bercak-bercak di hilus akan bertambah.
b. Bila terdapat komplikasi empisema (COPD), maka gambaran radiolusen akan semakin bertambah.
c. Bila terdapat komplikasi, maka terdapat gambaran infiltrate pada paru.
d. Dapat pula menimbulkan gambaran atelektasis lokal.
e. Bila terjadi pneumonia mediastinum, pneumotoraks, dan pneumoperikardium, maka dapat dilihat bentuk gambaran radiolusen pada paru-paru.
C. Pemeriksaan tes kulit
Dilakukan untuk mencari faktor alergi dengan berbagai alergen yang dapat menimbulkan reaksi yang positif pada asma.

D. Elektrokardiografi
Gambaran elektrokardiografi yang terjadi selama serangan dapat dibagi menjadi 3 bagian, dan disesuaikan dengan gambaran yang terjadi pada empisema paru yaitu :
a. perubahan aksis jantung, yakni pada umumnya terjadi right axis deviasi dan clock wise rotation.
b. Terdapatnya tanda-tanda hipertropi otot jantung, yakni terdapatnya RBB (Right bundle branch block).
c. Tanda-tanda hopoksemia, yakni terdapatnya sinus tachycardia, SVES, dan VES atau terjadinya depresi segmen ST negative.

E. Scanning paru
Dengan scanning paru melalui inhalasi dapat dipelajari bahwa redistribusi udara selama serangan asma tidak menyeluruh pada paru-paru.

F. Spirometri
Untuk menunjukkan adanya obstruksi jalan nafas reversible, cara yang paling cepat dan sederhana diagnosis asma adalah melihat respon pengobatan dengan bronkodilator. Pemeriksaan spirometer dilakukan sebelum dan sesudah pamberian bronkodilator aerosol (inhaler atau nebulizer) golongan adrenergik. Peningkatan FEV1 atau FVC sebanyak lebih dari 20% menunjukkan diagnosis asma. Tidak adanya respon aerosol bronkodilator lebih dari 20%. Pemeriksaan spirometri tidak saja penting untuk menegakkan diagnosis tetapi juga penting untuk menilai berat obstruksi dan efek pengobatan. Benyak penderita tanpa keluhan tetapi pemeriksaan spirometrinya menunjukkan obstruksi.

G. Komplikasi
Komplikasi yang ditimbulkan oleh status asmatikus adalah
a. Atelaktasis
b. Hipoksemia
c. Pneumothoraks Ventil
d. Emfisema
e. Gagal napas.

H. Penatalaksanaan Medis
Prinsip-prinsip penatalaksanaan status asmatikus adalah :
1. Diagnosis status asmatikus. Faktor penting yang harus diperhatikan : Saatnya serangan Obat-obatan yang telah diberikan (macam obatnya dan dosisnya).
2. Pemberian obat bronchodilator.
3. Penilaian terhadap perbaikan serangan
4. Pertimbangan terhadap pemberian kortikosteroid
5. Setelah serangan mereda : Cari faktor penyebab modifikasi pengobatan penunjang selanjutnya.
6. Oksigen dosis 2-4 liter/ menit

I. Konsep Asuhan Keperawatan
1. Pengkajian keperawatan
Hal-hal yang perlu dikaji pada pasien asma adalah sebagai berikut:
a. Riwayat kesehatan yang lalu:
1. Kaji riwayat pribadi atau keluarga tentang penyakit paru sebelumnya.
2. Kaji riwayat reaksi alergi atau sensitifitas terhadap zat/ faktor lingkungan.
3. Kaji riwayat pekerjaan pasien.
b. Aktivitas
1. Ketidakmampuan melakukan aktivitas karena sulit bernapas.
2. Adanya penurunan kemampuan/peningkatan kebutuhan bantuan melakukan
3. Aktivitas sehari-hari.
4. Tidur dalam posisi duduk tinggi.
C. Pernapasan
1. Dipsnea pada saat istirahat atau respon terhadap aktivitas atau latihan.
2. Napas memburuk ketika pasien berbaring terlentang ditempat tidur.
3. Menggunakan obat bantu pernapasan, misalnya: meninggikan bahu, melebarkan hidung.
4. Adanya bunyi napas mengi.
5. Adanya batuk berulang.
d. Sirkulasi
1. Adanya peningkatan tekanan darah.
2. Adanya peningkatan frekuensi jantung.
3. Warna kulit atau membran mukosa normal/ abu-abu/ sianosis.
4. Kemerahan atau berkeringat.
e. Integritas ego
1. Ansietas
2. Ketakutan
3. Peka rangsangan
4. Gelisah
f. Asupan nutrisi
1. Ketidakmampuan untuk makan karena distress pernapasan.
2. Penurunan berat badan karena anoreksia.

g. Hubungan sosial
1. Keterbatasan mobilitas fisik.
2. Susah bicara atau bicara terbata-bata.
3. Adanya ketergantungan pada orang lain.
h. Seksualitas
1. Penurunan libido

J. Diagnosa Keperawatan
1. Ketidakefektifan bersihan jalan napas yang berhubungan dengan adanya bronkhokonstriksi, bronkhospasme, edema mukosa dan dinding bronkus, serta sekresi mucus yang kental.
2. Resiko tinggi ketidakefektifan pola napas yang berhubungan dengan penignkatan kerja pernapasan, hipoksemia, dan ancaman gagal napas.
3. Gangguan pertukaran gas yang berhubungan dengan serangan asma menetap.
4. Gangguan pemenuhan nutrisi: kurang dari kebutuhan tubuh yang berhubungan dengan penurunan nafsu makan.
5. Gangguan ADL yang berhubungan dengan kelemahan fisik umum, keletihan.
6. Cemas yang berhubugan dengan adanya ancaman kematian yang dibayangkan (ketidakmampuan untuk bernapas).

7. Kurangnya pengetahuan yang berhubungan dengan informasi tidak adekuat mengenai proses penyakit dan pengobatan.
K. Rencana Intervensi
1. Ketidakefektifan bersihan jalan napas tidak efektif yang berhubungan dengan bronkhokontriksi, bronkhospasme, edema mukosa dan dinding bronkus, serta sekresi mucus yang kental.
Tujuan dalam waktu 3x24 jam setelah diberikan intervensi kebersihan jalan napas kembali efektif.
Kriteria evaluasi :
a. Dapat mendemonstrasikan batuk efektif
b. Dapat menyatakan strategi untuk menurunkan kekentalan sekresi
c. Tidak ada suara napas tambahan dan wheezing (-).
d. Pernapasan klien normal (16-20x/menit) tanpa ada penggunaan otot bantu napas.
Rencana Intervensi :
a. Kaji warna, kekentalan, dan jumlah sputum
Rasional : Karakteristik sputum dapat menunjukkan berat ringannya obstruksi.
b. Atur posisi semifowler
Rasional : Meningkatkan ekspansi dada
c. Ajarkan cara batuk efektif
Rasional : Batuk yang terkontrol dan efektif dapat memudahkan keluarnya secret yang melekat di jalan napas.
d. Bantu klien latihan napas dalam
Rasional : Ventilasi maksimal membuka lumen jalan napas dan meningkatkan gerakan secret ke dalam jalan napas besar untuk dikeluarkan
e. Pertahankan intake cairan sedikitnya 2500ml/hari kecuali tidak diindikasikan
Rasional : Hidrasi yang adekuat membantu mengencerkan secret dan mengefektifkan pembersihan jalan napas.
f. Lakukan fisioterapi dada dengan teknik postural drainase, perkusi, dan fibrasi dada.
Rasional : Fisioterapi dada merupakan strategi untuk mengeluarkan secret.
g. Kolaborasi pemberian obat
Bronkodilator golongan B2
1.1. Nebulizer (via inhalasi) dengan golongan terbutaline 0,25mg, fenoterol HBr 0,1% Solution, orciprenaline sulfur 0,75mg.
Rasional : Pemberian bronkodilator via ihalasi akan langsung menuju area bronkus yang mengalami spasme sehingga lebih cepat berdilatasi.
1.2. Intravena dengan golongan theophyline ethilenediamine (Aminofilin) bolus IV 5-6 mg.
Rasional : Pemberian secara intravena merupakan usaha pemeliharaan agar dilatasi jalan napas dapat optimal.
h. Agen mukolitik dan ekspektorant
Agen mukolitik menurunkan kekentalan dan perlengketan secret paru untuk memudahkan pembersihan.
Agen ekspektoran akan memudahkan secret lepas dari perlengketan ajaln napas.

i. Kortikosteroid.
Rasional : Kortikosteroid berguna pada keterlibatan luas dengan hipoksemia dan menurunkan reaksi inflamasi akibat edema mukosa dan dinding bronchus.















BAB III
ASUHAN KEPERAWATAN
A. KASUS
Nn.B 18 thn ,Agama Islam,dan nama walinya adalah Tn. Eko. Masuk kerumah sakit pada tanggal 27 april 2011klien masuk melalui poliklinik penyakit dalam , dengan keluhan sesak napas , saat dilakukan pemeriksaan, Nn. B mengeluh sesak pada saat ia bernapas, batuk kering dan nyeri pada dada dan abdomen. Klien juga mengatakan lemah,lemas dan hanya bias berbaring saja karena susah bernapas jika beraktifitas, aktivitas sehari hari klien di bantu oleh keluarganya. Skala nyeri klien adalah 5 . Klien mengatakan 3 tahun yang lalu pernah, ia pernah dirawat di rumah sakit dengan sakit yang sama, dan dokter saat itu mengatakan bahwa dia sakit asma. Nn.B tampak lelah, dan nmengatakan adanya alergi pada debu, dan sangat rentan kena asma pada udara malam.ny. N Menggunakan otot bantu pernapasan, tampak adanya pernapasan cuping hidung. Pada saat pengkajian klien tampak susah bernapas dan ketika ekspirasi terdengar bunyi wheezing. Dari hasil pemeriksaan fisik klien didapatkan TD : 120/80, RR : 29 x/mnt , Nadi : 113x/mnt, klien tampak lemah dan letih, wajah klien tampak pucat. Hasil pemeriksaan radiologi paru Nn.B , didapati hiperinflasi pada parunya.
Pengkajian
Nama Perawat : Perawat Dila
Tanggal Pengkajian : 28 April 2011
Ruang Perawatan Dahlia, Rumah Sakit Respati
Jam Pengkajian : 08.00 wib
Tanggal Masuk : 27 April 2011

1. Biodata :
Pasien
Nama : Nn. B
Agama : Islam
Pendidikan : SMA
Pekerjaan : -
Status Pernikahan : Belum Menikah
Alamat : Jogjakarta
Diagnosa Medis : Status Asmatikus

Penanggung Jawab
Nama : Tn. Eko
Agama : Islam
Pendidikan : Sarjana Ekonomi
Pekerjaan : Admin di sebuah perusahaan swasta
Status Pernikahan : Menikah
Alamat : Jogjakarta
Hubungan dengan klien : Orang tua

2. Keluhan utama :
Klien mengeluh sesak napas.
3. Riwayat Kesehatan :
a. Riwayat Penyakit Sekarang :
Klien masuk rumah sakit dengan keluhan sesak napas.
b. Riwayat Penyakit Dahulu :
Klien menderita penyakit asma sejak 3 tahun yang lalu.
4. Basic Promoting physiology of Health
1. Aktivitas dan latihan
Klien sangat lemah sehingga untuk aktivitas yang berat dibantu keluarga dan aktivitas yang dikerjakan pasien hanya sebatas ringan saja, seperti membaca buku, dan menonton TV.
2. Tidur dan istirahat
Untuk istirahat klien mengatakan tidak pernah mengalami masalah, kecuali pada saat penyakitnya kambuh.
3. Kenyamanan dan nyeri
Klien mengatakan nyeri yang dirasakannya mengganggu. Saat dilakukan pengkajian nyeri didapatkan :
P : saat terkena debu dan udara malam
Q : nyeri yang dirasakan klien terus menerus
R : pada dada
S : skala nyeri 5
T : sekitar 15 menit

4. Nutrisi
Klien masuk rumah sakit dengan BB 50 kg, sebelum masuk rumah sakit nafsu makan klien baik. Sejak masuk rumah sakit, klien mengatakan nafsu makannya kurang.
5. Cairan, elektrolit dan asam
Pasien mengatakan dalam sehari minum pasien minum 6 gelas blimbing, dalam 1 gelas ukurannya 200 cc.
Minum 6 gelas sehari = 6 x 200 = 1200 ml
Infus 500 cc/6 jam = 4 x 500 cc = 2000
Air metabolisme 5/kg BB/hari=5x69=345ml
Intake=1200+2000+345=3545ml
Urin = 5 x 300= 1200 ml/hari
IWL =14/kg/hari=15 x 69= 1035ml
IWL = IWL+200 (suhu sekarang - 370C) = 1035 + 200(38 - 37) = 1235
Output=1500+100+1235=2835
BC =Intake-Output
=4545-2835
= + 1710ml
pH =7,28

6. Oksigenasi
Pada saat masuk rumah sakit klien mengalami sesak nafas dan dyspnea / sakit saat bernafas, RR karakteristik pernapasan.
7. Eliminasi fekal/bowel
Klien BAB normal dalam sehari 1X, klien mengatakan jarang sekali menderita diare.
8. Eliminasi urin
Klien BAK dengan mudah dan tidak merasa sakit saat BAK ataupun ada keluhan lain saat BAK.
9. Sensori, persepsi dan kognitif
Klien tidak mengalami gangguan persepsi sensori. Kllien juga tidak menggunakan alat bantu penglihatan dan alat bantu untuk berjalan. Pendengaran klien masih normal dan tidak mengalami gangguan. Penciuman klien masih normal.

5. Pemeriksaan Fisik
a. Keadaan umum pasien tampak lemah dan wajah tampak pucat. GCSkuanti berapa, kualinya apa??? Pemeriksaan TTV didapatkan hasil : TD : 100/70 mmHg, nadi : 110x/menit, RR : 26x/menit, suhu : 37,7 0C.
b. Pemeriksaan kepala (inspeksi, palpasi, perkusi, auskultasi): bentuk kepala klien mesochepal, tidak terdapat lesi, tidak ada hematom, rambut klien bersih tidak rontok. Pemeriksaan muka : muka klien tampak pucat, berkeringat, tidak ada lesi pada muka klien. Sklera klien berwarna putih bersih, terdapat sekret pada mata, konjunctiva anemis. Hidung klien simetris, tidak ada septum deviasi, tidak ada lesi juga tidak ada epistaksis, tidak ada polip. Pada pemeriksaan bibir klien didapatkan bibir klien kering, tidak ada stomatitis. Pada telinga klien bentuknya simetris, telinga klien sedikit kotor.
c. Pemeriksaan leher , leher klien simetris tidak ada penyimpangan, tidak ada pembesaran kelenjar tyhroid, saat dilakukan pengukuran JVP didapatkan nilai 2 cm, tidak ada kaku kuduk, tidak terjadi kesusahan dalam menelan.
d. Pemeriksaan dada dibagi jadi 2 :
a) Pulmonal /paru
- Inpeksi : bentuk tulang dada simetris, tetapi saat bernapas klien terlihat pengembangan dada yang tidak simetris.
- Palpasi : pada saat dilakukan palpasi volal fremitus dapat terasa getaran yang berat .
- Perkusi : suara perkusi yang dapat dihasilkan dari paru-paru klien terdapat pekak yang menunjukkan banyak sekret.
- Auskultasi : saat dilakukan auskultasi terdapat suara whweezing pada pernapasan klien.
b) Coroner / jantung
Auskultasi = Terdapat suara bunyi jantung yaitu S1 dan S2 yang berarti tidak ada gannguan pada jantung.
e. Pemeriksaan abdomen
1. Inspeksi : bentuk abdomen klien simetris, tidak asites ataupun kemerahan
2. Auskultasi : karakter bunyi peristaltiknya normal, frekuensi peristaltic ususnya didapatkan nilai 12x/menit masih dalam rentang normal.
3. Palpasi : saat dilakukan palpasi terdapat terdapat nyeri tekan, karena adanya pengaruh otot pada abdomen.
4. Perkusi : Kajian jenis & lokasi bunyiàtympani (normal pd usus) hypertimpani (kembung), menentukan batas hepar.
f. Pada Genetalia klien warnanya sama dengan warna kulit,tidak terdapat lesi pada vulva, Pada palpasi tidak terdapat nyeri.
g. Pengkajian ekstremitas, klien terdapat edema dan kekuatannya ototnya melemah.

B. Diagnosa Keperawatan
a) Analisa Data
No Data Fokus Etiologi Problem
1. DS : klien mengatakan sesak pada saat ia bernapas, batuk kering dan nyeri pada dada dan abdomen. adanya alergi pada debu.

DO : klien tampak susah bernapas dan ketika ekspirasi terdengar bunyi wheezing. Dari hasil pemeriksaan fisik klien didapatkan TD : 120/80, RR : 29 x/mnt , Nadi : 113x/mnt Spasme jalan napas Bersihan jalan napas tidak efektif
2. Ds: Klien mengatakan sesak pada saat bernafas,nyeri pada dada dan abdomen.

Do: Klien tampak lemah,letih, dan wajah tampak pucat.
Hasil pemeriksaan Radiologi menunjukan terjadi Hiperinflasi pada parunya .
Menggunakan otot bantu pernapasan, tampak adanya pernapasan cuping hidung
Pada TTV klien menunjukkan :
TD : 120/80.
RR : 29x/menit.
Nadi : 113x/menit. Penurun energi/kelelahan. Pola nafas tidak efektif.
3. Ds: Klien mengatakan sesak saat bernapas , batuk kering, dan nyeri pada dada dan abdomen.
Klien juga mengatakan lemah, lemas, dan hanya bisa berbaring saja karena susah bernapas saat beraktivitas.
DO : Terlihat TTV klien :
TD: 120/80, RR : 29 x/menit, dan nadi 113 x/menit.
Wajah Klien tampak pucat.
Aktivitas Sehari klien dibantu oleh kelurga Kelemahan Intoleransi Aktivitas

b) Diagnosa Prioritas
1. Bersihan jalan napas tidak efektif berhungan dengan Spasme jalan napas yang ditandai dengan klien mengatakan sesak pada saat ia bernapas, batuk kering dan nyeri pada dada dan abdomen. adanya alergi pada debu dan klien tampak susah bernapas dan ketika ekspirasi terdengar bunyi wheezing. Dari hasil pemeriksaan fisik klien didapatkan TD : 120/80, RR : 29 x/mnt , Nadi : 113x/mnt.
2. Pola napas tidak efektif berhungan dengan penurunan energi atau kelelahan ditandai dengan Klien mengatakan sesak pada saat bernafas,nyeri pada dada dan abdomen, Klien tampak lemah,letih, dan wajah tampak pucat ,Hasil pemeriksaan Radiologi menunjukan terjadi Hiperinflasi pada parunya dan Pada TTV klien menunjukkan TD : 120/80, RR : 29x/menit dan Nadi : 113x/menit.
3. Intoleransi aktivitas berhungan dengan kelemahan yang dintai dengan Klien mengatakan sesak saat bernapas , batuk kering, dan nyeri pada dada dan abdomen, Klien juga mengatakan lemah, lemas, dan hanya bisa berbaring saja karena susah bernapas saat beraktivitas dan Terlihat TTV klien TD: 120/80, RR : 29 x/menit, dan nadi 113 x/menit. Wajah Klien yang tampak pucat dan aktivitas- aktivitas Sehari klien dibantu oleh kelurga.



c) Rencana Tindakan Keperawatan
Nama : Nn.B No. CM : 12455
Umur : 18 tahun Tanggal masuk RS : 28 april 2011
Ruang : - Diagnosa : Status Asmatikus

No Diagnosa Tujuan dan Kriteria Hasil Intervensi Rasionalisasi TTD
1 Bersihan jalan nafas tidak efektif b.d spasme jalan napas Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 1x24 jam pada Tn.A, diharapkan jalan nafas klien menjadi efektik dengan kriteria hasil :
1. Klien merasa nyaman ditandai dengan keluhan sesak nafas dan nyeri dada serta abdomen yang diarasakan klien berkurang.
2. Klien tidak mengeluh sakit saat batuk.
3. TTV klien dalam rentang normal yaitu :
RR : 16 – 24x/menit
Nadi : 60 – 100x/menit
4. bunyi nafas bronkhovesikuler pada daerah bronkus
5. bunyi nafas vesikuler di semua lapang paru 1. Kaji TTV
2. Lakukan pemeriksaan austulkasi
3. Kolaborasi dengan dokter untuk pemberian obat sesuai dengan indikasi bronkodilator
4. Kolaborasi dengan dokter pemberian obat antibiotik 1. Untuk mengetahui perubahan keadaan klien meliputi nadi, TD, RR, dan suhu
2. Untuk mengetahui adanya bunyi tambahan
3. Untuk merelaksasikan otot halus dan menurunkan spasme jalan nafas, mengi, dan produksi mukosa
4. Untuk membunuh kuman yang terdapat pada sputum ( staphilococcus ) Dila
2 Pola nafas tidak efektif berhubungan dengan penurunan energi atau kelelahan. Setelah dilakukan tindakan keperawatan pada klien B,selama 2x24 jam. Diharapkan pola nafas dapat kembali normal. Dengan kriteria hasil:
1. Sesak napas klien mulai berkurang
2. Tidak lagi menggunakan otot bantu pernapasan
3. Tidak ada lagi pernapasan cuping hidung
4. TTV dalam batas normal yaitu  TD : 110/70-120/80mmHg, RR : 16-24x/menit, nadi : 60-100x/menit, suhu : 36,5-37,50C 1. Kaji TTV klien.
2. Beritahu klien untuk banyak istirahat
3. Kolaborasi dengan dokter untuk pemberian oksigen ( 2-4 liter/menit )
4. Ajarkan klien untuk nafas dalam
5. kalaborasi dengan ahli terapi pernapasan untuk memastikan keadekuatan ventilator mekanis.
1. Mengidentifikasi keadaan umum klien.
2. Untuk memulihakan kondisi kelelahan klien
3. Agar kebutuhan oksigen klien terpenuhi
4. Agar dapat mengatur pernapasan klien
5. Untuk merencanakn terapi oksigen yg akan diberikan pada klien.
Dila
3 Intoleransi aktivitas b.d kelemahan Setelah dilakukan tindakan kepada Nn. b selama 3 x 24 jam pasien mampu melakukan aktivitas, dengan kriteria hasil :
a. Keadaan umum baik..
b. Klien mampu memenuhi kebetuhan sehari-hari dibantu keluarga dan perawat seminimal mungkin.
c. klien dapat melakukan ROM pasif
1. Observasi KU klien
2. Dekatkan alat- alat yang dibutuhkan klien.
3. Libatkan keluarga dalam memenuhi kebutuhan sehari-hari.
4. Kolaborasi dengan ahli gizi 1. Dengan mengobservasi keaadaan umum pasien.
2. Dengan mendekatkan alat-alat yang dibutuhkan pasien dapat melatih pasien untuk tidak bergantung dengan orang lain.
3. Dengan membantu klien dalam memenuhi kebutuhan sehari-hari akan dapat mengurangi aktivitas klien.
4. Untuk memenuhi kebutuhan klien Dila







d) Catatan Perkembangan
Nama : Nn.B No. CM : 12455
Umur : 18 tahun Tanggal masuk RS : 28 april 2011
Ruang : - Diagnosa : Status Asmatikus
Dx Tanggal Waktu Implementasi Evaluasi TTD
1 28/4/2011 07.00





07:00






11:00



11:30
1. Mengkaji KU
S : Klien bersedia diukur TTV nya.
O : RR : 26x/menit.
bunyi pernapasan wheezing
2. Melakukan pemeriksaan auskultasi
S : pasien bersedia dilakukan pemeriksaan bunyi napas
O : terdengar suara napas wheezing yang semakin berkurang

3. berkolaborasi dengan dokter untuk pemberian obat sesuai dengan indikasi bronkodilator (sanbutamol)
4. berkolaborasi dengan dokter pemberian obat antibiotic amoxiline 500mg
S : klien mengeluh masih terasa sedikit sesak saat bernapas

O : RR : 26x/menit
Bunyi napas wheezing

A : Tujuan belum tercapai.

P : Intevensi 1,2,3,4,dan 5
dilanjutkan

2. 28/04/2011 07:00







07:30






11:00


11:30





12.00
1. mengkaji TTV klien.
S : klien mengatakan masih susah untuk bernapas
O: di dapati TTV klien RR : 29 x/mnt , tampak pernapasan cuping hidung, pasien tampak menggunakan otot bantu pernapasan


2. memberitahu klien untuk banyak istirahat
S : klien mau mendengarkan saran perawat
O: klien tampak dengan sungguh – sungguh melakukan saran perawat
3. mengkolaborasi dengan dokter untuk pemberian oksigen ( 2-4 liter/menit )
4. mengajarkan klien untuk nafas dalam
S; klien memperhatikan dengan baik pengajaran perawat
O: klien dapat melakukan dengan benar tapi masih susah untuk bernapas
5. mengkolaborasi dengan ahli terapi pernapasan untuk memastikan keadekuatan ventilator mekanis.
03/05/2011

S: klien mengatakan belum merasa nyaman dalam bernafas.

O: klien masih tampak sesak napas

A: tujuan belum tercapai

P: Lanjutkan intervensi
No: 1, 2, 3,dan 4
3. 28/04/2011 07.00


07:30











11:00



11:30






12.30 1. Mengobservasi Keadaan Umum
O : Keadaan umum lemah.
2. Mendekatkan alat-alat yang dibutuhkan klien.
S : Klien mengatakan tidak bisa mengambil alat-alat yang dibutuhkan.
O : Klien terlihat kesulitan mengambil alat-alat yang dibutuhkan.
3. Membantu klien dalam memenuhi kebutuhan sehari-hari.
S : Klien mengatakan bahwa klien merasa terbantu dalam memenuhi kebutuhan sehari-harinya.
O : Kebutuhan sehari-hari klien dapat terpenuhi.
4. Melibatkan keluarga dalam pemenuhan kebutuhan sehari-hari klien.
O : Keluarga klien mengalami kesulitan dalam pemenuhan kebutuhan sehari-hari klien karena keluarga belum terbiasa.
5. Mengkolaborasi dengan ahli gisi dengan dalam pemberian nutrisi
Tanggal 03/ 05 / 2011 Pukul 13.50
S : Klien mengatakan belum dapat melakukan aktivitas sendiri.

O : Keadaan umum lemah
Klien menunjukkan ketidakmampuan untuk melakukan aktivitas secara mandiri.Intake nutrisi klien terpenuhi dengan baik.

A : Masalah teratasi sebagian.

P : Intervensi 1,2,3,dan 4 dilanjutkan.



Dx Tanggal Waktu Implementasi Evaluasi TTD
1. Mengkaji KU
S : Klien bersedia diukur TTV nya.
O : RR : 24x/menit.
Suara napas bronkovesikuler
2. Melakukan pemeriksaan austulkasi
S : pasien bersedia dilakukan pemeriksaan bunyi napas
O : terdengar suara napas bronkovesikuler
3. berkolaborasi dengan dokter untuk pemberian obat sesuai dengan indikasi bronkodilator ( sanbutamol)
4. berkolaborasi dengan dokter pemberian obat antibiotic amoxiline 500mg
S : klien mengatakan sudah tidak terasa sesak saat bernapas

O : RR : 24x/menit
Bunyi napas bronkovesikuler

A : Tujuan tercapai.

P : Intevensi dipertahankan


1. Mengobservasi Keadaan Umum
O : Keadaan Umum Baik.
2. Mendekatkan alat-alat yang dibutuhkan klien.
S : Klien mengatakan dapat mengambil alat-alat yang dibutuhkan.
O : Klien terlihat mampu mengambil alat-alat yang dibutuhkan.
3. Membantu klien dalam memenuhi kebutuhan sehari-hari.
S : Klien mengatakan bahwa klien merasa terbantu dalam memenuhi kebutuhan sehari-harinya.
O : Kebutuhan sehari-hari klien dapat terpenuhi.
4. Melibatkan keluarga dalam pemenuhan kebutuhan sehari-hari klien.
O : Keluarga klien sangat antusias dalam membantu pemenuhan kebutuhan sehari-hari klien.
5. Monitor intake nutrisi.
O : Intake nutrisi klien terpenuhi dengan baik.
Tanggal 08/05/ 2011 Pukul 13.50
S : Klien mengatakan sudah dapat melakukan aktivitas sendiri.

O : Keadaan umum baik
Klien mampu melakukan aktivitas secara mandiri. Intake nutrisi klien terpenuhi dengan baik.

A : Masalah teratasi.

P : Intervensi dipertahankan.


BAB V
PENUTUP
1. Kesimpulan
Status Asmatikus adalah penyakit asma yang berat disebabkan oleh peningkatan respon dari trachea dan bronkus terhadap bermacam –macam stimuli yang ditandai dengan penyempitan bronkus atau bronkhiolus dan sekresi yang berlebih – lebihan dari kelenjar – kelenjar di mukosa bronchus.
Pada status asmatikus Serangan dapat berlangsung lebih dari 24 jam. Infeksi, ansietas, penggunaan tranquiliser berlebihan, penyalahgunaan nebulizer, dehidrasi, peningkatan blok adrenergic, dan iritan nonspesifik dapat menunjang episode ini. Epidsode akut mungkin dicetuskan oleh hipersensitivitas terhadap penisilin.

2. Saran
a) Mahasiswa
Untuk mahasiswa calon perawat sebaiknya sungguh-sungguh dalam belajar, supaya dalam praktik nanti, ketika menemukan kasus-kasus gangguan status asma tikus, mahasiswa calon perawat sudah dapat melakukan tindakan keperawatan professional dengan tepat
b) Perawat
Untuk perawat dan tim kesehatan, tingkatkan lagi keprofesionalan dalam melayani pasien.
Tunjukkan karakteristik keperawatan yang baik dengan komunikasi terapeutik dan tindakan yang cepat, tepat,sikap ramah dan lembut, sehingga mengurangi sakitnya klien.
Perawat harus bisa memotifasi klien dan keluarganya dalam proses keperawatan klien, supaya klien dapat semangat dalam kesembuhannya

DAFTAR PUSTAKA

1. Brunner and Suddarth.(2002). Keperawatan Medikal Bedah.EGC Jakarta
2. http://anwarbaharuddin.blogspot.com/2010/11/asuhan-keperawatan-asma-bronchial.html
3. http://kep-2a.blogspot.com/2008/09/askep-asma-bronkial_16.html
4. http://nursingbegin.com/tag/askep-asma/
5. http://zulpatinnasri.blogspot.com/asma-tikus/
6. Karnen G. Baratawidjaya, Samsuridjal. (1994). Pedoman Penatalaksanaan Asma Bronkial. CV Infomedika Jakarta.
7. NANDA
8. NIC-NOC

Edema Paru

BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Edema paru terjadi oleh karena adanya aliran cairan dari darah ke ruang intersisial paru yang selanjutnya ke alveoli paru, melebihi aliran cairan kembali ke darah atau melalui saluran limfatik. Edema paru dibedakan oleh karena sebab Kardiogenik dan NonKardiogenik. Hal ini penting diketahui oleh karena pengobatannya sangat berbeda. Edema Paru Kardiogenik disebabkan oleh adanya Payah Jantung Kiri apapun sebabnya. Edema Paru Kardiogenik yang akut disebabkan oleh adanya Payah Jantung Kiri Akut. Tetapi dengan adanya faktor presipitasi, dapat terjadi pula pada penderita Payah Jantung Kiri kronik.
Penelitian Framingham menunjukkan mortalitas 5 tahun sebesar 62% pada pria dan 42% wanita. Berdasar perkiraan tahun 1989, di Amerika terdapat 3 juta penderita edema paru dan setiap tahunnya bertambah 400.000 orang. Walaupun angka-angka yang pasti belum ada untuk seluruh Indonesia, dapat diperkirakan jumlah penderita akan bertambah setiap tahunnya.

B. Tujuan
a. Tujuan Umum
Setelah mengikuti seminar ini mahasiswa Keperawatan A6.1 Universitas Respati yogyakarta dapat memahami tentang penyakit Edema Paru dan asuhan keperawatan terhadap klien dengan penyakit Edema Paru.

b. Tujuan Khusus
1. Mahasiswa mampu menjelaskan pengertian Edema Paru
2. Mahasiswa mengetahui anatomi dan fisiologi dari sistem pernafasan
3. Mahasiswa mengetahui etiologi dari Edema Paru
4. Mahasiswa mengetahui patofisiologi dari Edema Paru
5. Mahasiswa mengetahui tanda dan gejala pada Edema Paru
6. Mahasiswa mengetahui penatalaksanaan pada pasien Edema Paru
7. Mahasiswa mengetahui pemeriksaan diagnostic pada pasien Edema Paru
8. Mahasiswa mengetahui pathway pada pasien Edema Paru
9. Mahasiswa mampu membuat asuhan keperawatan pada pasien Edema Paru 
BAB II
TINJAUAN TEORI
A. Definisi
Edema paru merupakan suatu keadaan terkumpulnya cairan patologi di ekstravaskuler dalam paru. ( Arief Muttaqin, 2008 )
Edema paru adalah akumulasi cairan di paru-paru secara tiba-tiba akibat peningkatan tekanan intravaskular.
Edema paru merupakan kondisi yang disebabkan oleh kelebihan cairan di paru-paru. cairan ini terkumpul dalam kantung-kantung udara di paru-paru banyak, sehingga sulit untuk bernapas. Dalam kebanyakan kasus, masalah jantung menyebabkan edema paru. Tapi cairan dapat menumpuk karena alasan lain, termasuk pneumonia, paparan terhadap racun tertentu dan obat-obatan, dan olahraga atau hidup pada ketinggian tinggi.

B. Anatomi – fisiologi organ Respirasi Manusia
Saluran pernafasan dimulai dari nares anterior ( Vestibulum ), rongga hidung, faring, laring, trakea, bronkus, paru-paru. Fisiologi pernafasan, fungsi paru – paru ialah pertukaran gas oksigen ( O2 ) dan karbon dioksida ( CO2 ). Pada pernafasan melalui paru - paru atau pernafasan eksterna, oksigen dipungut melalui hidung dan mulut pada waktu bernafas ; oksigen masuk melalui trakea dan pipa bronkial ke alveoli, dan dapat berhubungan erat dengan darah di dalam kapiler pulmonalis. Hanya satu lapis membran, yaitu membran alveoli – kapiler, yang memisahkan oksigen dari darah. Oksigen menembus membran ini dan diikat oleh hemoglobin ( Hb ) sel darah merah dan dibawa ke jantung. Di dalam paru – paru karbon dioksida adalah salah satu hasil buangan metabolisme, menembus membran alveolar kapiler dari kapiler darah ke alveoli dan setelah melalui pipa bronkial dan trakea, di hembuskan kluar melalui hidung dan mulut. Empat proses yang berhubungan dengan pernafasan pulmoner atau pernafasan eksterna :
1. Ventilasi pulmoner, atau gerak pernafasan yang menukar udara dalam alveoli dengan udara luar
2. Arus darah melalui paru – paru
3. Distribusi arus udara dan arus darah sedemikian sehingga dalam jumlah tepat dapar mencapai semua bagian tubuh
4. Difusi gas menembusi membran pemisah alveoli dan kapiler. CO2 lebih mudah berdifusi daripada O2.
Pernafasan jaringan atau pernafasan interna. Darah yang telah menjenuhkan hemoglobinnya dengan oksigen ( oksihemoglobin ) mengitari seluruh tubuh dan akhirnya sampai ke kapiler, di mana darah bergerak sangat lambat . sel jaringan memungut oksigen dari hemoglobin untuk memungkinkan oksigen berlangsung dan darah menerima sebagai gantinya, hasil buangan yaitu karbon dioksida.

C. Etiologi
Secara garis besar etiologi dari edema paru dibagi menjadi 2 yaitu :
I. Kardiogenik
Ketidak-seimbangan Starling Forces :
A. Peningkatan tekanan kapiler paru :
1. Peningkatan tekanan vena paru tanpa adanya gangguan fungsi ventrikel kiri (stenosis mitral).
2. Peningkatan tekanan vena paru sekunder oleh karena gangguan fungsi ventrikel kiri.
3. Peningkatan tekanan kapiler paru sekunder oleh karena peningkatan tekanan arteria pulmonalis (over perfusion pulmonary edema).
B. Post Cardioversion
C. Eclampsia

II. Non-Kardiogenik
- Penurunan tekanan onkotik plasma.
1. Hipoalbuminemia sekunder oleh karena penyakit ginjal, hati, protein-losing enteropaday, penyakit ermatologi atau penyakit nutrisi.
- Peningkatan tekanan negatif intersisial :
1. Pengambilan terlalu cepat pneumotorak atau efusi pleura (unilateral).
2. Tekanan pleura yang sangat negatif oleh karena obstruksi saluran napas akut bersamaan dengan peningkatan end-expiratory volume (asma).
- Peningkatan tekanan onkotik intersisial.
1. Sampai sekarang belum ada contoh secara percobaan maupun klinik.
- Perubahan permeabilitas membran alveolar-kapiler (Adult Respiratory Distress Syndrome)
A. Pneumonia (bakteri, virus, parasit).
B. Bahan toksik inhalan (phosgene, ozone, chlorine, asap Teflon®, NO2, dsb).
C. Bahan asing dalam sirkulasi (bisa ular, endotoksin bakteri, alloxan, alpha-naphthyl thiourea).
D. Aspirasi asam lambung.
E. Pneumonitis radiasi akut.
F. Bahan vasoaktif endogen (histamin, kinin).
G. Disseminated Intravascular Coagulation.
H. Imunologi : pneumonitis hipersensitif, obat nitrofurantoin, leukoagglutinin.
I. Shock Lung oleh karena trauma di luar toraks.
J. Pankreatitis Perdarahan Akut.
- Insufisiensi Limfatik :
A. Post Lung Transplant.
B. Lymphangitic Carcinomatosis.
C. Fibrosing Lymphangitis (silicosis).
- Tak diketahui/tak jelas
A. High Altitude Pulmonary Edema.
B. Neurogenic Pulmonary Edema.
C. Narcotic overdose.
D. Pulmonary embolism.
G. Post Anesthesia.
H. Post Cardiopulmonary Bypass.

D. Manifestasi Klinis
Gejala yang paling umum dari pulmonary edema adalah sesak napas. Ini mungkin adalah penimbulan yang berangsur-angsur jika prosesnya berkembang secara perlahan, atau ia dapat mempunyai penimbulan yang tiba-tiba pada kasus dari pulmonary edema akut. Gejala-gejala umum lain mungkin termasuk mudah lelah, lebih cepat mengembangkan sesak napas daripada normal dengan aktivitas yang biasa (dyspnea on exertion), napas yang cepat (tachypnea), kepeningan, atau kelemahan.
Tingkat oksigen darah yang rendah (hypoxia) mungkin terdeteksi pada pasien-pasien dengan pulmonary edema. Lebih jauh, atas pemeriksaan paru-paru dengan stethoscope, dokter mungkin mendengar suara-suara paru yang abnormal, sepeti rales atau crackles (suara-suara mendidih pendek yang terputus-putus yang berkoresponden pada muncratan cairan dalam alveoli selama bernapas).


E. Patofisiologi
Pemahaman mengenai mekanisme ini memerlukan tinjauan mengenai pembentukkan dan reabsorbsi cairan paru serta struktur ultra paru. Ruang alveolar dipisahkan dari interstisium paru terutama oleh sel epitel alveoli Tipe I, yang dalam kondisi normal membentuk suatu barier relatif nonpermiabel terhadap aliran cairan dari interstitium ke rongga – rongga udara (spaces). Faktor penentu yang paling penting dalam pembentukkan cairan ekstravaskuler adalah perbedaan tekanan hidrostatik dan onkotik dalam lumen kapiler dan ruang interstitial, serta permeabilitas sel endotelium terhadap air, zat terlarut (solut) dan molekul besar seperti protein plasma.
Ciri perubahan dini pada edema paru adalah terjadinya peningkatan aliran limfatik. Perubahan ini terjadi karena saluran limfatik terjalin dalam jaringan ikat longgar yang mengelilingi arteriola paru dan saluran pernafasan yang kecil pembekaan saluran limfatik ini akan berdampak pada struktur sekitarnya dan mengakibatkan terjadinya prubahan hubungan tekanan pada struktur tersebut. Salah satu akibatnya adalah adanya obstruksi pada saluran kecil yang telah dibuktikan sebagai perubahan fisiologis dini pada klien dengan gagal jantung kiri mengingat lesi ini tidak merata disaluran paru, maka timbul perubahan dalam distribusi, ventilasi, dan perfusi yang kemidian menyebabkan terjadinya hipoksemia ringan terkenanya arteriola kecil juga menyebabkan gambaran radiologis dini pada gagal jantung kiri, yaitu suatu redistribusi aliran darah dari basis ke apek paru pada klien dengan posisi tegak.
Jika terbentuknya cairan intersisial melebihi kapasitas sistem limfatik, maka terjadi edema dinding alveolar. Pada fase ini komplan paru berkurang hal ini menyebabkan terjadinya takipneu yang mungkin tanda klinis awal pada klien dengan edema paru. Ketidakseimbangan antara ventilasi dan aliran darah menyebabkan hipoksenia memburuk. Meskipun demikian, ekskresi karbondioksida tidak terganggu dan klien akan menunjukkan keadaan hiperventilasi dengan alkalosis respiratorik.
Selain hal yang telah disebutkan diatas gangguan difusi juga berperan, dan pada fase ini mungkin terjadi peningkatan pintas kanan ke kiri melalui alveoli yang tidak mengalami ventilasi. Pada fase alveolar penuh dengan cairan, semua gambaran menjadi lebih berat dan komplain akan menurun dengan nyata ( Nowak, 2004). Alveoli terisi cairan dan pada saat yang sama aliran darah kedaerah tersebut tetap berlangsung, maka pintas kanan ke kiri aliran darah akan menjadi lebih berat dan menyebabkan hipoksia yang rentan terhadap peningkatan konsentrasi oksigen yang diinspirasi. Kecuali pada keadaan yang amat berat, hiperventilasi dan alkalosis respiratorik akan tetap berlangsung.
Secara radiologis akan tampak gambaran infiltrat alveolar yang tersebar diseluruh paru, terutama daerah parahilar dan basal. Ketika klien dalam keadaan sadar dia akan tampak mengalami sesak nafas hebat dan ditandai dengan takipnea, takikardi, serta sianosis bila pernafasannya tidak dibantu. Keadaan ini disebut sebagai adult respiratory sindrom

F. Pemeriksaan Penunjang
• Analisa gas darah
• Enzim kardiospesifik meningkat jika penyebabnya infark miokard.
• Darah rutin, ureum, kreatinin, , elektrolit, urinalisis, foto thoraks, EKG, enzim jantung (CK-MB, Troponin T), angiografi koroner.
• Rontgen
Gambaran Radiologi yang ditemukan :
1. Pelebaran atau penebalan hilus (dilatasi vaskular di hilus)
2. Corakan paru meningkat (lebih dari 1/3 lateral)
3. Kranialisasi vaskuler
4. Hilus suram (batas tidak jelas)
5. Interstitial fibrosis (gambaran seperti granuloma-granuloma kecil atau nodul milier)

Gambar 1 : Edema Intesrtitial
1. Gambaran underlying disease (kardiomegali, efusi pleura, diafragma kanan letak tinggi).

Gambar 2 : Kardiomegali dan edema paru
1. Infiltrat di daerah basal (edema basal paru)
2. Edema “ butterfly” atau Bat’s Wing (edema sentral)

Gambar 3 : Bat’s Wing
Edema localized (terjadi pada area vaskularisasi normal, pada paru yang mempunyai kelainan sebelumnya, contoh : emfisema).

G. Komplikasi
Kebanyakan komplikasi-komplikasi dari pulmonary edema mungkin timbul dari komplikasi-komplikasi yang berhubungan dengan penyebab yang mendasarinya. Lebih spesifik, pulmonary edema dapat menyebabkan pengoksigenan darah yang dikompromikan secara parah oleh paru-paru. Pengoksigenan yang buruk (hypoxia) dapat secara potensial menjurus pada pengantaran oksigen yang berkurang ke organ-organ tubuh yang berbeda, seperti otak.
Adult respiratori distres sindrom ( ARDS ) merupakan keadaan gagal nafas mendadak yang timbul pada klien dewasa tanpa kelainan paru yang mendasari sebelumnya, sulit untuk membuat definisi secara tepat, karena patogenesisnya belum jelas dan terdapat banyak faktor prespodisisi seperti syok karena perdarahan Sepsis, ruda paksa atau trauma pada paru atau tubuh lainnya, pankreatitis akut, aspirasi cairan lambung intoksikasi hiroin atau metadon. Sindrom gawat nafas akut juga dikenal dengan edema paru non kardiogenik.

H. Penatalaksanaan Medis dan Keperawatan
1. Posisi duduk tegak 900.
2. Oksigen (40 – 50%) sampai 8 liter/menit bila perlu dengan masker. Jika memburuk (pasien makin sesak, takipneu, ronchi bertambah, PaO2 tidak bisa dipertahankan ≥ 60 mmHg dengan O2 konsentrasi dan aliran tinggi, retensi CO2, hipoventilasi, atau tidak mampu mengurangi cairan edema secara adekuat), maka dilakukan intubasi endotrakeal, suction, dan ventilator.
3. Infus emergensi. Monitor tekanan darah, monitor EKG, oksimetri bila ada.
4. Nitrogliserin sublingual atau intravena. Nitrogliserin peroral 0,4 – 0,6 mg tiap 5 – 10 menit. Jika tekanan darah sistolik > 95 mmHg bisa diberikan Nitrogliserin intravena mulai dosis 3 – 5 ug/kgBB. Jika tidak memberi hasil memuaskan maka dapat diberikan Nitroprusid IV dimulai dosis 0,1 ug/kgBB/menit bila tidak memberi respon dengan nitrat, dosis dinaikkan sampai didapatkan perbaikan klinis atau sampai tekanan darah sistolik 85 – 90 mmHg pada pasien yang tadinya mempunyai tekanan darah normal atau selama dapat dipertahankan perfusi yang adekuat ke organ-organ vital.
5. Morfin sulfat 3 – 5 mg iv, dapat diulang tiap 25 menit, total dosis 15 mg (sebaiknya dihindari).
6. Diuretik Furosemid 40 – 80 mg IV bolus dapat diulangi atau dosis ditingkatkan tiap 4 jam atau dilanjutkan drip continue sampai dicapai produksi urine 1 ml/kgBB/jam.
7. Bila perlu (tekanan darah turun / tanda hipoperfusi) : Dopamin 2 – 5 ug/kgBB/menit atau Dobutamin 2 – 10 ug/kgBB/menit untuk menstabilkan hemodinamik. Dosis dapat ditingkatkan sesuai respon klinis atau keduanya.
8. Trombolitik atau revaskularisasi pada pasien infark miokard.
9. Intubasi dan ventilator pada pasien dengan hipoksia berat, asidosis/tidak berhasil dengan oksigen.
10. Atasi aritmia atau gangguan konduksi.
11. Operasi pada komplikasi akut infark miokard, seperti regurgitasi, VSD dan ruptur dinding ventrikel / corda tendinae.

I. Pengkajian Keperawatan
Observasi/yemuan
Distres pernapasan
- Loburalis,bising pada pernapasan
- Ortopnea
- Pernapasan cuping hidung
- Takipnea: menghela pernapasan terdengar basa
Bunyi pernapasan
Krakels: tergantung pada bagian paru awalnya,kemudian menyebar secara progresif kearah atas.
Batuk: kemerahan-merahan,sputum berbusa
Nadi kuat
Ansietas
Kacau mental
Gelisah: nadi lembut
Diaporesis
Pucat
Sianosis
Pemeriksaan laboratorium/diagnostik
EKG
Tekanan baji kapiler pulmoner (PCWP)
Konsentrasi protein dari cairan edema

Potensial komplikasi
Gagal pernapasan
Henti napasatau henti jantung

J. Diagnosa Keperawatan
1. Gangguan pertukaran gas
2. Ketidakefektifan pola nafas
3. Bersihan Jalan nafas
4. Intoleransi aktivitas

K. Rencana Keperawatan
Diagnosa 1 : Gangguan pertukaran gas
1. Kaji frekuensi, kedalaman dan kemudahan bernafas
2. Observasi warna kulit, membran mukosa dan catat adanya sianosis perifer (kuku) atau sianosis sentral
3. Awasi frekuensi jantung atau irama
4. Pertahankan istirahat tidur. Dorong dengan menggunakan tehknik relaksasi dan aktivitas senggang
5. Tinggikan kepala dan dorong sering mengubah posisi
6. Kaji tingkat ansietas. Dorong untuk menyatakan masalah atau perasaan. Jawab petanyaan dengan jujur.
7. Observasi penyimpangan kondisi catat hipotensi, pucat, sianosis, perubahan tingkat kesadaran, dipsnea berat atau gelisah
8. Siapkan untuk pemindahan ke unit perawatan kritis billa diindikasikan
Rasional
1. Manifestasi distres pernafasan terganggu pada indikasi derajat keterlibatan paru dan status kesehatan umum.
2. Sianosis kuku menunjukkan hipoksemia sistemik
3. Tachikardi merupakan manifestasi klinis dari hipoksia
4. Mencegah terlalu lelah dan menurunkan kebutuhan atau konsumsi oksigen untuk memudahkan perbaikkan infeksi.
5. Tindakan ini meningkatkan inspirasi maksimaldan untuk memperbaiki jalan nafas
6. Ansietas adalah manifestasi masalah psikologis sesuai dengan respon fisiologis terhadap hipoksia. Pemberian keyakinan dan meningkatkan rasa aman dapat menurunkan komponen psikologis, sehingga menurunkan kebutuhan oksigen dan efek merugikan dari respon fisioligis
7. Syok dan edema paru adala penyebab umum umum pnemonia dan membutuhkan intervensi medik segera.
8. Intubasi dan ventilasi mekanik mungkin diperlukan pada kejadian gagal nafas.
Diagnosa 2 : Ketidakefektifan pola nafas
1. Catat kecepatan pernafasan, dypsnea, terjadinya sianosis, perubahan TTV
2. Awasi kesesuaian pola pernafasan bila menggunakan ventilasi mekanik
3. Auskultasi bunyi nafas
4. Catat pengembangan dada dan posisi trakea
5. Awasi analisa gas darah dan nadi oksimetri
6. Berikan oksigen
Rasional
1. Distres pernafasan dan perubahan tanda-tanda vital dapat terjadi sebagai akibat stres fisiologis
2. Kesulitan bernafas dengan “ventilator” dan/atau peningkatan tekanan jalan nafas.
3. Bunyi nafas dapat berbunyi crecles
4. Pengembangan dada sama dengan ekspansi paru
5. Mengkaji status pertukaran gas dan ventilasi
6. Alat dalam menurunkan kerja nafas ; meningkatkan penghilangan distres respirasi dan sianosis dehubung dengan hipoksemia
Diagnosa 3 : Bersihan jalan nafas
1. Kaji frekuensi atau kedalaman pernafasan dan gerakan dada.
2. Auskultasi area paru . catat area penurunan atau tidak ada aliran udara dan bunyi nafas adventisius misalnya crecles.
3. Berikan obat sesuai indikasi .
4. Berikan cairan tambahan misalnya IV, oksigen humidivikasi, dan ruangan humividikasi.
Rasional :
1. Takipnea, pernafasan dangkal dan gerakan dada tak simetris sering terjadi karena ketidaknyamanan dinding dada atau cairan paru.
2. Penurunan aliran udara terjadi pada area konsolidasi dengan cairan.
3. Alat untuk menurunkan ketidaknyamanan tetapi harus digunakan secara hati- hati
4. Cairan diperlukan untuk menggantikan kehilangan ( termasuk cairan yang tak tampak)
Diagnosa 4 : Intolaransi aktivitas
1. Evaluasi respon klien terhadap aktivitas .
2. Berikan lingkungan tenang dan batasi pengunjung selama fase akut sesuai indikasi.
3. Jelaskan pentingnya istirahad dalam rencana pengobatan dan perlu keseimbangan aktivitas dan istirahat.
4. Bantu klien memilih posisi nyaman untuk istirahat atau tidur.
5. Bantu aktivitas perawatan diri yang diperlukan.
Rasional :
1. Menetapkan kemampuan atau kebutuhan klien dan memudahkan pilihan intervensi .
2. Menurunkan stres dan rangsangan yang berlebihan, meningkatkan istirahat.
3. Tirah baring dipertahankan selama fase akut untuk menurunkan kebutuhan metabolik , menghemat energi untuk penyembuhan.
4. Klien mungkinnyam dengan kepala tinggi.
5. Meminimalkan kelelahan dan membatu keseimbangan suplai dengan kebutuhan oksigen.






















L. Pathway
Etiologi :
Kardiogenik Non-kardiogenik

Ggn. Pemompaan ventrikel kiri
Peningkatan tekanan kapiler paru
Post Cardioversion
Eclampsia

Edema Paru
Aliran limfatik
Pembengkakan aliran limfatik
Obstruksi

Perubahan distribusi, ventilasi & perfusi
Penumpukkan cairan alveoli
crecles
Ketidakseimbangan antara ventilasi dan aliran darah
Hipoksemia
CO2 tdk terganggu
Hiperventilasi & alkalosis respiratorik


Dipsnea Hipoxia
Tachipnea Kelemahan






BAB III
ASUHAN KEPERAWATAN

A. Kasus
Tn. M usia 50 tahun datang ke RS. Kemala Hikmah dengan keluhan sesak nafas ± sejak 5 hari yang lalu dengan aktivitas yang biasa, nafas cepat, dangkal, sering pusing dan kelemahan. Klien tampak pucat, segala aktivitas klien di bantu oleh keluarga dari hasil pemeriksaan fisik terdapat TD : 130/90 mmHg, suhu 37,5 0 C, RR : 29x/menit, HR : 120x/menit. Dari dipemeriksaan laboratorium di dapatkan hasil pH darah : 7,5, PaCO2 : 50 mmHg, PaO2: 75 mmHg, Hb:10 g/dl, Albumin: 2,0 g/dl, Ht : 40 %. Setelah diauskultasi oleh dokter terdengar suara cracle pada paru dan trakea, kemudian dokter mengatakan bahwa terjadi penumpukkan cairan pada paru-paru pasien tepatnya pada alveoli paru. Pengembangan dada klien abnormal. Klien memiliki riwayat penyakit pnemonia 3 bulan yang lalu.



















B. Pengkajian
Pengkajian Keperawatan
Nama Perawat : Perawat Adi
Tanggal Pengkajian : 20 Januari 2011
Jam Pengkajian : 08.00 wib
1. Biodata :
Pasien
Nama : Tn. M
Agama : Hindu
Pendidikan : Sarjana
Pekerjaan : Guru
Status Pernikahan : Menikah
Alamat : Jln. Perumnas Bali
Diagnosa Medis : Edema paru
Penanggung Jawab
Nama : Tn. R
Agama : Hindu
Pendidikan : Sarjana
Pekerjaan : Swasta
Status Pernikahan : Menikah
Alamat : Jln. Kemuning Bali
Hubungan dengan klien : Saudara kandung klien
2. Keluhan utama :
Klien mengeluh sesak nafas
3. Riwayat Kesehatan :
a. Riwayat Penyakit Sekarang :
Klien datang ke RS. Kemala Hikmah dengan keluhan sesak nafas, Sesak nafas terjadi ± sejak 5 hari yang lalu dengan aktivitas yang biasa, nafas cepat, sering pusing dan kelemahan.
b. Riwayat Penyakit Dahulu :
Klien didiagnosa menderita pnemonia sejak 3 bulan yang lalu, sebelum mengidap penyakit ini.

c. Riwayat Penyakit Keluarga :







Keterangan:
: Laki-laki
: Perempuan
: Pasien
: Garis keturunan
: Hubungan pernikahan
: Tinggal dalam satu rumah
X : Meninggal dunia

4. Basic Promoting physiology of Health
1. Aktivitas dan latihan
Klien susah beraktivitas karena sesak nafas, akitivitas dibantu oleh keluarga.
2. Tidur dan istirahat
Kualitas tidur klien yang awalnya sebelum sakit 6 – 7 jam per hari, setelah di rawat di rumah sakit menjadi 4 – 5 jam. Terdapat gangguan tidur terhadap klien karena klien sering mengalami sesak nafas.
3. Kenyamanan dan nyeri
Klien mengeluh merasa tidak nyaman dengan sesak nafas yang dialaminya, dan merasa kelelahan.
4. Nutrisi
Antropometri : BB : 65 kg, TB : 170 cm
Biokimia : Hb:10 g/dl, Albumin: 2,0 g/dl, Ht : 40 %.
Clinis : Wajah klien tampak pucat
Dietri : Klien sebelum masuk ke rumah sakit makan 3 kali sehari, setelah masuk rumah sakit klien makan 3 kali sehari namun dengan bentuk makanan cair .
5. Cairan, elektrolit dan asam basaBC.
Klien diberikan cairan IV berupa infus RL 20tts/menit mikro 480cc/hari, klien minum 1100cc/hari, Air metabolisme klien 325 cc, urin 700cc, IWL : 975, feses klien 100cc, balance cairan + 130 cc klien BC = Input – output
6. Oksigenasi
Pasien dipasangkan simple masker (sungkup) dengan aliran 7L/menit
7. Eliminasi fekal/bowel
Klien BAB 100cc/hari selama di rumah sakit
8. Eliminasi urin
Klien BAK sebanyak 700cc/hari selama di rumah sakit
9. Sensori, persepsi dan kognitif
Klien tidak mengalami gangguan pada organ sensori, persepsi maupun kognitif klien. Klien tidak buta, maupun tuli.

5. Pemeriksaan Fisik
a. Keadaan umum pasien tampak lemah. Untuk pemeriksaan tanda-tanda vital klien TD : 130/90 mmHg, suhu 37,5 0 C, RR : 29x/menit, HR : 120x/menit

b. Pemeriksaan kepala, kepala klien berbentuk bulat, simetris, tidak terdapat lesi, maupun hematom. Keadaan rambutnya, teksturnya lembut, bersih tidak berketombe, mudah rontok. Pemeriksaan wajah klien,bentuknya simetris, pucat, tidak ada lesi. Mata klien sklera klien pucat, konjungtiva anemis. Hidung klien bentuknya pesek, tidak ada lesi, tidak ada hematom, tidak ada polip ataupun epistaksis. Pada pemeriksaan mulut klien bentuk mulut klien normal tidak terdapat bibir sumbing. Bibir klien sedikit lembab, tidak ada stomatitis, tidak ada lesi. Telinga klien simetris, bersih tidak terdapat serumen pada liang telinga.

c. Pemeriksaa leher klien tidak ada pembesaran thyroid, tidak ada kaku kunduk, reflek menelan baik dan JVP ± 2mm .

d. Pemeriksaan dada inspeksi bentuk dada, bentuk simetris . Palpasi vokal fremitus normal, pengembangan paru abnormal. Perkusi thorak untuk mengetahui batas batas, ukuran, posisi, dan kualitas jaringan atau alat (paru, jantung) dalam thorak. Auskultasi paru dan trakea suara nafas terdengar cracle. Pada jantung yang perlu dikaji adalah palpasi pulsasi katup aorta, katup pulmonal, katup trikuspidalis, ictus kordis. Perkusi untuk mengetahui batas jantung. Auskultasi untuk mendengarkan bunyi jantung.
e. Pemeriksaan abdomen klien tidak terkaji. Hal yang perlu dikaji adalah Inspeksi : bentuk abdomen simetris dinding abdomen kurang elastis. Auskultasi : frekuensi bising usus 20x/menit. Palpasi : untuk mengkaji ukuran hepar, lien & ginjal, kaji nyeri tekan. Perkusi : tympani (normal pd usus)
f. Genetalia klien terpasang kateter. Hasil inspeksi warna kelamin normal tidak tampak tanda-tanda infeksi ( rubor, dolor, kalor, tumor dan fungsiolaesa ) dan tidak ada lesi. Tidak terdapat nyeri tekan pada alamat kelamin.
g. Rectum klien normal tidak terlihat tanda-tanda infeksi ( rubor, dolor, kalor, tumor dan fungsiolaesa )
h. Pengkajian ekstremitas: tonus otot tidak kuat, klien tidak bertenaga.

6. Psiko sosio budaya Dan Spiritual :
Pengkajian psiko sosio budaya dan spiritual tidak terkaji. Hal yang perlu dikaji adalah
Psikologis : Klien cenderung menjadi pendiam dan takut dengan penyakit yang sedang dialaminya
Sosial : keluarga pasien selalu memberikan semangat kepada pasien
Budaya : budaya yang dianut klien adalah budaya bali, budaya yang dianut tidak bertentangan dengan kesehatan
Spiritual : klien menganut agama hindu. Klien selalu ingat untuk berdo’a kepada tuhan.

7. Pemeriksaan Penunjang :
Analisa Gas Darah
pH darah : 7,5
PaCO2 : 50 mmHg
PaO2 : 75 mmHg
HCO3 :
SaO2 :
Hb:10 g/dl
Albumin: 2,0 g/dl
Ht : 40 %.
Hasil rontgen : terjadi pembesaran paru sebelah kanan pasien karena penumpukan cairan

8. Terapi Medis :
Cairan IV :
Infus RL 20 tetes/menit
Obat peroral:
Aminophyline 4 mg 3-4x/hari

Obat parenteral :
Morfin sulfate 3 mg
Furosemid 40 mg (0-0-1)






C. Analisa data
ANALISA DATA
No DATA FOKUS ETIOLOGI PROBLEM
1. DS : Klien mengeluh sesak nafas ± sejak 5 hari yang lalu dengan aktivitas yang biasa, sering pusing dan kelemahan.
DO : Klien tampak pucat dari hasil pemeriksaan fisik terdapat TD : 130/90 mmHg, suhu 37,5 0 C, RR : 29x/menit, HR : 120x/menit. Dari dipemeriksaan laboratorium di dapatkan hasil pH darah : 7,5, PaCO2 : 50 mmHg, PaO2:75 mmHg, Hb:10 g/dl, Albumin: 2,0 g/dl, Ht : 40 %. Setelah diauskultasi oleh dokter terdengar suara cracle pada paru dan trakea Perubahan membran kapiler – alveolar Gangguan pertukaran gas
2. DS : Klien mengeluh sesak nafas ± sejak 5 hari yang lalu dengan aktivitas yang biasa, sering pusing dan kelemahan.
DO : Klien tampak pucat, nafas cepat, dangkal segala aktivitas klien di bantu oleh keluarga Dari dipemeriksaan laboratorium di dapatkan hasil pH darah : 7,5, PaCO2 : 50 mmHg, PaO2: 75 mmHg, Hb:10 g/dl, Albumin: 2,0 g/dl, Ht : 40 %. Ketidakseimbangan antara suplai dan kebutuhan oksingen Intoleransi aktivitas
3. DS : Klien mengeluh sesak nafas ± sejak 5 hari yang lalu dengan aktivitas yang biasa
DO : Klien tampak pucat, nafas cepat, dangkal segala aktivitas klien di bantu oleh keluarga, setelah diauskultasi oleh dokter terdengar suara cracle, kemudian dokter mengatakan bahwa terjadi penumpukkan cairan pada paru-paru pasien tepatnya pada alveoli paru, pengembangan dada klien abnormal. RR : 29x/menit Perubahan kedalaman pernafasan Pola nafas tidak efektif
4. DS : Klien mengeluh sesak nafas ± sejak 5 hari yang lalu dengan aktivitas yang biasa
DO : Setelah diauskultasi oleh dokter terdengar suara cracle pada paru dan trakea
kemudian dokter mengatakan bahwa terjadi penumpukkan cairan pada paru-paru pasien tepatnya pada alveoli paru. Pengembangan dada klien abnormal. Klien memiliki riwayat penyakit pnemonia 3 bulan yang lalu. RR : 29x/menit Obstruksi jalan nafas Bersihan jalan nafas tidak efektif
























D. Prioritas Diagnosa
1. Bersihan jalan nafas b.d Obstruksi jalan nafas ditandai dengan Klien mengeluh sesak nafas ± sejak 5 hari yang lalu dengan aktivitas yang biasa, Setelah diauskultasi oleh dokter terdengar suara cracle pada paru dan trakea, kemudian dokter mengatakan bahwa terjadi penumpukkan cairan pada paru-paru pasien tepatnya pada alveoli paru. Pengembangan dada klien abnormal. Klien memiliki riwayat penyakit pnemonia 3 bulan yang lalu. RR : 29x/menit
2. Gangguan pertukaran gas b.d perubahan membran kapiler – alveolar ditandai dengan Klien mengeluh sesak nafas ± sejak 5 hari yang lalu dengan aktivitas yang biasa, sering pusing dan kelemahan. klien tampak pucat dari hasil pemeriksaan fisik terdapat TD : 130/90 mmHg, suhu 37,5 0 C, RR : 29x/menit, HR : 120x/menit. Dari dipemeriksaan laboratorium di dapatkan hasil pH darah : 7,5, PaCO2 : 50 mmHg, PaO2:75 mmHg, Hb:10 g/dl, Albumin: 2,0 g/dl, Ht : 40 %. Setelah diauskultasi oleh dokter terdengar suara cracle pada paru dan trakea
3. Pola nafas tidak efektif b.d perubahan kedalaman pernafasan ditandai dengan Klien mengeluh sesak nafas ± sejak 5 hari yang lalu dengan aktivitas yang biasa klien, klien tampak pucat, nafas cepat, dangkal segala aktivitas klien di bantu oleh keluarga, setelah diauskultasi oleh dokter terdengar suara cracle, kemudian dokter mengatakan bahwa terjadi penumpukkan cairan pada paru-paru pasien tepatnya pada alveoli paru, pengembangan dada klien abnormal. RR : 29x/menit
4. Intoleransi aktivitas b.d ketidakseimbangan antara suplai dan kebutuhan oksingen ditandai dengan Klien mengeluh sesak nafas ± sejak 5 hari yang lalu dengan aktivitas yang biasa, sering pusing dan kelemahan. klien tampak pucat, nafas cepat, dangkal segala aktivitas klien di bantu oleh keluarga Dari dipemeriksaan laboratorium di dapatkan hasil pH darah : 7,5, PaCO2 : 50 mmHg, PaO2: 75 mmHg, Hb:10 g/dl, Albumin: 2,0 g/dl, Ht : 40 %.







E. Rencana tindakan
RENCANA TINDAKAN
Nama : Tn M Ruang : Edelweis
Usia : 50 Diagnosa : Edema paru


No Diagnosa Keperawatan Tujuan dan Kriteria Hasil Intervensi Rasionalisasi Tanda tangan
1. Bersihan jalan nafas b.d Obstruksi jalan nafas ditandai dengan Klien mengeluh sesak nafas ± sejak 5 hari yang lalu dengan aktivitas yang biasa, Setelah diauskultasi oleh dokter terdengar suara cracle pada paru dan trakea, kemudian dokter mengatakan bahwa terjadi penumpukkan cairan pada paru-paru pasien tepatnya pada alveoli paru. Pengembangan dada klien abnormal. Klien memiliki riwayat penyakit pnemonia 3 bulan yang lalu. RR : 29x/menit
Setelah dilakukan tindakan keperawatan pada klien selama 1 x 24 jam diharapkan ketidakefektifan bersihan jalan nafas berkurang atau teratasi dengan kriteria hasil:
1. Klien mengatakan tidak ada kesulitan saat bernafas.
2. Bunyi nafas tambahan krekels berkurang atau tidak ada.
3. Klien mampu batuk efektif.
4. RR 16-24 kali permenit. 1. Kaji fungsi pernafasan ( bunyi nafas, kecepatan, irama, kedalaman).
2. Kaji kemampuan mengeluarkan sekresi, catat karakter, volume sputum, dan adanya hemoptisis.
3. Berikan posisi fowler/semifowler tinggi dan bantu klien berlatih nafas dalam dan batuk efektif.
4. Bersihkan sekret dari mulut dan trakea, bila perlu lakukan penghisapan ( suction).
5. Kolaborasi dengan dokter dalam pemberian aerosol, nebuizer ultrasonik 1. Penurunan bunyi nafas menunjukan atelektasis, krekels menunjukan akumulasi sekret dan ketidakefektifan pengeluaran sekresi yang selanjutnya dapat menimbulkan penggunaan otot bantu nafas dan peningkatan kerja pernafasan.
2. Pengeluaran akan sangat sulit bila sekret sangat kental ( efek infeksi dan hidrasi yang tidak adekuat). Sputum berdarah bila ada kerusakan paru atau luka bronkial.
3. Posisi fowler memaksimalkan ekspansi paru dan menurunkan upaya nafas. Ventilasi maksimal membuka area atelektasis dan meningkatkan gerakan sekret ke jalan nafas besar untuk dikeluarkan.
4. Mencegah obstruksi dan aspirasi.
5. Membantu untuk mengencerkan sekret. Adi
2. Gangguan pertukaran gas b.d perubahan membran kapiler – alveolar ditandai dengan Klien mengeluh sesak nafas ± sejak 5 hari yang lalu dengan aktivitas yang biasa, sering pusing dan kelemahan. klien tampak pucat dari hasil pemeriksaan fisik terdapat TD : 130/90 mmHg, suhu 37,5 0 C, RR : 29x/menit, HR : 120x/menit. Dari dipemeriksaan laboratorium di dapatkan hasil pH darah : 7,5, PaCO2 : 50 mmHg, PaO2:75 mmHg, Hb:10 g/dl, Albumin: 2,0 g/dl, Ht : 40 %. Setelah diauskultasi oleh dokter terdengar suara cracle pada paru dan trakea
Setelah dilakukan tindakan keperawatan 1 x 24 jam diharapkan klien dapat merasa nyaman saat bernafas dengan kriteria hasil :
1. Sesak nafas berkurang bahkan hilang
2. Tidak pusing dan lemah lagi, frekuensi pernafasan normal 16 – 24x/meni
3. Wajah klien tidak terlihat pucat
4. TTV normal TD : 130/80mmHg, RR : 16 – 24x/menit, suhu : 36,5 – 37,5 0C, HR : 60 – 80 x/menit
5. Pemeriksaan AGD dalam batas normal, pH darah : 7,35 –7,45, PaCO2 : 35-45 %, PaO2 : 80-100 mmHg, albumin : 3,5-5 g/dl, Ht : 45-52 %, Hb : 13-118 g/dl 1. Kaji ttv klien
2. Pantau hasil analisa gas darah
3. Observasi terhadap sianosis
4. Pantau pernafasan dan oksigenasi sesuai dengan kebutuhan
5. Jelaskan kepada pasien dan keluarga alasan pemberian oksigen
6. Kolaborasi dengan dokter dalam pemberian obat bronkodilator dan diuretik 1. Mengidentifikasi tanda – tanda vital klien
2. Mengidentifikasi ketidaknormalan yang terjadi dalam darah
3. Untuk mengetahui adanya gangguan sirkulasi oksigen didalam tubuh
4. Agar suplai oksigen klien terpenuhi
5. Memberikan informasi mengenai tindakan keperawatan yang dilakukan
6. Untuk memberikan obat yang sesuai dengan indikasi klien. Adi
3. Pola nafas tidak efektif b.d perubahan kedalaman pernafasan ditandai dengan Klien mengeluh sesak nafas ± sejak 5 hari yang lalu dengan aktivitas yang biasa klien, klien tampak pucat, nafas cepat, dangkal segala aktivitas klien di bantu oleh keluarga, setelah diauskultasi oleh dokter terdengar suara cracle, kemudian dokter mengatakan bahwa terjadi penumpukkan cairan pada paru-paru pasien tepatnya pada alveoli paru, pengembangan dada klien abnormal. RR : 29x/menit Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 2 x 24 jam pada Tn. M diharapkan nyeri dapat berkurang dengan kriteria hasil :
1. Klien mengatakan sesak nafas berkurang bahkan hilang
2. Klien tampak tidak pucat
3. Suara cracle berkurang bahkan hilang saat diauskultasi
4. TTV klien dalam rentang normal yaitu :
TD : 110/70 – 120/80 mmHg, RR : 16 – 24x/menit Nadi : 60 – 100x/menit, Suhu : 36,5-37,50C
5. Pengembangan dada kembali normal 1. Pantau adanya pucat atau sianosis
2. Pantau kecepatan,irama,kedalaman dan usaha respirasi
3. Pantau respirasi yang berbunyi.
4. Posisikan klien untuk mengoptimalkan pernafasan
5. Kolaborasi dengan dokter untuk pemberian oksigen dengan menggunakan simple mask 7L/menit 1. untuk mengetahui adanya gangguan sirkulasi oksigen didalam tubuh
2. untuk mengetahui seberapa besar klien inspirasi dan ekspirasi klien
3. untuk mengetahui adanya bunyi tambahan
4. memberikan posisi yang nyaman kepada klien saat bernafas.
5. untuk memenuhi kebutuhan oksigen klien. Adi
4. Intoleransi aktivitas b.d ketidakseimbangan antara suplai dan kebutuhan oksingen ditandai dengan Klien mengeluh sesak nafas ± sejak 5 hari yang lalu dengan aktivitas yang biasa, sering pusing dan kelemahan. klien tampak pucat, nafas cepat, dangkal segala aktivitas klien di bantu oleh keluarga Dari dipemeriksaan laboratorium di dapatkan hasil pH darah : 7,5, PaCO2 : 50 mmHg, PaO2: 75 mmHg, Hb:10 g/dl, Albumin: 2,0 g/dl, Ht : 40 %. Setelah dilakukan tindakan keperawatan 3 x 24 jam diharapkan klien intoleransi aktifitas klien berkurang dengan kriteria hasil :
1. Klien mengatakan sesak nafas berkurang bahkan hilang
2. Frekuensi nafas dalam batas normal 16-24x/menit
3. Klien sudah tidak tampak pucat
4. Pemeriksaan AGD dalam batas normal, pH darah : 7,35 – 7,45 , PaCO2 : 35-45 %, PaO2 : 80-100 mmHg, albumin : 3,5-5 g/dl, Ht : 45-52 %, Hb : 13-118 g/dl
1. Kaji TTV klien
2. Berikan informasi pada pasien dan keluarga tentang kondisi penyakitnya
3. Anjurkan klien untuk beraktifitas ringan dahulu
4. Ajarkan klien dan keluarga untuk menghindari jadwal aktifitas perawatan selama periode istirahat
5. Bantu dan dampingi klien dalam beraktifitas sesuai dengan kebutuhan 1. Mengidentifikasi tanda – tanda vital klien
2. Membantu klien dan keluarga dalam menyikapi penyakitnya
3. Dapat membantu klien untuk mulai beraktifitas mandiri
4. Membantu klien dalam masa pemulihan
5. Membantu dan memantau klien agar tidak beraktifitas berlebihan Adi


F. Implementasi dan evaluasi Keperawatan
CATATAN PERKEMBANGAN
Nama : Tn M Ruang : Edelweis
Usia : 50 Diagnosa : Edema paru
No Dx Tgl Jam Implementasi Evaluasi Nama/ TTD
1. 21 Mei 2011 08.00 wib







08.15






09.00 wib






09.10 wib






09.30 wib 1. Mengkaji fungsi pernafasan ( bunyi nafas, kecepatan, irama, kedalaman).
S : -
O : suara nafas terdengar cracle, RR : 28x/menit, klien tampak kesilitan saat bernafas
2. Mengkaji kemampuan mengeluarkan sekresi, catat karakter, volume sputum, dan adanya hemoptisis.
S : -
O : secret tampak kental dan berwarna kuning

3. Memberikan posisi fowler/semifowler tinggi dan bantu klien berlatih nafas dalam dan batuk efektif.

S : klien mengatakan sulit bernafas saat berbaring tidur
O : Klien tampak sedikit relax

4. Membersihkan sekret dari mulut dan trakea, bila perlu lakukan penghisapan ( suction).

S : klien mengatakan masih sesak saat bernafas
O : dilakukan suction pada klien

5. Berkolaborasi dengan dokter dalam pemberian aerosol, nebulizer ultrasonik

S : klien mengatakan sulit ketika bernafas
O : klien tampak mulai sedikit tenang dan mudah saat inspirasi maupun ekspirasi
21 mei 2011
12.30 wib
S : klien mengatakan mulai mudah dalam bernafas
O : klien masih tampak sedikit relax, RR : 27x/menit, klien sudah terlihat sedikit mudah bernafas karena telah dilakukan tindakansuction.
A : tujuan belum tercapai
P : Lanjutkan intervensi 1,2,3,4,5
2. Tanggal, 21 januari 2011 07.30 wib



08.15 wib




08.30 wib


10.00 wib






10.30 wib








10.45 wib 1. Mengkaji ttv klien
S : -
O : TD : 120/90 mmHg, suhu : 37,5 0 C, RR : 27x/menit, HR : 94x/menit
2. Memantau hasil analisa gas darah
S : -
O : Hb:12 g/dl, Albumin: 3,3 g/dl, Ht : 43 %, pH darah : 7,45, PaCO2 : 45 mmHg, PaO2: 80 mmHg,
3. Mengobservasi terhadap sianosis
S :-
O : klien terlihat pucat, tidak terdapat sianosis pada kuku klien
4. Memantau pernafasan dan oksigenasi sesuai dengan kebutuhan
S : klien mengatakan sulit masih untuk bernafas
O : Klien terpasang oksigen dengan menggunakan simple masker (sungkup) dengan aliran 7L/menit
5. Menjelaskan kepada pasien dan keluarga alasan pemberian oksigen
S : Klien dan keluarga pasien mengatakan mengerti tentang tindakan pemberian oksigen
O: Keluarga klien tampak mengerti dengan penjelasan perawat dengan banyak bertanya tentang oksigen yang dipasang tersebut
6. Berkolaborasi dengan dokter dalam pemberian obat diuretik, bronkodilator dan obat analgetik
S : klien mengatakan nafasnya masih cepat dan masih terasa sulit saat bernafas
O : RR klien : 27x/menit dan wajah klien mulai tampak tenang 21 mei 2011
12.30 wib
S : klien mengatakan mulai mudah dalam bernafas
O : TD : 120/90 mmHg, suhu : 37,5 0 C, RR : 27x/menit, HR : 94x/menit, Hb:12 g/dl, Albumin: 3,3 g/dl, Ht : 43 %, pH darah : 7,45, PaCO2 : 45 mmHg, PaO2: 80 mmHg, Klien terpasang oksigen dengan menggunakan simple masker (sungkup) dengan aliran 7L/menit
A : tujuan belum tercapai
P : Lanjutkan intervensi 1,2,3,4,5,6 Adi
3. Tanggal, 21 mei 2011 08.00 wib



08.30 wib








11.00 wib






11.15 wib





12.30 wib
1. Memantau adanya pucat atau sianosis
S : -
O : Kapileri refil klien kembali dalam waktu 2 detik, jawah klien masih tampak pucat
2. Memantau kecepatan, irama, kedalaman dan usaha respirasi
S : -
O : dilakukan pemantauan RR : 27x/menit, Irama terdengar cracle dan pengembangan dada masih dangkal
3. Memantau respirasi yang berbunyi.
S : -
O : dilakukan pemantauan RR : 27x/menit, masih terdengar suara crecles namun lebih sedikit dibanding pemeriksaan awal dan pengembangan dada masih dangkal
4. Memposisikan klien untuk mengoptimalkan pernafasan
S : klien mengatakan masih sulit bernafas
O : klien diposisikan fowler untuk mengoptimalkan pernafasan
5. Berkolaborasi dengan dokter untuk pemberian oksigen.
S : -
O : Klien terpasang oksigen dengan menggunakan simple masker (sungkup) dengan aliran 7L/menit

21 mei 2011
12.30 wib
S : klien mengatakan mulai mudah dalam bernafas
O : RR : 27x/menit, Kapileri refil klien kembali dalam waktu 2 detik, jawah klien masih tampak pucat, dilakukan pemantauan Irama terdengar cracle dan pengembangan dada masih dangkal
A : tujuan belum tercapai
P : Lanjutkan intervensi 1,2,3,4,5 Adi



BAB IV
PEMBAHASAN
A. Pengkajian
Proses pengkajian yang dilakukan pada klien dengan edema paru dilakukan penulis dengan melakukan wawancara, observasi dan pemeriksaan fisik langsung kepada klien. Selain itu penulis mendapatkan keterangan dari keluarga dari keluarga, diskusi dengan perawat diruangan dan dokter serta data-data yang ada distatus rawat inap klien. Pelaksanaan pengkajian mengacu pada teori, akan tetapi disesuaikan dengan kondisi klien saat dikaji. Pada saat dilakukan pengkajian klien dan keluarga cukup terbuka dan sudah terjalin hubungan trust antara klien dengan penulis sehingga mempermudahkan dalam pelaksanaan asuhan keperawatan. Hal ini dibuktikan dengan klien dan kluarga mau menjawab pertanyaan dan menerima saran yang diberikan oleh penulis. Data yang didapat pada saat pengkajian pada Tn. M yaitu klien mengatakan sesak nafas, Sesak nafas terjadi ± sejak 5 hari yang lalu dengan aktivitas yang biasa, nafas cepat, sering pusing dan kelemahan. Dari hasil pengkajian tersebut menunjukkan tanda-tanda dan gejala yang ada pada klien sama dengan konsep teori yang ada. Pada teori terdapat pemeriksaan penunjang yaitu dengan Analisa gas darah Enzim kardiospesifik meningkat jika penyebabnya infark miokard. Darah rutin, ureum, kreatinin, , elektrolit, urinalisis, foto thoraks, EKG, enzim jantung (CK-MB, Troponin T), angiografi koroner dan rontgen. Sedangkan pada kasus, pemeriksaan penunjang yang dilakukan hanya AGD dan rontgen saja. Perbedaan ini dikarenakan pada kasus mengangkat masalah klien dengan edema paru yang disebabkan karena pnemonia. Dari data yang terkumpul kemudian dilakukan analisa dan identifikasi masalah yang dihadapi oleh klien yang merupakan data fokus dan selanjutnya dirumuskan diagnosa atau masalah keperawatan.

B. Diagnosa
Adapun diagnosa keperawatan yang muncul pada Tn. M adalah Gangguan pertukaran gas b.d perubahan membran kapiler – alveolar ditandai dengan klien mengeluh sesak nafas ± sejak 5 hari yang lalu dengan aktivitas yang biasa, nafas cepat, sering pusing dan kelemahan klien tampak pucat dari hasil pemeriksaan fisik terdapat TD : 130/90 mmHg, suhu 37,5 0 C, RR : 29x/menit, HR : 120x/menit. Dari dipemeriksaan laboratorium di dapatkan hasil pH darah : 7,5, PaCO2 : 50 mmHg, PaO2: 75 mmHg, Hb:10 g/dl, Albumin: 2,0 g/dl, Ht : 40 %. Terdengar bunyi cracle pada hasil auskultasi. Pola nafas tidak efektif b.d perubahan kedalaman pernafasan ditandai dengan klien mengeluh sesak nafas ± sejak 5 hari yang lalu dengan aktivitas yang biasa, nafas cepat, klien tampak pucat, segala aktivitas klien di bantu oleh keluarga, setelah diauskultasi oleh dokter terdengar suara cracle, kemudian dokter mengatakan bahwa terjadi penumpukkan cairan pada paru-paru pasien tepatnya pada alveoli paru, pengembangan dada klien abnormal. Intoleransi aktivitas b.d ketidakseimbangan antara suplai dan kebutuhan oksingen ditandai dengan klien mengeluh sesak nafas ± sejak 5 hari yang lalu dengan aktivitas yang biasa, nafas cepat, sering pusing dan kelemahan, klien tampak pucat, segala aktivitas klien di bantu oleh keluarga pH darah : 7,5, PaCO2 : 50 mmHg, PaO2: 75 mmHg, Hb:10 g/dl, Albumin: 2,0 g/dl, Ht : 40 %. Setelah diagnosa atau masalah keperawatan ditegakan selanjutnya dilakukan pembuatan rencana tindakan dan kriteria hasil untuk mengatasi masalah keperawatan yang ada pada klien. Kelompok mengambil diagnosa bersihan jalan nafas b.d obstruksi jalan nafas sebagai diagnosa prioritas kemudian gangguan pertukaran gas b.d perubahan membran kapiler – alveolar sebagai diagnosa kedua setelah itu diagnosa pola nafas tidak efektif b.d perubahan kedalaman pernafasan . Setelah diagnosa pertama dan kedua teratasi, maka dilanjutkan mengatasi diagnosa ketiga. Menurut pendapat dari kelompok tidak terdapat kesenjangan antara kasus terkait dengan teori. Karena dalam membuat kasus menyesuaikan dengan menifestasi klinis pada teori. Sehingga apa yang terjadi pada manifestasi klinis dalam teori sama dengan apa yang terjadi pada kasus. Sehingga dalam membuat diagnosa keperawatan tidak jauh berbeda dengan diagnosa keperawatan yang terdapat didalam kasus.

C. Perencanaan
Perencanaan dalam proses keperawatan dimulai setelah data terkumpul, dikelompkkan, dianalisa dan ditetapkan masalah keperawatan. Perencanaan disusun berdasarkan prioritas masalah yang disesuaikan dengan kondisi klien. Setelah masalah ditentukan berdasarkan prioritas, tujuan pelayanan keperawatan ditetapkan. Tujuan bisa ditetapkan dalam jangka panjang atau jangka pendek, harus jelas, dapat diukur dan realistis. Ditegaskan dalam bentuk perubahan, kriteria hasil sebagai alat ukur pencapaian tujuan yang mengacu pada tujuan yang disusun pada rencana keperawatan.pada penyusunan kriteria hasil penulis menyesuaikan dengan waktu pemberianperawatan yang dilakukan oleh penulis yaitu selama 1 hari. Perencanaan yang dibuat pada Tn. M dengan prioritas masalah gangguan pertukaran gas pada dasarnya untuk meminimalkan keluhan yang ada pada klien saat itu.. Setelah rencana keperawatan dibuat, kemudian dilanjutkan dengan pelaksanaan. Pelaksanaan rencana asuhan keperawatan merupakan kegiatan atau tindakan yang diberikan pada Tn. M dengan menerapkan pengetahuan dan kemampuan klinik yang dimilki oleh perawat berdasarkan ilmu-ilmu keperawatan dan ilmu-ilmu lainnya yang terkait. Seluruh perencanaan tindakan yang telah dibuat dapat terlaksana dengan baik.

D. Evaluasi
Evaluasi adalah tahap akhir dalam proses keperawatan. Pada evaluasi terdapat evaluasi formatif yaitu evaluasi yang dinuat segera setelah perawat melakukan tindakan keperawatan yang berisikan respon pasien baik subyektif maupun obyektif dan evaluasi sumatif yaitu evaluasi yang dibuat saat akhir jaga. Tahap evaluasi dalam proses keperawatan menyangkut pengumpulan data subjektif dan data objektif yang akan menunjukkan apakan tujuan asuhan keperawatan sudah tercapai sepenuhnya, sebagian atau belum tercapai. Serta menentukan masalah apa yang perlu di kaji, direncanakan, dilaksanakan dan dinilai kembali.
Tujuan tahap evaluasi adalah untuk memberikan umpan balik rencana keperawatan, menilai, meningkatkan mutu asuhan keperawatan melalui perbandingan asuhan keperawatan yang diberikan serta hasilnya dengan standar yang telah di tetapkan lebih dulu. Pada tahap evaluasi yang penulis lakukan pada Tn. M adalah melihat apakah masalah yang telah diatasi sesuai dengan kriteria waktu yang telah ditetapkan.









BAB V
PENUTUP

A. Kesimpulan
Edema paru merupakan suatu keadaan terkumpulnya cairan patologi di ekstravaskuler dalam paru. ( Arief Muttaqin, 2008 ). Edema paru adalah akumulasi cairan di paru-paru secara tiba-tiba akibat peningkatan tekanan intravaskular. Secara garis besar etiologi dari edema paru dibagi menjadi 2 yaitu : Kardiogenik dan Non-kardiogenik.
Gejala yang paling umum dari pulmonary edema adalah sesak napas. Ini mungkin adalah penimbulan yang berangsur-angsur jika prosesnya berkembang secara perlahan, atau ia dapat mempunyai penimbulan yang tiba-tiba pada kasus dari pulmonary edema akut. Gejala-gejala umum lain mungkin termasuk mudah lelah, lebih cepat mengembangkan sesak napas daripada normal dengan aktivitas yang biasa (dyspnea on exertion), napas yang cepat (tachypnea), kepeningan, atau kelemahan. Tingkat oksigen darah yang rendah (hypoxia) mungkin terdeteksi pada pasien-pasien dengan pulmonary edema. Lebih jauh, atas pemeriksaan paru-paru dengan stethoscope, dokter mungkin mendengar suara-suara paru yang abnormal, sepeti rales atau crackles (suara-suara mendidih pendek yang terputus-putus yang berkoresponden pada muncratan cairan dalam alveoli selama bernapas). Pemeriksaan penunjang yang dilakukan adalah : Analisa gas darah, Enzim kardiospesifik meningkat jika penyebabnya infark miokard, Darah rutin, ureum, kreatinin, , elektrolit, urinalisis, foto thoraks, EKG, enzim jantung (CK-MB, Troponin T), angiografi koroner, Rontgen. Kebanyakan komplikasi-komplikasi dari pulmonary edema mungkin timbul dari komplikasi-komplikasi yang berhubungan dengan penyebab yang mendasarinya. Lebih spesifik, pulmonary edema dapat menyebabkan pengoksigenan darah yang dikompromikan secara parah oleh paru-paru. Pengoksigenan yang buruk (hypoxia) dapat secara potensial menjurus pada pengantaran oksigen yang berkurang ke organ-organ tubuh yang berbeda, seperti otak.
Adult respiratori distres sindrom ( ARDS ) merupakan keadaan gagal nafas mendadak yang timbul pada klien dewasa tanpa kelainan paru yang mendasari sebelumnya, sulit untuk membuat definisi secara tepat, karena patogenesisnya belum jelas dan terdapat banyak faktor prespodisisi seperti syok karena perdarahan Sepsis, ruda paksa atau trauma pada paru atau tubuh lainnya, pankreatitis akut, aspirasi cairan lambung intoksikasi hiroin atau metadon. Sindrom gawat nafas akut juga dikenal dengan edema paru non kardiogenik. Diagnosa keperawatan yang muncul dari masalah ini adalah Bersihan jalan nafas tidakefektif, Gangguan pertukaran gas, Pola nafas tidak efektif dan Intoleransi aktivitas.

B. Saran
1. Bagi seorang perawat perlu memperhatikan kondisi klien secara komprehensif, tidak hanya fisik tetapi semua aspek manusia sebagai satu kesatuan yang utuh yang meliputi biopsikososialkultural.
2. Bagi mahasiswa diharapkan dapat makin memperbanyak pengetahuan dari berbagai referensi tentang Asuhan keperawatan Pada pasien dengan penyakit Edema Paru
3. Bagi dunia keperawatan diharapkan berperan serta dalam peningkatan kualitas perawat dengan cara menyediakan akses yang mudah bagi perawat untuk memperoleh ilmu pengetahuan yang sesuai dengan perkembangan untuk mengatasi masalah Pada pasien dengan penyakit Edema Paru.














DAFTAR PUSTAKA

• Muttaqin, Arif. 2008. Buku Ajar Asuhan Keperawatan Klien dengan Gangguan Sistem Pernafasan. Jakarta: Salemba Medika
• Doengoes
• Smeltzer, C. Suzanne, Bare, G. Brenda.2001. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Brunner & Suddarth. Edisi 8 vol 1alih bahasa Kuncoro, Andry Hartono, Monica Ester, Yasmin Asih. Jakarta: EGC
• Prof. Dr. Adhi Djuanda. 2009. MIMS Petunjuk Konsultasi edisi 9. Jakarta : Medidata Indonesia
• Tucker, Martin. 2003. Buku Standart Keperawatan edisi V

Asma Bronkial

BAB I
PENDAHULUAN

a. Latar Belakang
Angka kejadian penyakit alergi akhir-akhir ini meningkat sejalan dengan perubahan pola hidup masyarakat modern, polusi baik lingkungan maupun zat-zat yang ada di dalam makanan. Salah satu penyakit alergi yang banyak terjadi di masyarakat adalah penyakit asma. (Medlinux, 2008).
Dalam tiga puluh tahun terakhir terjadi peningkatan prevalensi (kekerapan penyakit) asma terutama di negara-negara maju. Kenaikan prevalensi asma di Asia seperti Singapura, Taiwan, Jepang, atau Korea Selatan juga mencolok. Kasus asma meningkat insidennya secara dramatis selama lebih dari lima belas tahun, baik di negara berkembang maupun di negara maju. Beban global untuk penyakit ini semakin meningkat. Dampak buruk asma meliputi penurunan kualitas hidup, produktivitas yang menurun, ketidakhadiran di sekolah, peningkatan biaya kesehatan, risiko perawatan di rumah sakit dan bahkan kematian. (Muchid dkk,2007).
Asma adalah satu diantara beberapa penyakit yang tidak bisa disembuhkan secara total. Kesembuhan dari satu serangan asma tidak menjamin dalam waktu dekat akan terbebas dari ancaman serangan berikutnya. Apalagi bila karena pekerjaan dan lingkungannya serta faktor ekonomi, penderita harus selalu berhadapan dengan faktor alergen yang menjadi penyebab serangan. Biaya pengobatan simptomatik pada waktu serangan mungkin bisa diatasi oleh penderita atau keluarganya, tetapi pengobatan profilaksis yang memerlukan waktu lebih lama, sering menjadi problem tersendiri. (Medlinux, 2008).
Peran perawat dalam mengatasi penyakit asma sangatlah penting. Perawat sebagai tenaga kesehatan perannya sangat penting dalam menolong penderita asma. Tenaga kesehatan khususnya perawat harus selalu meningkatkan pelayanan, salah satunya adalah memberikan edukasi atau pendidikan kesehatan. Pendidikan kesehatan kepada penderita dan keluarganya akan sangat berarti bagi penderita, terutama bagaimana keluarga menghadapi serangan Asma tersebut.



b. Tujuan Umum dan Khusus
1. Tujuan Umum
Setelah mengikuti seminar ini mahasiswa Keperawatan A6.1 Universitas Respati yogyakarta dapat memahami tentang penyakit Ashma Brankial dan asuhan keperawatan terhadap klien dengan penyakit Ashma Bronkial.
2. Tujuan Khusus
a. Mampu menjelaskan definisi asma bronkial
b. Mampu memahami etiologi asma bronkial
c. Mampu Memahami patofiologi asma bronkial
d. Mampu menjelaskan pathway asma bronkial
e. Mampu membuat asuhan keperawatan asma bronkial


BAB II
TINJAUAN TEORI

a. Definisi
Asma adalah penyakit jalan nafas obstruktif intermiten,reversibel dimana trakea dan bronki berespon dalam secara hiperaktif trehadap stimuli tertentu.Asma di mnifestasikan dengan penyempitan jalan nafas,yang mengakibatkan dispnea,batuk,dan mengi.tingkat penyempitan jalan napas dapat berubah baik secara spontan atau karena terapi.Asma berbeda dengaan penyakit paru obstuktif dalam hal bahwa asma adalah proses reversibel.Eksasibaser akut dapat saja terjadi,yang berlangsung dari beberapa menit sampai jam,di selangi oleh periodebebas gejala.jika asma dan bronkitis terjadi bersamaan,obstruksi yang di akibatkan menjadi gabungan dan di sebut bronkitis asmatik kronik. ( Brunner and Suddarth, 2002 ).

b. Epidemiologi
Dilaporkan bahwa sejak dua dekade terakhir prevalensi asma meningkat, baik pada anak-anak maupun dewasa. Di negara-negara maju, peningkatan berkaitan dengan polusi udara dari industri maupun otomotif, interior rumah, gaya hidup, kebiasaan merokok, pola makanan, penggunaan susu botol dan paparan alergen dini. Asma mempunyai dampak negatif pada kehidupan penderitanya termasuk untuk anak, seperti menyebabkan anak sering tidak masuk sekolah dan total asma di dunia diperkirakan 7,2% (6% pada dewasa dan 10% pada anak).
Terdapat variasi prevalensi, angka perawatan, dan mortalitas asma, baik regional maupun lokal, perbedaaan tersebut belum jelas apakah prevalensi memang berbeda atau karena perbedaan kriteria diagnosis. Untuk mengatasi hal tersebut telah dilaksanakan penelitian multisenter di beberapa negara menggunakan definisi asma yang sama, dengan menggunakan kuesioner standart. Salah satu penelitian multisenter yang dilaksanakan yaitu International Study of Asthma and Allergy in Children (ISAAC)(5).
Telah dilakukan penelitian ISAAC fase I pada tahun 1996, yang dilanjutkan dengan ISAAC fase III pada tahun 2002. Penelitian ISAAC fase I telah dilaksanakan di 56 negara, meliputi 155 senter, pada anak usia 6 - 7 tahun dan 13 - 14 tahun. Penelitian ISAAC menggunakan kuesioner standar dengan pertanyaan:”Have you (your child) had wheezing or whistling in the chest in the last 12 months?” Untuk mengelompokkan dalam diagnosis asma bila jawabannya “Ya”. Pada anak usia 13 – 14 tahun selain diminta mengisi kuesioner juga diperlihatkan video asma. Hasilnya ternyata sangat bervariasi. Untuk usia 13 – 14 tahun yang terendah di Indonesia (1,6%) dan yang tertinggi di Inggris, sebesar 36,8%.
Survey mengenai prevalens asma di Eropa telah dilakukan di 7 negara (Asthma insights & Reality in Europe = AIRE) meliputi 73.880 rumah tangga, yang berjumlah 213.158 orang. Hasil survei mendapatkan prevalensi populasi current asthma sebesar 2,7%.
Penelitian mengenai prevalensi asma di Indonesia telah dilakukan di beberapa pusat pendidikan, namun belum semuanya menggunakan kuesioner standar. Pada Tabel 1. dapat dilihat beberapa hasil survei prevalensi asma pada anak di Indonesia.
Di Rumah Sakit Dr. Soetomo Surabaya kunjungan penderita asma dibawah usia 5 tahun di Instalasi Rawat Darurat pada tahun 1997 adalah 239 anak dari 8994 anak ( 2,6 %), pada tahun 2002 adalah 472 anak dari 14.926 anak ( 3,1 %) ( Data rekam medik IRD RS Dr. Soetomo Surabaya).
Berbagai faktor mempengaruhi tinggi rendahnya prevalens asma di suatu tempat, antara lain umur, gender, ras, sosio-ekonomi dan faktor lingkungan. Faktor-faktor tersebut mempengaruhi prevalensi asma, terjadinya serangan asma, berat ringannya serangan, derajat asma dan kematian karena penyakit asma.

c. Anatomi Fisiologi
Organ-organ pernapasan :
1. Bronkus
Bronkus atau cabang tenggorok merupakan lanjutan dari trakea, ada dua buah yang terdapat pada ketinggian vertebra thorakalis IV dan V, mempunyai struktur serupa dengan trakea dan dilapisi oleh jenis sel yang sama. Bronkus itu berjalan ke bawah dan ke samping kea rah tampuk paru-paru. Bronkus kanan lebih pendek dan lebih besar daripada bronkus kiri, terdiri dari 6-8 cincin, mempunyai 3 cabang. Bronkus kiri lebih panjang dan lebih ramping dari yang kanan, terdiri dari 9-12 cincin dan mempunyai 2 cabang. Bronkus bercabang-cabang, cabang yang lebih kecil disebut bronkiolus (bronkioli). Pada bronkioli tak terdapat cincin lagi, dan pada ujung bronkioli terdapat gelembung paru/gelembung hawa atau alveoli.


d. Etiologi
Asma adalah suatu obstruktif jalan nafas yang reversibel yang disebabkan oleh :
1) Kontraksi otot di sekitar bronkus sehingga terjadi penyempitan jalan nafas.
2) Pembengkakan membran bronkus.
3) Terisinya bronkus oleh mukus yang kental.
e. Manifestasi Klinis
Tiga gejala umum asma adalah batuk,dispnea,dan mengi. Pada beberapa keadaan,batuk mungkin merupakan satu-satunya gejala. Serangan asma sering kali terjadi pada malam hari. Penyebabnya tak dimengerti dengan jelas,tetapi mungkin berhubungan dengan variasi sirkadian, yang mempengaruhi ambang reseptor jalan nafas.
Serangan asma biasanya bermula mendadak dengan batuk dan rasa sesak dalam dada,disertai dengan pernafasan lambat,mengi,laborius. Ekspirasi selalu lebih susah dan panjang dibanding inspirasi,yang mendorong klien untuk duduk tegakdan menggunakan tiap otot-otot aksesori pernafasan. Jalan nafas yang tersumbatmenyebabkan dispnea. Batuk pada awalnya susah dan kering tetapi segera menjadi lebih kuat. Sputum,yang terdiri atas sedikit mukus mengandung massa glatinosa bulat, berkeringat,takikardi dan pelebaran tekanan nadi.
Serangan asma dapat berlangsung 30 menit sampai beberapa jam dan dapat hilang secara spontan. Meski serangan asma jarang yang fatal, kadang terjadi reaksi kontinu yang lebih berat,yang disebut “status asma tikus”. Kondisi ini merupakan keadaan yang mengancam hidup.
Reaksi yang berhubungan kemungkinan reaksi alergi lainnya yang dapat menyertai asma termasuk ekzema,ruam,dan edema temporer. Serangan asmatik dapat terjadi secara periodik setelah pemajanan terhadap alergen spesifik,obat-obat tertentu,latihan tertentu,dan kegairahan kecil yang dibatukkan dengan susah payah. Tanda selanjutnya termasuk sianosis sekunder terhadap hipoksia hebat. Dan gejala-gejala retensi karbon dioksida,termasuk
emosional
f. Patofisiologi
Asma adalah obstruksi jalan nafas difus reversibel. Obstruksi disebabkan oleh satu atau lebih dari yang berikut ini :
1. Kontraksi otot –otot yang mengelilingi bronkus, yang menyempitkan jalan nafas.
2. Pembegkakan membran yang melapisi bronkus
3. Pengisian bronkus dengan mukus yang kental.
Selain itu, otot-otot bronkial dan kelenjar mukosa membesar ; sputum yang kental banyak dihasilkan dan alveoli menjadi hiperinflasi, dengan udara tertangkap kedalam jaringan paru. Mekanisme yang terjadi dari perubahn ini tidak diketahui, tetapi apa yang paling diketahui adalah keterlibatan sistem imunologis dan sistem saraf otonom.
Beberapa individu dengan asma mengalami respon imun yang buruk terhadap lingkungan mereka. Antibodi yang dihasilkan (IgE) kemudian menyerang sel –sel mast dalam paru. Pemajan ulang terhadap anti gen mengakibatkan ikatan anti gen dengan antibodi, menyebabkan pelepasan produk sel-sel mast( disebut mediator) seperti histamin, bradikinin dan prostagladin serta anfilaksis dari substansi yang bereksi lambat(SRS-A). Pelepasan mediator ini dalam jaringan paru mempengaruhi otot polos dan kelenjar jalan nafas, menyebabkan bronkospasme, pembekakan membran mukosa dan pembentukan mukus yang sangat banyak.
Sistim saraf otonom mempersarafi paru. Tonus otot bronkial diatur oleh impils saraf vagal melalui sistim parasimpatis.pada asma idopatik atau nonalergi, ketika ujung saraf pada jalan nafas di rangsang oleh faktor seperti infeksi, latihan, dingin, merokok, emosi, dan polutan, jumlah asetilkolin ini secara langsung menyebabkan bronkokonstriksi juga merangsang pembentukan mediator kimiawi yang di bahas di atas. Individu dengan asma dapat mempunyai toleransi rendah terhadap respons parasimpatis.
Selain itu,reseptor a- dan b-adrenargik dari sistem saraf simpatis terletak dalam bronki. Ketika reseptor a-adrenargik di rangsang,terjadi bronkokonstriksi; bronkodilatasi terjadi ketika reseptor b-adrenergik yang dirangsang. Keseimbangan antar resptor a- dan b-andregenik dikendalikan terutama siklik adenosin monofosfat (cAMP). Stimulasi reseptor-alfa mengakibatkan penurunan cAMP, yang mengarah pada peningkatan mediator kimiawi yang dilepaskan oleh sel-sel mast bronkokonstriksi. Stimulasi reseptor –beta mengakibatkan peningkatan tingkat cAMP, yang menghambat pelepasan mediator kimiawi dan menyebabkan bronkodilatasi. Teori yang diajukan adalah penyekatan b-adrenergik terjadi pada individu dengan asma. Akibatnya asmatik rentan terhadap peningkatana pelepasan mediator kimiawi dan konstriksi otot polos.

g. Pemeriksaan Penunjang
Beberapa pemeriksaan penunjang seperti :
a. Spirometri :
Untuk menunjukkan adanya obstruksi jalan nafas.
b. Tes provokasi :
1) Untuk menunjang adanya hiperaktifitas bronkus.
2) Tes provokasi dilakukan bila tidak dilakukan lewat tes spirometri.
3) Tes provokasi bronkial seperti :
Tes provokasi histamin, metakolin, alergen, kegiatan jasmani, hiperventilasi dengan udara dingin dan inhalasi dengan aqua destilata.
4) Tes kulit : Untuk menunjukkan adanya anti bodi Ig E yang spesifik dalam tubuh.
c. Pemeriksaan kadar Ig E total dengan Ig E spesifik dalam serum.
d. Pemeriksaan radiologi umumnya rontgen foto dada normal.
e. Analisa gas darah dilakukan pada asma berat.
f. Pemeriksaan eosinofil total dalam darah.
g. Pemeriksaan sputum.
h. Komplikasi
Berbagai komplikasi yang mungkin timbul adalah :
1. Status asmatikus
2. Atelektasis
3. Hipoksemia
4. Pneumothoraks
5. Emfisema
6. Deformitas thoraks
7. Gagal nafas
i. Penatalaksanaan Medis dan Keperawatan
1. Waktu serangan :
a. Bronkodilatora. Golongan adrenergik: Adrenalin larutan 1 : 1000 subcutan. 0,3 cc ditunggu selama 15 menit, apabila belum reda diberi lagi 0,3 cc jika belum reda, dapat diulang sekali lagi 15 menit kemudian. Untuk anak-anak diberikan dosis lebih kecil 0,1 – 0,2 cc.
b. Golongan methylxanthine: Aminophilin larutan dari ampul 10 cc berisi 240 mg. Diberikan secara intravena, pelan-pelan 5 – 10 menit, diberikan 5 – 10 cc. Aminophilin dapat diberikan apabila sesudah 2 jam dengan pemberian adrenalin tidak memberi hasil.
c. Golongan antikolinergik: Sulfas atropin, Ipratroprium Bromide. Efek antikolinergik adalah menghambat enzym Guanylcyclase.
d. Antihistamin.Mengenai pemberian antihistamin masih ada perbedaan pendapat. Ada yang setuju tetapi juga ada yang tidak setuju.
e. Kortikosteroid.Efek kortikosteroid adalah memperkuat bekerjanya obat Beta Adrenergik. Kortikosteroid sendiri tidak mempunayi efek bronkodilator.
f. Antibiotika.Pada umumnya pemberian antibiotik tidak perlu, kecuali: sebagai profilaksis infeksi, ada infeksi sekunder.
g. Ekspektoransia. Memudahkan dikeluarkannya mukus dari saluran napas. Beberapa ekspektoran adalah: air minum biasa (pengencer sekret), Glyceril guaiacolat (ekspektorans)
2. Diluar serangan
Disodium chromoglycate. Efeknya adalah menstabilkan dinding membran dari cell mast atau basofil sehingga: mencegah terjadinya degranulasi dari cell mast, mencegah pelepasan histamin, mencegah pelepasan Slow Reacting Substance of anaphylaksis, mencegah pelepasan Eosinophyl Chemotatic Factor).

Pengobatan Non Medikamentosa:
1. Waktu serangan:
a. Pemberian oksigen, bila ada tanda-tanda hipoksemia, baik atas dasar gejala klinik maupun hasil analisa gas darah.
b. Pemberian cairan, terutama pada serangan asma yang berat dan yang berlangsung lama ada kecenderungan terjadi dehidrasi. Dengan menangani dehidrasi, viskositas mukus juga berkurang dan dengan demikian memudahkan ekspektorasi.
c. Drainase postural atau chest physioterapi, untuk membantu pengeluaran dahak agar supaya tidak timbul penyumbatan.
d. Menghindari paparan alergen.
2. Diluar serangan
a. Pendidikan/penyuluhan
Penderita perlu mengetahui apa itu asma, apa penyebabnya, apa pengobatannya, apa efek samping macam-macam obat, dan bagaimana dapat menghindari timbulnya serangan. Menghindari paparan alergen.
b. Imunoterapi/desensitisasi.
Penentuan jenis alergen dilakukan dengan uji kulit atau provokasi bronkial. Setelah diketahui jenis alergen, kemudian dilakukan desensitisasi.
c. Relaksasi/kontrol emosi.
Untuk mencapai ini perlu disiplin yang keras. Relaksasi fisik dapat dibantu dengan latihan napas.
j. Pengkajian
1.1. Anamnesis
Pengkajian mengenai nama, umur, dan jenis kelamin perlu dilakukan pada klien dengan asma. Serangan asma pada ussia dini memberikan implikasi bahwa sangta mungkin terdapat status atopic. Serangan pada usia dewasa dimungkinkan adanya factor non-atopik. Tempat tinggal menggambarkan kondisi lingkungan tempat klien berada. Bedasrkan alamat tersebut, dapat diketahui pula factor yang memungkinkan menjadi pencetus serangan asma. Status perkawinan dan gangguan emosional yang timbul dalam keluarga atau lingkungan merupakan factor pencetus serangan asma. Pekerjaan serta suku bangsa juga perlu dikaji untuk mengetahui adanya paparan bahan allergen. Hal lain yang perlu dikaji dari identitas klien ini adalah tanggal masuk rumah sakit (MRS), nomor rekam medis, asuransi kesehatan, dan diagnosis medis.
Keluhan utama meliputi sesak napas, bernapas terasa berat pada dada, dan adanya kesulitan untuk bernapas.
a) Riwayat Penyakit Saat Ini
Klien dengan serangan asma dating mencari pertolongan terutama dengan keluhan sesak napas yang berat dan mendadak, kemudian diikuti dengan gejala-gejala seperti wheezing, penggunaan otot bantu pernapasan, kelelahan, gangguan kesadaran, sianosis, dan perubahan tekanan darah.
Serangan asma mendadak secara klinis dapat dibagi menjadi tiga stadium. Sstadium pertama ditandai dengan batuk-batuk berkala dan kering. Batuk ini terjadi karena iritasi mukosa yang kental dan mengumpul. Pada stadium ini terjadi edema dan pembengkakan bronkus. Stadium kedua ditandai dengan batuk disertai dengan mucus yang jernih dan berbusa. Klien merasa sesak napas, berusaha untuk bernapas dalam, ekspirasi memanjang diikuti bunyi mengi (wheezing). Klien lebih suka duduk dengan tangan diletakkan pada pinggir tempat tidur, tampak pucat, gelisah, dan warna kulit mulai membiru. Stadium ketiga ditandai dengan hampir tidak terdengarnya suara napas karena aliran udara kecil, tidak ada batuk, pernapasan menjadi dangkal dan tidak teratur, irama pernapasan meningkat karena asfiksia
Perawat perlu mengkaji obat-obatan yang biasa diminum klien dan memeriksa kembali setiap jenis obat apakah masih relevan untuk digunakan kembali.
b) Riwayat Penyakit Dahulu
Penyakit yang pernah diderita pada masa-masa dahulu seperti adanya infeksi saluran pernapasan atas, sakit tenggorokan, amandel, sinusitis, dan polip hidung. Riwayat serangan asma, frekuensi, waktu, dan allergen-alergen yang dicurigai sebagai pencetus seranagn, serta riwayat serangan pengobatan yang dilakukan utnuk meringankan gejala.
c) Riwayat Penyakit Keluarga
Pada klien dengan serangan asma perlu dikaji tentang riwayat penyakit asma atau penyakit alergi yang lain pada anggota keluarganya karena hipersensitivitas pada penyakit asma ini lebih ditentukan oleh factor genetic dan lingkungan (Hood Alsagaf, 1993).
1.2. Pengkajian Psiko-Sosio-Kultural
Kecemasan dan koping yang tidak efektif sering didapatkan pada klien dengan asma bronchial. Status ekonomi berdampak pada suransi kesehatan dan perubahan mekanisme peran dalam keluarga. Gangguan emosional sering dipandang sebagai salah satu pencetus seranganbagi serangan asma baik gangguan itu berasal dari rumah tangga, lingkungan sekitra, sampai lingkungan kerja. Seorang dengan beban hidup yang berat lebih berpotensial mengalami serangan asma. Berada dalam keadaan yatim piatu, mengalami ketidakharmonisan hubungan dengan orang lain, sampai mengalami ketakutan tidak dapat menjalankan peranan seperti semula.
a) Pola Persepsi dan Tata Laksana Hidup Sehat
Gejala asma dapat membatasi manusia untuk berperilaku hidup normal sehingga klien dengan asma harus mengubah gaya hidupnya sesuai kondisi yang tidak akan menimbulkan serangan asma.
b) Pola Hubungan dan Peran
Gejala asma ssangat membatasi klien untuk menjalani kehidupannya secara normal. Klien perlu menyesuaikan kondisinya dengan hubungan dan peran klien, baik di lingkungan rumah tangga, masyarakat auatupun lingkungan kerja serta perubahan peran yang terjadi setelah klien mengalami serangan asma.
c) Pola Persepsi dan Konsep Diri
Perlu dikaji tentang persepsi klien terhadap penyakitnya. Persepsi yang salah dapat menghambat respins kooperatif pada diri klien. Cara memandang diri yang salah
juga akan menjadi stressor dalam kehidupan klien. Semakin banyak stressor yang ada pada kehidupan klien dengan asma dapat meningkatkan kemungkinan serangan asma berulang.
d) Pola Penanggulangan Stres
Stres dan ketegangan emosional merupakan factor intrinsic pencetus asma. Oleh karena itu, perlu dikaji penyebab terjadinya stress. Frekuensi dan pengaruh stress terhadap kehidupan klien serta cara penanggulangan terhadap stressor.
e) Pola Sensorik dan Kognitif
Kelainan pada pola sensori dan kognitif akan mempengaruhi konsep diri klien dan akhirnya mempengaruhi jumlah stressor yang dialami klien sehingga kemungkinan terjadi serangan asma berulang pun akan semakin tinggi.
f) Pola Tata Nilai dan Kepercayaan
Kedekatan klien pada sesuatu yang diyakininya di dunia dipercaya dapat meningkatkan kekuatan jiwa klien. Keyakinan klien terhadap Tuhan dan mendekatkan diri kepada-Nya merupakan metode penanggulangan stress yang konstruktif.
d) Diagnosa
1. Ketidakefektifan bersihan jalan napas yang berhubungan dengan adanya bronkhokonstriksi, bronkhospasme, edema mukosa dan dinding bronkus, serta sekresi mucus yang kental.
2. Resiko tinggi ketidakefektifan pola napas yang berhubungan dengan penignkatan kerja pernapasan, hipoksemia, dan ancaman gagal napas.
3. Gangguan pertukaran gas yang berhubungan dengan serangan asma menetap.
4. Gangguan pemenuhan nutrisi: kurang dari kebutuhan tubuh yang berhubungan dengan penurunan nafsu makan.
5. Gangguan ADL yang berhubungan dengan kelemahan fisik umum, keletihan.
6. Cemas yang berhubugan dengan adanya ancaman kematian yang dibayangkan (ketidakmampuan untuk bernapas).
7. Kurangnya pengetahuan yang berhubungan dengan informasi tidak adekuat mengenai proses penyakit dan pengobatan.
e) Rencana Intervensi
1. Ketidakefektifan bersihan jalan napas tidak efektif yang berhubungan dengan bronkhokontriksi, bronkhospasme, edema mukosa dan dinding bronkus, serta sekresi mucus yang kental.
Tujuan dalam waktu 3x24 jam setelah diberikan intervensi kebersihan jalan napas kembali efektif.
Kriteria evaluasi :
a. Dapat mendemonstrasikan batuk efektif
b. Dapat menyatakan strategi untuk menurunkan kekentalan sekresi
c. Tidak ada suara napas tambahan dan wheezing (-).
d. Pernapasan klien normal (16-20x/menit) tanpa ada penggunaan otot bantu napas.
Rencana Intervensi :
a. Kaji warna, kekentalan, dan jumlah sputum
Rasional : Karakteristik sputum dapat menunjukkan berat ringannya obstruksi.
b. Atur posisi semifowler
Rasional : Meningkatkan ekspansi dada
c. Ajarkan cara batuk efektif
Rasional : Batuk yang terkontrol dan efektif dapat memudahkan keluarnya secret yang melekat di jalan napas.
d. Bantu klien latihan napas dalam
Rasional : Ventilasi maksimal membuka lumen jalan napas dan meningkatkan gerakan secret ke dalam jalan napas besar untuk dikeluarkan
e. Pertahankan intake cairan sedikitnya 2500ml/hari kecuali tidak diindikasikan
Rasional : Hidrasi yang adekuat membantu mengencerkan secret dan mengefektifkan pembersihan jalan napas.
f. Lakukan fisioterapi dada dengan teknik postural drainase, perkusi, dan fibrasi dada.
Rasional : Fisioterapi dada merupakan strategi untuk mengeluarkan secret.
g. Kolaborasi pemberian obat
Bronkodilator golongan B2
1.1. Nebulizer (via inhalasi) dengan golongan terbutaline 0,25mg, fenoterol HBr 0,1% Solution, orciprenaline sulfur 0,75mg.
Rasional : Pemberian bronkodilator via ihalasi akan langsung menuju area bronkus yang mengalami spasme sehingga lebih cepat berdilatasi.
1.2. Intravena dengan golongan theophyline ethilenediamine (Aminofilin) bolus IV 5-6 mg.
Rasional : Pemberian secara intravena merupakan usaha pemeliharaan agar dilatasi jalan napas dapat optimal.
h. Agen mukolitik dan ekspektorant
Agen mukolitik menurunkan kekentalan dan perlengketan secret paru untuk memudahkan pembersihan.
Agen ekspektoran akan memudahkan secret lepas dari perlengketan ajaln napas.

i. Kortikosteroid.
Rasional : Kortikosteroid berguna pada keterlibatan luas dengan hipoksemia dan menurunkan reaksi inflamasi akibat edema mukosa dan dinding bronchus.

k. Pathway















BAB III
ASUHAN KEPERAWATAN


a. Kasus
Ny. K 38 tahun datang ke rumah sakit dengan keluhan sesak nafas dan nyeri pada dadanya. Klien mengatakan dirinya juga menderita batuk yang disertai dahak yang kental dan berwarna kuning. Nyeri yang dirasakannya terus – menerus pada saat serangan sesak nafasnya terjadi, hal ini biasa berlangsung sekitar 15 menit. Skala nyerinya 6.
Saat pemeriksaan dada didapatkan bunyi wheezing dan pada saat dilakukan pengukuran kapasitas vital paru terjadi penurunan yaitu 4400 ml yang normalnya 4800 ml.
Pada saat dilakukan pengukuran TTV didapatkan hasil  TD = 110 / 70 mmHg, RR = 33x/mnt, nadi = 107x/mnt, suhu = 37,50C.
Keluhan yang klien rasakan sering terjadi pada malam hari yang dingin dan pada saat klien kontak dengan udara yang berdebu dan berasap.
Terlihat jelas pada saat klien bernafas terdapat pernafasan cuping hidung dan nafas terlihat cepat dan dalam. Klien juga mengatakan tubuhnya sangat lemas, sehingga dalam melakukan aktivitas sehari – hari dibantu oleh keluarganya dan untuk berjalan klien menggunakan kursi roda. Klien tampak lemah dan pucat.

b. Pengkajian

Pengkajian Keperawatan
Nama Perawat : Perawat
Tanggal Pengkajian : 20 Januari 2011
Jam Pengkajian : 08.00 wib
Tanggal masuk : 19 Januari 2011
1. Biodata :
Pasien
Nama : Ny. K
Agama : Islam
Pendidikan : SMA
Pekerjaan : Tidak bekerja / Ibu rumah tangga
Status Pernikahan : Menikah
Alamat : Jogjakarta
Diagnosa Medis : Asma Bronkial

Penanggung Jawab
Nama : Tn. A
Agama : Islam
Pendidikan : SMA
Pekerjaan : Swasta
Status Pernikahan : Menikah
Alamat : Jogjakarta
Hubungan dengan klien : Suami klien

2. Keluhan utama :
Klien mengeluh dadanya sesak dan nyeri.
3. Riwayat Kesehatan :
a. Riwayat Penyakit Sekarang :
Klien masuk ke rumah sakit dengan keluhan nyeri dan dadanya terasa sesak. Klien juga mengatakan dirinya menderita batuk disertai dengan dahak kental dan berwarna kuning. Hal ini sering diarasakan klien pada saat malam hari dan pada saat klien kontak dengan lingkunagn yang berdebu dan berasap. Klien juga mengatakan tubuhnya sangat lemas.
b. Riwayat Penyakit Dahulu :
Sejak kecil klien pernah mengalami alergi terhadap debu dan asap yang berkebihan.

c. Riwayat Penyakit Keluarga :
Di dalam keluarga klien tidak didapatkan data bahwa keluarga klien ada yang menderita penyakit serupa.

4. Basic Promoting physiology of Health
1. Aktivitas dan latihan
Klien sangat lemah sehingga untuk aktivitas dibantu keluarga dan untuk berjalan menggunakan alat bantu kursi roda.
2. Tidur dan istirahat
Untuk istirahat klien mengatakan tidak pernah mengalami masalah, kecuali pada saat penyakitnya kambuh.
3. Kenyamanan dan nyeri
Pada pengkajian nyeri didapatkan :
P : saat kontak dengan debu dan asap dan udara malam yang dingin
Q : terus-menerus
R : dada
S : 4
T : 15 menit


4. Nutrisi
Klien biasa makan 3X sehari dengan porsi 1 piring habis. Tapi saat sakitnya bertambah parah klien mengatakan tidak begitu nafsu makan karena dadanya yang sesak.
A: antopometri (BB : 56, TB : 160)
B: Biokimia (px Lab à hiperglikemia : 13 mmol/L, LDH : 550 IU/L, Hb : 14,5 gr/dl, leukosit ; 8 rb/mmk, trombosit : 150 rb/mmk)
C: Clinis (klien terlihat lemah dan wajah tampak pucat)
D: Diet (makanan yang lunak dan sedikit tapi sering)

5. Cairan, elektrolit dan asam basa.
Klien biasa minum 1hri 6 gelas dengan ukuran 1 gelas 200cc.
6. Oksigenasi
Saat masuk RS klien mengalami sesak nafas dan dyspnea / sakit saat bernafas.
7. Eliminasi fekal/bowel
Klien BAB rutin 1X dalam 1 hari.
8. Eliminasi urin
Sebelum masuk RS klien mengeluh kesulitan buang air kecil. Sehari klien susah kencing, lalu keluarga membawanya ke Rumah Sakit. Sesampai di Rumah Sakit dipasang kateter dan air kencing lancer keluar keluar berwarna agak merah kemudian yang keluar berwarna agak coklat seperti air teh.
9. Sensori, persepsi dan kognitif
Klien tidak mengalami gangguan persepsi dan sensori.

5. Pemeriksaan Fisik
a. Keadaan umum pasien tampak lemah.
TTV TD : 110/70mmHg, RR : 30x/mnt, nadi : 105x/menit, suhu : 37,50C
Pemeriksaan kepala : bentuk kepala klien simetris, tidak terdapat lesi di kulit kepala tidak didapatkan hematom,tidak ada lesi pada kulit kepala, keadaan rambut klien juga bagus, tidak rontok.
Pemeriksaan muka : wajah klien bentuknya simetris dan tidak ada lesi pada wajah, wajah nampak pucat. Mata klien simetris, keadaan bola mata simetris hanya saja matanya terlihat sayu, kelopak mata tidak ada kemerahan ataupun bengkak, sklera putih, terdapat sekret pada mata, kunjungtiva anemis.
Pemeriksaan hidung : dentuk hidung klien simetris, tidak terjadi penyimpanagn septum nasi, tidak didapatkan hematom, tidak didapatkan epistaksis, tampak pernafasan cuping hidung.
Pemeriksaan mulut : keadaan mulut klien sedikit kotor dan kering, tidak terdapat stomatitis, gigi klien bersih, warna bibir pucat, mukosa bibir lembab.
Pemeriksaan telinga : telinga klien kotor, tidak ada penyimpangan bentuk telinga.

b. Pemeriksaa leher : leher klien simetris tidak ada penyimpangan, tidak ada pembesaran kelenjar tyhroid, saat dilakukan pengukuran JVP didapatkan nilai 2 cm yang artinya angka normal dan tidak ada peningkatan tekanan pada JVP, tidak ada kaku kuduk, tidak terjadi kesusahan dalam menelan.
Pemeriksaan dada  paru
a) Inspeksi : bentuk tulang dada simetris, tetapi saat bernafas klien terlihat pengembangan dada yang tidak simetris.
b) Palpasi : saat dilakukan palpasi vokal fremitus dapat terasa getaran yang berat
c) Perkusi : suara perkusi yang dihasilkan dari paru-paru klien terdapat bunyi pekak yang menunjukkan banyak terdapat sekret.
d) Auskultasi : saat dilakukan auskultasi terdapat bunyi wheezing
Pemeriksaan dada  jantung
Saat dilakukan pemeriksaan auskultasi jantung didapatkan bunyi S1 S2, yang berarti tidak ada gangguan pada jantung.
c. Pemeriksaan abdomen :
a) Inspeksi : bentuk abdomen klien simetris, tidak asites ataupun kemerahan
b) Auskultasi : karakter bunyi peristaltiknya normal, frekuensi peristaltic ususnya didapatkan nilai 12x/menit masih dalam rentang normal
c) Palpasi : untuk mengkaji ukuran hepar, lien & ginjal, kaji nyeri tekan.
d) Perkusi : Kaji jenis & lokasi bunyiàtympani (normal pd usus) hypertimpani (kembung), menentukan batas hepar.



d. Genetalia :
a) Inspeksi : warna genitalia terlihat normal yaitu berwarna lebih gelap dari kulit yang lain, tidak terdapat lesi atau bengkak, cairan yang dikeluarkan berwarna keputihan dan tidak berbau, pertumbuhan rambut pubis normal.
b) Palpasi : tidak ada masa di sekitar genitalia dan tidak terdapat nyeri tekan.
e. Rectum
a) Inspeksi : di sekitar anus tidak terdapat lesi ataupun kemerahan, juga didapatkan tanda – tanda infeksi ( rubor, dolor, color, tumor, fungsio laesa )
f. Pengkajian ekstremitas : klien sangat lemah.
6. Psiko Sosio Budaya dan Spiritual :
a) Psikologis : secara psikologis klien tidak mengalami stres yang berat
Saat mengalami masalah ini klien lebih menerima dengan pasrah, tidak ada pengingkaran pada diri klien
b) Sosial : di lingkungan sosialnya klien hanya aktif mengikuti arisan di daerahnya saja.
Kehidupan sosial klien cukup baik dengan orang – orang di sekelilingnya.
c) Budaya : budaya klien adalah budaya Jawa, tetapi klien tidak terlalu fanatik dengan budaya yang dianutnya, tetapi ia juga tidak melanggar apa yang sudah menjadi budayanya.
d) Spiritual : klien menganut agam Islam dan klien merupakan umat beragama yang taat, klien sepenuhnya mnyerahkan penyakitnya kepada Tuhannya.
e) Aktivitas ibadah sehari-hari. Klien biasa melakukan shalat 5 waktu walaupun dalam keadaan duduk atau berbaring.
7. Pemeriksaan Penunjang :
Klien telah menjalani pemeriksaan :
a. Pemeriksaan radiologi
b. Pemeriksaan kapasitas vital paru
c. Pemeriksaan sputum
d. Pemeriksaan darah
8. Terapi Medis :
Infuse RL
Injeksi

c. Analisa Data
No. Data Fokus Etiologi Problem
1. DO : - TD = 110 / 70 mmHg, RR = 33x/mnt, nadi = 107x/mnt, suhu = 37,50C.
- Saat pemeriksaan dada didapatkan bunyi wheezing

DS : - Klien mengeluh sesak nafas dan nyeri pada dadanya.
- Klien mengatakan dirinya menderita batuk yang disertai dahak yang kental dan berwarna kuning.
- Keluhan yang klien rasakan sering terjadi pada malam hari yang dingin dan pada saat klien kontak dengan udara yang berdebu dan berasap.
Lingkungan, mucus yang banyak, spasme jalan nafas Bersihan jalan nafas tidak efektif
2. DO : - TD = 110 / 70 mmHg, RR = 33x/mnt, nadi = 107x/mnt, suhu = 37,50C.
- Terjadi penurunan kapasitas vital peru dari 4800 ml menjadi 4400ml
- Terlihat jelas pada saat klien bernafas terdapat pernafasan cuping hidung dan nafas terlihat cepat dan dalam.
DS : - Keluhan sesak nafas dan nyeri pada dadanya
- Nyeri yang dirasakannya terus menerus pada saat serangan sesak nafasnya terjadi hal ini biasa berlangsung sekitar 15 menit. Skala nyerinya 4.

Hipoventilasi, kelelahan otot pernafasan, nyeri Pola nafas tidak efektif
3. DO :- Klien tampak lemah dan pucat.
- Pada saat dilakukan pengukuran TTV didapatkan hasil  TD = 110 / 70 mmHg, RR = 33x/mnt, nadi = 107x/mnt, suhu = 37,50C.
- Klien berjalan dibantu menggunakan kursi roda
DS : - Klien mengatakan tubuhnya sangat lemas, sehingga dalam melakukan aktivitas sehari – hari dibantu oleh keluarganya

Ketidakseimbangan antara kebutuhan dan suplai oksigen Intoleransi aktifitas



d. Prioritas Diagnosa
1. Bersihan jalan nafas tidak efektif b.d lingkungan, mucus yang banyak, spasme jalan nafas.
2. Pola nafas tidak efektif b.d hipoventilasi, kelelahan otot pernafasan, nyeri.
3. Intoleransi aktifitas b.d ketidakseimbangan antara kebutuhan dan suplai oksigen

e. Rencana (Intervensi)
No. Diagnosa Tujuan dan Kriteria Hasil Intervensi Rasionalisasi Paraf
1. Bersihan jalan nafas tidak efektif b.d lingkungan, mucus yang banyak, spasme jalan nafas ditandai dengan klien mengeluh sesak nafas dan nyeri pada dadanya, klien mengatakan dirinya menderita batuk disertai dahak yang kental dan berwarna kuning, keluhan yang dirasakan klien sering terjadi pada malam hari dan apabila dirinya kontak dengan udara yang berdebu dan berasap, saat dilakukan auskultasi dada didapatkan bunyi wheezing, terlihat pernafasan cuping hidung dan nafas yang dalam dan cepat.
TTV TD = 110 / 70 mmHg, RR = 33x/mnt, nadi = 107x/mnt, suhu = 37,50C. Setelah dilakukan tindakan keperawatan kepada Ny.K selama 1x24 jam diharapkan :
1. Klien merasa nyaman ditandai dengan keluhan sesak nafas dan nyeri dada yang diarasakan klien berkurang.
2. Mucus berkurang sehingga klien tidak merasa susah saat bernafas
3. Saat dilakukan auskultasi dada tidak lagi ada bunyi tambahan wheezing
4. Tidak terlihat lagi pernafasan cuping hidung dan nafas dalam yang cepat dan dalam
5. TTV dalam batas normal yaitu  TD : 110/70-120/80mmHg, nadi : 60-100x/menit, RR : 16-24x/menit, suhu : 36,5-37,50C. 1. Kaji TTV





2. Keluarkan sekret dengan batuk / suction

3. Auskultasi bunyi nafas dan catat adanya bunyi tambahan


4. Posisikan klien untuk memaksimalkan ventilasi dengan posisi semi fowler
5. Berikan air hangat

6. Beri penyuluhan tentang faktor – faktor penyebab asma

7. Kolaborasi dengan ahli farmasi untuk pemberian Bronkodilator (salbutamol 5 mg atau terbutalin 10 mg) inhalasi
8. Kolaborasi dengan ahli farmasi Untuk pemberian ekspetorant (OBH) 1. Untuk mengidentifikasi keadaan umum klien juga untuk mengetahui pernafasan klien
2. Agar klien merasa lega dan mudah untuk bernafas
3. Untuk mengetahui masih ada atu tidak bunyi nafas tambahan saat dilakukan auskultasi
4. Untuk memudahkan klien untuk mengambil O2 bebas

5. Untuk menurunkan spasme bronkus
6. Agar klien mengerti apa saja yang bisa menyebabkan asma dan menghindarinya
7. Untuk mengurangi spasme pada bronkus sehingga sesak nafas berkurang dan berangsur-angsur hilang.

8. Mengurangi mukus pada mukosa bronkus sehingga jalan nafas tidak terhalang oleh mukus
2. Pola nafas tidak efektif b.d hipoventilasi, kelelahan otot pernafasan nyeri ditandai dengan klien mengeluh sesak nafas dan nyeri pada dadanya, nyeri yang dirasakannya terus menerus pada saat serangan sesak nafasnya terjadi hal ini biasa berlangsung sekitar 15 menit. Skala nyerinya 4, terjai penurunan kapasitas vital paru 4800 ml menjadi 4400ml, terlihat pernafasan cuping hidung dan nafas yang dalam dan cepat.
TTV  TD = 110 / 70 mmHg, RR = 33x/mnt, nadi = 107x/mnt, suhu = 37,50C. Setelah dilakukan tindakan keperawatan kepada Ny. K selama 1x24 jam diharapkan :
1. Sesak nafas dan nyeri dada yang dirasakan klien berkurang
2. Skala nyeri berkurang dari 4 menjadi 2
3. Kapasitas vital paru kembali normal yaitu 4800ml
4. Tidak ada lagi pernafasan cuping hidung dan nafas yang cepat dalam
5. TTV dalam batas normal yaitu  TD : 110/70-120/80mmHg, RR : 16-24x/menit, nadi : 60-100x/menit, suhu : 36,5-37,50C 1. Kaji TTV




2. Beritahu klien untuk banyak istirahat

3. Kolaborasi dengan dokter untuk pemberian oksigen ( 2-4 liter/menit )
4. Ajarkan klien untuk nafas dalam
5. Kolaborasi dengan dokter untuk pemasangan infuse RL 1. Untuk mengidentifikasi keadaan umum pasien dan mengetahui pola nafas klien
2. Untuk Mengurangi nyeri yang diraskan klien
3. Untuk memenuhi kebutuhan oksigen klien

4. Untuk mengatur pernafasan klien
5. Untuk memenuhi kebutuhan cairan
3. Intoleransi aktifitas b.d ketidakseimbangan antara kebutuhan dan suplai oksigen Setelah dilakukan tindakan keperawatan kepada Ny.K selama 3x24 jam diharapkan :
1. TTV dalam batas normal yang menunjukkan klien tidak mengalami kelelahan
Yaitu  TD : 110/70-120/80mmHg, RR : 16-24x/menit, nadi : 60-100x/menit, suhu : 36,5-37,50C
2. Klien mampu melakukan aktivitas yang ringan misalnya berjalan.
3. Klien tidak lagi mengalami kelelahan saat melakukan aktivitasnya sendiri
4. Klien sudah tidak merasa lemah dalam melakukan aktivitas ringan
5. Wajah klien lebih segar dan tidak pucat 1. Kaji TTV


2. Jelaskan pentingnya istirahat dalam rencana pengobatan dan perlunya keseimbangan aktivitas dan istirahat.
3. Bantu pasien untuk memilih posisi yang nyaman untuk istirahat dan tidur.
4. Berikan lingkungan yang tenang dan batasi pengunjung selama fase akut

5. Kolaborasi dengan ahli gizi

1. Untuk mengetahui adanya perubahan TTV yang menunjukkan kelelahan fisik klien
2. Untuk menurunkan kebutuhan metabolisme, menghemat energi untuk penyembuhan
3. Untuk memberikan kenyamanan pada klien sehingga klien bisa beristirahat dengan cukup
4. Dengan lingkungan yang tenang dan nyaman bisa mengurangi stress pada klien dan meningkatkan istirahat
5. Untuk memenuhi kebutuhan nutrisi klien

f. Implementasi
Hari I
No.Dx Hari / Tanggal Implementasi Evaluasi TTD
1. Senin, 23 Januari 2011
07.00 WIB




07.15 WIB



08.00 WIB





08.00 WIB




09.00 WIB



10.00 WIB

11.00 WIB

1. Mengukur TTV
S : Klien mengatakan nafasnya masih sesak
O : Klien tampak susah saat bernafas dan didapatkan TD : 110/80 mmHg, nadi : 90x/menit, suhu : 36,50C, RR : 28x/menit
2. Mengeluarkan sekret dengan batuk
S : klien mengatakan sukar untuk batuk
O: sekret yang dikeluarkan tampak lengket dan sedikit.
3. Mengauskultasi bunyi nafas dan mencatat adanya bunyi tambahan
S: Klien bersedia dilakukan pemeriksaan bunyi nafas.
O: didapatkan suara nafas wheezing yang mulai berkurang.
4. Memposisikan klien dengan posisi semi fowler
S: klien mengatkan nyaman dengan posisi semi fowler
O: klien tampak rileks
5. Memberikan air hangat
S: klien menolak minum air hangat
O: klien menunjukan expresi tidak suka minum air hangat
6. Mengkolaborasikan dengan ahli farmasi untuk pemberian bronkodilator ( salbutamol 5 mg )
7. Mengkolaborasikan dengan ahli farmasi untuk pemberian expectorant ( OBH ) S : Klien mengatakan bahwa nafasnya masih sedikit terasa sesak
O : Nafas klien masih terlihat sesak dan klien terlihat masih susah untuk membantukkan sputumnya.
A : Tujuan belum tercapai
P : Intervensi 1, 2, 3, 4, 5, 6, 7, 8 dilanjutkan
2 Senin,23 januari 2011
07.00 WIB




08.00 WIB




09.00 WIB

09.30 WIB
1. Mengkaji TTV
S: klien bersedia dilakukan pemeriksaaan TTV
O: Didapatkan TD : 110/80 mmHg, nadi : 90x/menit, suhu : 36,50C, RR : 28x/menit
2. Mengajarkan klien untuk nafas dalam
S: klien bersedia mengikuti anjuran perawat
O: klien tampak bersungguh- sungguh mengikuti tapi masih terlihat susah untuk bernafas.
3. Mengkolaborasikan dengan dokter pemberian oksingen (2-4 liter/menit)
4. Mengkolaborasikan dengan dokter pemberian infus RL S : Klien mengatakan nafasnya masih berat dan tersengal – sengal
O : Nafas kllien tampak tersengal –sengal dan tampak tidak teratur
A : Tujuan belum tercapai
P : Intervensi 1, 2, 3, 4, 5 dilanjutkan
3 Senin,23 januari 2011

1. Mengkaji TTV
S: klien bersedia dilakukan pemeriksaaan TTV
O: Didapatkan TD : 110/80 mmHg, nadi : 90x/menit, suhu : 36,50C, RR : 28x/menit
2. Membantu pasien untuk memilih posisi yang nyaman untuk istirahat dan tidur
S: klien mengatkan nyaman dengan posisi semi fowler
O: klien terlihat rileks
3. Memberikan lingkungan yang tenang dan batasi pengunjung selama fase akut
S: klien mengatakan nyaman dengan lingkungan yang tenang
O: klien tampak beristirahat dengan tenang
4. Mengkolaborasi dengan ahli gizi dalam pemberian nutrisi. S : Klien mengatakan tubuhnya masih lemas
O : Klien tampak lemah dan pucat
A : Tujuan belum tercapai
P : Intervensi 1, 2, 3, 4, ,5 dilanjutkan

Hari II
No.Dx Hari/Tanggal Implementasi Evaluasi Paraf
1. Selasa 24 januari 2011 1. Mengkaji TTV
S: klien bersedia dilakukan pemeriksaaan TTV
O: Didapatkan TD : 120/70 mmHg, nadi : 86x/menit, suhu : 370C, RR : 26x/menit
2. Mengeluarkan sekret dengan batuk
S : klien mengatakan sakit saat batuk
O: sekret yang dikeluarkan tampak lengket dan lebih banyak.
3. Mengauskultasi bunyi nafas dan mencatat adanya bunyi tambahan
S: Klien bersedia dilakukan pemeriksaan bunyi nafas.
O: didapatkan suara nafas wheezing yang semakin berkurang.
4. Memposisikan klien dengan posisi semi fowler
S: klien mengatkan nyaman dengan posisi semi fowler
O: klien tampak rileks
5. Memberikan air hangat
S: klien bersedia minum air hangat
O: klien meminum air hangat walaupun sedikit
6. Memberikan bronkodilator (salbutamol 5 mg) inhalasi
S: klien mengatakan bersedia untuk menghirup bronkodilator
O : klien tampak menghirup bronkodilator
7. Memberikan ekspektorant per oral
S: klien mengatakan bersedia meminum ekspektorant.
O:klien tampak meminum obat ekspektorant.
8. Memberikan penyuluhan tentang penyebab asma
S: klien bersedia mendengarkan penyuluhan yang diberiakan perawat tentang asma
O: klien tampak serius mendengarkan penjelasan perawat tentang asma S: klien mengatakan sesak nafas mulai berkurang.
O: nafas klien sudah terlihat tidak begitu susah
A: tujuan belum tercapai
P: Intervensi 1,2,3,4,5,6,7,8 dilanjutkan
2 Selasa 24 januari2011 1. Mengkaji TTV
S: klien bersedia dilakukan pemeriksaaan TTV
O: Didapatkan TD : 120/90 mmHg, nadi : 86x/menit, suhu : 370C, RR : 26x/menit
2 Mengajarkan klien untuk nafas dalam
S: klien bersedia mengikuti anjuran perawat
O: klien tampak mengikuti terapi nafas dalam.
3 Mengecek oksigen yang telah terpasang
S: -
O: klien tampak nyaman dengan oksigen yang diterpasang.
4 Mengecek infus RL yang telah terpasang
S: -
O:
5 Menasehati klien untuk banyak istirahat
S: klien bersedia untuk banyak istirahat seperti yang dianjurkan
O: klien tampak menuruti nasehat perawat S: klien mengatakan nafasnya masih terasa berat.
O: klien tampak sering melakukan nafas dalam.
A: tujuan belum tercapai
P: Intervensi 1,2,3,4,5 dilanjutkan
3 Selasa 24 januari 2011 1 Mengkaji TTV
S: klien bersedia dilakukan pemeriksaaan TTV
O: Didapatkan TD : 120/90 mmHg, nadi : 86x/menit, suhu : 370C, RR : 26x/menit
2 Membantu pasien untuk memilih posisi yang nyaman untuk istirahat dan tidur
S: klien mengatkan nyaman dengan posisi semi fowler
O: klien terlihat rileks
3 Memberikan lingkungan yang tenang dan batasi pengunjung selama fase akut
S: klien mengatakan nyaman dengan lingkungan yang tenang
O: klien tampak beristirahat dengan tenang
4 Memberikan makanan lunak pada klien
S: klien bersedia memakan makanan yang disediakan perawat
O:klien tampak menghabiskan makanan yang disediakn perawat. S: klien mengatkan nyaman
O: klien tampak lebih segar dan tidak pucat lagi.
A: Tujuan belum tercapai
P:Intervensi 1,2,3,4,5 dilanjutkan.



BAB IV
PEMBAHASAN

Asma bronchial merupakan penyakit jalan nafas yang sangat mengganggu. Asma bronchial termasuk dalam penyakit paru obstruktif menahun (PPOM) yang tidak bisa dihilangkan secara total tetapi bias diberikan terapi secara rutin atau menghindari allergen yang menjadi pencetus asma itu sendiri. Pada ilustrasi kasus yang menggambarkan seseorang dating ke rumah sakit dengan keluhan sesak nafas yang berat dan terasa sakit saat akan melakukan ekspirasi cukup menggambarkan bagaimana tanda dan gejala seseorang sedang mengalami asma.
Pada kasus di atas klien menderita asma sudah lama dan kambuh saat udara sedang dingin dan apabila klien kontak dengan udara yang berasap dan berdebu. Bersihan jalan nafas tidak efektif sebagai prioritas diagnosa karena klien tidak mampu bernafas dengan baik yang disebabkan oleh penumpukan sputum/secret pada bronkus. Selain itu bisa juga disebabkan karena bronkospasme, pembengkakan membrane mukosa bronkus. Hal tersebut bis terjadi karena klien mempunyai respon imun yang buruk terhadap lingkungan, sehingga antibodi yang dihasilkan (IgE) menyerang sel-sel dalam paru dan juga pemajanan ulang terhadap allergen menyebabkan ikatan antigen dengan antibody yang mengakibatkan pelepasan produk sel-sel mast yang biasa disebut mediator diantaranya histamine, bradikinin, dan prostaglandin serta anfilaksis dari substansi yang bereaksi lambat. Mediator-mediator tersebut mempengaruhi pelepasan otot polos dan kelenjar jalan napas.
Intervensi yang direncanakan untuk mengatasi sesak nafas yang diderita klien belum tercapai karena hal ini butuh proses, tetapi dengan pemberian bronkodilator klien sudah merasa lega dan sesak nafas yang klien rasakan sudah berkurang. Selain itu sebagai perawat kita juga melakukan tindakan mandiri, yaitu mengajarkan batuk efektif dan melakukan postural drainase untuk membantu pengeluaran sputum. Kemudian diagnose kedua adalah pola nafas tidak efektif. Alasan kami mengangkat diagnose ini karena dengan bersihan jalan nafas tidak efektif maka akan terjadi pula pola nafas tidak efektif. Hal yang perlu dilakukan adalah pemasangan oksigen dengan volume 2-4 L. Dengan pemberian oksigen klien akan terbantu untuk memenuhi kebutuhan oksigen dalam tubuh. Setelah kebutuhan oksigen dalam tubuh klien terpenuhi maka klien akan bias melakukan aktivitasnya dengan baik.
Diagnosa yang ketiga adalah intoleransi aktivitas, keadaan di mana klien mengalami kelemahan secara menyeluruh karena kebutuhan oksigen dalam tubuh klien tidak terpenuhi. Dengan pemasangan oksigen dan menyarankan istirahat dengan cukup pada klien, maka pelan-pelan klien akan bias melakukan aktivitasnya dengan baik. Intervensi yang telah kita rencanakan dan telah kita lakukan pada klien masih belum tercapai, tetapi intervensi-intervensi yang sekiranya masih diperlukan klien akan terus diberikan untuk memulihkan kondisi klien.
Sebagai perawat professional, dalam membuat perencanaan atau intervensi tidak semuanya harus diterapkan, karena dalam menerapkan intervensi harus melihat bagaiaman kondisi klien saat ini dan tetap dibutuhkan perubahan-perubahan dalam membuat intervensi. Hal ini bisa terjadi sesuai dengan keadaan klien dan kebutuhan klien. 
BAB V
PENUTUP
a. Kesimpulan
Asma adalah satu diantara beberapa penyakit yang tidak bisa disembuhkan secara total. Kesembuhan dari satu serangan asma tidak menjamin dalam waktu dekat akan terbebas dari ancaman serangan berikutnya. Apalagi bila karena pekerjaan dan lingkungannya serta faktor ekonomi, penderita harus selalu berhadapan dengan faktor alergen yang menjadi penyebab serangan. Biaya pengobatan simptomatik pada waktu serangan mungkin bisa diatasi oleh penderita atau keluarganya, tetapi pengobatan profilaksis yang memerlukan waktu lebih lama, sering menjadi problem tersendiri. (Medlinux, 2008)
Dari beberapa pengertian diatas maka kami dapat menarik kesimpulan bahwa asma bronkhial adalah penyakit obstruksi menahun yaitu penyakit yang terjadi pada paru-paru yang disebabkan oleh beberapa penyebab seperti allergen,maupun non allergen. Penyakit ini tidak dapat disembuhkan secara total meskipun setelah diobati penderita akan merasa nyaman dan seolah sembuh namun pada beberapa waktu kemudian penyakit ini akan muncul kembali.

b. Saran
1. Bagi mahasiswa diharapkan dapat makin memperbanyak pengetahuan dari berbagai referensi tentang Asuhan keperawatan Pada pasien dengan penyakit Asma bronkhial.
2. Bagi dunia keperawatan diharapkan berperan serta dalam peningkatan kualitas perawat dengan cara menyediakan akses yang mudah bagi perawat untuk memperoleh ilmu pengetahuan yang sesuai dengan perkembangan untuk mengatasi masalah Pada pasien dengan penyakit Asma Bronkhial.


DAFTAR PUSTAKA


1. Brunner and Suddarth.(2002). Keperawatan Medikal Bedah.EGC Jakarta
2. http://anwarbaharuddin.blogspot.com/2010/11/asuhan-keperawatan-asma-bronchial.html
3. http://kep-2a.blogspot.com/2008/09/askep-asma-bronkial_16.html
4. http://nursingbegin.com/tag/askep-asma/
5. Karnen G. Baratawidjaya, Samsuridjal. (1994). Pedoman Penatalaksanaan Asma Bronkial. CV Infomedika Jakarta.
6. Muhamad Amin. Hood Alsagaff. W.B.M. Taib Saleh. (1993). Pengantar Ilmu Penyakit Paru. Airlangga University Press.
7. Muttaqin, Arif (2008). Asuhan Keperawatan Klien dengan Gangguan Sistem Pernafasan. Salemba Medika. Jakarta.
8. NANDA
9. NIC-NOC
10. Tucker S.M. (1993). Standar Perawatan Pasien Proses Keperawatan, Diagnosis, dan Evaluasi. EGC.