Jumat, 08 Juli 2011

Asma Bronkial

BAB I
PENDAHULUAN

a. Latar Belakang
Angka kejadian penyakit alergi akhir-akhir ini meningkat sejalan dengan perubahan pola hidup masyarakat modern, polusi baik lingkungan maupun zat-zat yang ada di dalam makanan. Salah satu penyakit alergi yang banyak terjadi di masyarakat adalah penyakit asma. (Medlinux, 2008).
Dalam tiga puluh tahun terakhir terjadi peningkatan prevalensi (kekerapan penyakit) asma terutama di negara-negara maju. Kenaikan prevalensi asma di Asia seperti Singapura, Taiwan, Jepang, atau Korea Selatan juga mencolok. Kasus asma meningkat insidennya secara dramatis selama lebih dari lima belas tahun, baik di negara berkembang maupun di negara maju. Beban global untuk penyakit ini semakin meningkat. Dampak buruk asma meliputi penurunan kualitas hidup, produktivitas yang menurun, ketidakhadiran di sekolah, peningkatan biaya kesehatan, risiko perawatan di rumah sakit dan bahkan kematian. (Muchid dkk,2007).
Asma adalah satu diantara beberapa penyakit yang tidak bisa disembuhkan secara total. Kesembuhan dari satu serangan asma tidak menjamin dalam waktu dekat akan terbebas dari ancaman serangan berikutnya. Apalagi bila karena pekerjaan dan lingkungannya serta faktor ekonomi, penderita harus selalu berhadapan dengan faktor alergen yang menjadi penyebab serangan. Biaya pengobatan simptomatik pada waktu serangan mungkin bisa diatasi oleh penderita atau keluarganya, tetapi pengobatan profilaksis yang memerlukan waktu lebih lama, sering menjadi problem tersendiri. (Medlinux, 2008).
Peran perawat dalam mengatasi penyakit asma sangatlah penting. Perawat sebagai tenaga kesehatan perannya sangat penting dalam menolong penderita asma. Tenaga kesehatan khususnya perawat harus selalu meningkatkan pelayanan, salah satunya adalah memberikan edukasi atau pendidikan kesehatan. Pendidikan kesehatan kepada penderita dan keluarganya akan sangat berarti bagi penderita, terutama bagaimana keluarga menghadapi serangan Asma tersebut.



b. Tujuan Umum dan Khusus
1. Tujuan Umum
Setelah mengikuti seminar ini mahasiswa Keperawatan A6.1 Universitas Respati yogyakarta dapat memahami tentang penyakit Ashma Brankial dan asuhan keperawatan terhadap klien dengan penyakit Ashma Bronkial.
2. Tujuan Khusus
a. Mampu menjelaskan definisi asma bronkial
b. Mampu memahami etiologi asma bronkial
c. Mampu Memahami patofiologi asma bronkial
d. Mampu menjelaskan pathway asma bronkial
e. Mampu membuat asuhan keperawatan asma bronkial


BAB II
TINJAUAN TEORI

a. Definisi
Asma adalah penyakit jalan nafas obstruktif intermiten,reversibel dimana trakea dan bronki berespon dalam secara hiperaktif trehadap stimuli tertentu.Asma di mnifestasikan dengan penyempitan jalan nafas,yang mengakibatkan dispnea,batuk,dan mengi.tingkat penyempitan jalan napas dapat berubah baik secara spontan atau karena terapi.Asma berbeda dengaan penyakit paru obstuktif dalam hal bahwa asma adalah proses reversibel.Eksasibaser akut dapat saja terjadi,yang berlangsung dari beberapa menit sampai jam,di selangi oleh periodebebas gejala.jika asma dan bronkitis terjadi bersamaan,obstruksi yang di akibatkan menjadi gabungan dan di sebut bronkitis asmatik kronik. ( Brunner and Suddarth, 2002 ).

b. Epidemiologi
Dilaporkan bahwa sejak dua dekade terakhir prevalensi asma meningkat, baik pada anak-anak maupun dewasa. Di negara-negara maju, peningkatan berkaitan dengan polusi udara dari industri maupun otomotif, interior rumah, gaya hidup, kebiasaan merokok, pola makanan, penggunaan susu botol dan paparan alergen dini. Asma mempunyai dampak negatif pada kehidupan penderitanya termasuk untuk anak, seperti menyebabkan anak sering tidak masuk sekolah dan total asma di dunia diperkirakan 7,2% (6% pada dewasa dan 10% pada anak).
Terdapat variasi prevalensi, angka perawatan, dan mortalitas asma, baik regional maupun lokal, perbedaaan tersebut belum jelas apakah prevalensi memang berbeda atau karena perbedaan kriteria diagnosis. Untuk mengatasi hal tersebut telah dilaksanakan penelitian multisenter di beberapa negara menggunakan definisi asma yang sama, dengan menggunakan kuesioner standart. Salah satu penelitian multisenter yang dilaksanakan yaitu International Study of Asthma and Allergy in Children (ISAAC)(5).
Telah dilakukan penelitian ISAAC fase I pada tahun 1996, yang dilanjutkan dengan ISAAC fase III pada tahun 2002. Penelitian ISAAC fase I telah dilaksanakan di 56 negara, meliputi 155 senter, pada anak usia 6 - 7 tahun dan 13 - 14 tahun. Penelitian ISAAC menggunakan kuesioner standar dengan pertanyaan:”Have you (your child) had wheezing or whistling in the chest in the last 12 months?” Untuk mengelompokkan dalam diagnosis asma bila jawabannya “Ya”. Pada anak usia 13 – 14 tahun selain diminta mengisi kuesioner juga diperlihatkan video asma. Hasilnya ternyata sangat bervariasi. Untuk usia 13 – 14 tahun yang terendah di Indonesia (1,6%) dan yang tertinggi di Inggris, sebesar 36,8%.
Survey mengenai prevalens asma di Eropa telah dilakukan di 7 negara (Asthma insights & Reality in Europe = AIRE) meliputi 73.880 rumah tangga, yang berjumlah 213.158 orang. Hasil survei mendapatkan prevalensi populasi current asthma sebesar 2,7%.
Penelitian mengenai prevalensi asma di Indonesia telah dilakukan di beberapa pusat pendidikan, namun belum semuanya menggunakan kuesioner standar. Pada Tabel 1. dapat dilihat beberapa hasil survei prevalensi asma pada anak di Indonesia.
Di Rumah Sakit Dr. Soetomo Surabaya kunjungan penderita asma dibawah usia 5 tahun di Instalasi Rawat Darurat pada tahun 1997 adalah 239 anak dari 8994 anak ( 2,6 %), pada tahun 2002 adalah 472 anak dari 14.926 anak ( 3,1 %) ( Data rekam medik IRD RS Dr. Soetomo Surabaya).
Berbagai faktor mempengaruhi tinggi rendahnya prevalens asma di suatu tempat, antara lain umur, gender, ras, sosio-ekonomi dan faktor lingkungan. Faktor-faktor tersebut mempengaruhi prevalensi asma, terjadinya serangan asma, berat ringannya serangan, derajat asma dan kematian karena penyakit asma.

c. Anatomi Fisiologi
Organ-organ pernapasan :
1. Bronkus
Bronkus atau cabang tenggorok merupakan lanjutan dari trakea, ada dua buah yang terdapat pada ketinggian vertebra thorakalis IV dan V, mempunyai struktur serupa dengan trakea dan dilapisi oleh jenis sel yang sama. Bronkus itu berjalan ke bawah dan ke samping kea rah tampuk paru-paru. Bronkus kanan lebih pendek dan lebih besar daripada bronkus kiri, terdiri dari 6-8 cincin, mempunyai 3 cabang. Bronkus kiri lebih panjang dan lebih ramping dari yang kanan, terdiri dari 9-12 cincin dan mempunyai 2 cabang. Bronkus bercabang-cabang, cabang yang lebih kecil disebut bronkiolus (bronkioli). Pada bronkioli tak terdapat cincin lagi, dan pada ujung bronkioli terdapat gelembung paru/gelembung hawa atau alveoli.


d. Etiologi
Asma adalah suatu obstruktif jalan nafas yang reversibel yang disebabkan oleh :
1) Kontraksi otot di sekitar bronkus sehingga terjadi penyempitan jalan nafas.
2) Pembengkakan membran bronkus.
3) Terisinya bronkus oleh mukus yang kental.
e. Manifestasi Klinis
Tiga gejala umum asma adalah batuk,dispnea,dan mengi. Pada beberapa keadaan,batuk mungkin merupakan satu-satunya gejala. Serangan asma sering kali terjadi pada malam hari. Penyebabnya tak dimengerti dengan jelas,tetapi mungkin berhubungan dengan variasi sirkadian, yang mempengaruhi ambang reseptor jalan nafas.
Serangan asma biasanya bermula mendadak dengan batuk dan rasa sesak dalam dada,disertai dengan pernafasan lambat,mengi,laborius. Ekspirasi selalu lebih susah dan panjang dibanding inspirasi,yang mendorong klien untuk duduk tegakdan menggunakan tiap otot-otot aksesori pernafasan. Jalan nafas yang tersumbatmenyebabkan dispnea. Batuk pada awalnya susah dan kering tetapi segera menjadi lebih kuat. Sputum,yang terdiri atas sedikit mukus mengandung massa glatinosa bulat, berkeringat,takikardi dan pelebaran tekanan nadi.
Serangan asma dapat berlangsung 30 menit sampai beberapa jam dan dapat hilang secara spontan. Meski serangan asma jarang yang fatal, kadang terjadi reaksi kontinu yang lebih berat,yang disebut “status asma tikus”. Kondisi ini merupakan keadaan yang mengancam hidup.
Reaksi yang berhubungan kemungkinan reaksi alergi lainnya yang dapat menyertai asma termasuk ekzema,ruam,dan edema temporer. Serangan asmatik dapat terjadi secara periodik setelah pemajanan terhadap alergen spesifik,obat-obat tertentu,latihan tertentu,dan kegairahan kecil yang dibatukkan dengan susah payah. Tanda selanjutnya termasuk sianosis sekunder terhadap hipoksia hebat. Dan gejala-gejala retensi karbon dioksida,termasuk
emosional
f. Patofisiologi
Asma adalah obstruksi jalan nafas difus reversibel. Obstruksi disebabkan oleh satu atau lebih dari yang berikut ini :
1. Kontraksi otot –otot yang mengelilingi bronkus, yang menyempitkan jalan nafas.
2. Pembegkakan membran yang melapisi bronkus
3. Pengisian bronkus dengan mukus yang kental.
Selain itu, otot-otot bronkial dan kelenjar mukosa membesar ; sputum yang kental banyak dihasilkan dan alveoli menjadi hiperinflasi, dengan udara tertangkap kedalam jaringan paru. Mekanisme yang terjadi dari perubahn ini tidak diketahui, tetapi apa yang paling diketahui adalah keterlibatan sistem imunologis dan sistem saraf otonom.
Beberapa individu dengan asma mengalami respon imun yang buruk terhadap lingkungan mereka. Antibodi yang dihasilkan (IgE) kemudian menyerang sel –sel mast dalam paru. Pemajan ulang terhadap anti gen mengakibatkan ikatan anti gen dengan antibodi, menyebabkan pelepasan produk sel-sel mast( disebut mediator) seperti histamin, bradikinin dan prostagladin serta anfilaksis dari substansi yang bereksi lambat(SRS-A). Pelepasan mediator ini dalam jaringan paru mempengaruhi otot polos dan kelenjar jalan nafas, menyebabkan bronkospasme, pembekakan membran mukosa dan pembentukan mukus yang sangat banyak.
Sistim saraf otonom mempersarafi paru. Tonus otot bronkial diatur oleh impils saraf vagal melalui sistim parasimpatis.pada asma idopatik atau nonalergi, ketika ujung saraf pada jalan nafas di rangsang oleh faktor seperti infeksi, latihan, dingin, merokok, emosi, dan polutan, jumlah asetilkolin ini secara langsung menyebabkan bronkokonstriksi juga merangsang pembentukan mediator kimiawi yang di bahas di atas. Individu dengan asma dapat mempunyai toleransi rendah terhadap respons parasimpatis.
Selain itu,reseptor a- dan b-adrenargik dari sistem saraf simpatis terletak dalam bronki. Ketika reseptor a-adrenargik di rangsang,terjadi bronkokonstriksi; bronkodilatasi terjadi ketika reseptor b-adrenergik yang dirangsang. Keseimbangan antar resptor a- dan b-andregenik dikendalikan terutama siklik adenosin monofosfat (cAMP). Stimulasi reseptor-alfa mengakibatkan penurunan cAMP, yang mengarah pada peningkatan mediator kimiawi yang dilepaskan oleh sel-sel mast bronkokonstriksi. Stimulasi reseptor –beta mengakibatkan peningkatan tingkat cAMP, yang menghambat pelepasan mediator kimiawi dan menyebabkan bronkodilatasi. Teori yang diajukan adalah penyekatan b-adrenergik terjadi pada individu dengan asma. Akibatnya asmatik rentan terhadap peningkatana pelepasan mediator kimiawi dan konstriksi otot polos.

g. Pemeriksaan Penunjang
Beberapa pemeriksaan penunjang seperti :
a. Spirometri :
Untuk menunjukkan adanya obstruksi jalan nafas.
b. Tes provokasi :
1) Untuk menunjang adanya hiperaktifitas bronkus.
2) Tes provokasi dilakukan bila tidak dilakukan lewat tes spirometri.
3) Tes provokasi bronkial seperti :
Tes provokasi histamin, metakolin, alergen, kegiatan jasmani, hiperventilasi dengan udara dingin dan inhalasi dengan aqua destilata.
4) Tes kulit : Untuk menunjukkan adanya anti bodi Ig E yang spesifik dalam tubuh.
c. Pemeriksaan kadar Ig E total dengan Ig E spesifik dalam serum.
d. Pemeriksaan radiologi umumnya rontgen foto dada normal.
e. Analisa gas darah dilakukan pada asma berat.
f. Pemeriksaan eosinofil total dalam darah.
g. Pemeriksaan sputum.
h. Komplikasi
Berbagai komplikasi yang mungkin timbul adalah :
1. Status asmatikus
2. Atelektasis
3. Hipoksemia
4. Pneumothoraks
5. Emfisema
6. Deformitas thoraks
7. Gagal nafas
i. Penatalaksanaan Medis dan Keperawatan
1. Waktu serangan :
a. Bronkodilatora. Golongan adrenergik: Adrenalin larutan 1 : 1000 subcutan. 0,3 cc ditunggu selama 15 menit, apabila belum reda diberi lagi 0,3 cc jika belum reda, dapat diulang sekali lagi 15 menit kemudian. Untuk anak-anak diberikan dosis lebih kecil 0,1 – 0,2 cc.
b. Golongan methylxanthine: Aminophilin larutan dari ampul 10 cc berisi 240 mg. Diberikan secara intravena, pelan-pelan 5 – 10 menit, diberikan 5 – 10 cc. Aminophilin dapat diberikan apabila sesudah 2 jam dengan pemberian adrenalin tidak memberi hasil.
c. Golongan antikolinergik: Sulfas atropin, Ipratroprium Bromide. Efek antikolinergik adalah menghambat enzym Guanylcyclase.
d. Antihistamin.Mengenai pemberian antihistamin masih ada perbedaan pendapat. Ada yang setuju tetapi juga ada yang tidak setuju.
e. Kortikosteroid.Efek kortikosteroid adalah memperkuat bekerjanya obat Beta Adrenergik. Kortikosteroid sendiri tidak mempunayi efek bronkodilator.
f. Antibiotika.Pada umumnya pemberian antibiotik tidak perlu, kecuali: sebagai profilaksis infeksi, ada infeksi sekunder.
g. Ekspektoransia. Memudahkan dikeluarkannya mukus dari saluran napas. Beberapa ekspektoran adalah: air minum biasa (pengencer sekret), Glyceril guaiacolat (ekspektorans)
2. Diluar serangan
Disodium chromoglycate. Efeknya adalah menstabilkan dinding membran dari cell mast atau basofil sehingga: mencegah terjadinya degranulasi dari cell mast, mencegah pelepasan histamin, mencegah pelepasan Slow Reacting Substance of anaphylaksis, mencegah pelepasan Eosinophyl Chemotatic Factor).

Pengobatan Non Medikamentosa:
1. Waktu serangan:
a. Pemberian oksigen, bila ada tanda-tanda hipoksemia, baik atas dasar gejala klinik maupun hasil analisa gas darah.
b. Pemberian cairan, terutama pada serangan asma yang berat dan yang berlangsung lama ada kecenderungan terjadi dehidrasi. Dengan menangani dehidrasi, viskositas mukus juga berkurang dan dengan demikian memudahkan ekspektorasi.
c. Drainase postural atau chest physioterapi, untuk membantu pengeluaran dahak agar supaya tidak timbul penyumbatan.
d. Menghindari paparan alergen.
2. Diluar serangan
a. Pendidikan/penyuluhan
Penderita perlu mengetahui apa itu asma, apa penyebabnya, apa pengobatannya, apa efek samping macam-macam obat, dan bagaimana dapat menghindari timbulnya serangan. Menghindari paparan alergen.
b. Imunoterapi/desensitisasi.
Penentuan jenis alergen dilakukan dengan uji kulit atau provokasi bronkial. Setelah diketahui jenis alergen, kemudian dilakukan desensitisasi.
c. Relaksasi/kontrol emosi.
Untuk mencapai ini perlu disiplin yang keras. Relaksasi fisik dapat dibantu dengan latihan napas.
j. Pengkajian
1.1. Anamnesis
Pengkajian mengenai nama, umur, dan jenis kelamin perlu dilakukan pada klien dengan asma. Serangan asma pada ussia dini memberikan implikasi bahwa sangta mungkin terdapat status atopic. Serangan pada usia dewasa dimungkinkan adanya factor non-atopik. Tempat tinggal menggambarkan kondisi lingkungan tempat klien berada. Bedasrkan alamat tersebut, dapat diketahui pula factor yang memungkinkan menjadi pencetus serangan asma. Status perkawinan dan gangguan emosional yang timbul dalam keluarga atau lingkungan merupakan factor pencetus serangan asma. Pekerjaan serta suku bangsa juga perlu dikaji untuk mengetahui adanya paparan bahan allergen. Hal lain yang perlu dikaji dari identitas klien ini adalah tanggal masuk rumah sakit (MRS), nomor rekam medis, asuransi kesehatan, dan diagnosis medis.
Keluhan utama meliputi sesak napas, bernapas terasa berat pada dada, dan adanya kesulitan untuk bernapas.
a) Riwayat Penyakit Saat Ini
Klien dengan serangan asma dating mencari pertolongan terutama dengan keluhan sesak napas yang berat dan mendadak, kemudian diikuti dengan gejala-gejala seperti wheezing, penggunaan otot bantu pernapasan, kelelahan, gangguan kesadaran, sianosis, dan perubahan tekanan darah.
Serangan asma mendadak secara klinis dapat dibagi menjadi tiga stadium. Sstadium pertama ditandai dengan batuk-batuk berkala dan kering. Batuk ini terjadi karena iritasi mukosa yang kental dan mengumpul. Pada stadium ini terjadi edema dan pembengkakan bronkus. Stadium kedua ditandai dengan batuk disertai dengan mucus yang jernih dan berbusa. Klien merasa sesak napas, berusaha untuk bernapas dalam, ekspirasi memanjang diikuti bunyi mengi (wheezing). Klien lebih suka duduk dengan tangan diletakkan pada pinggir tempat tidur, tampak pucat, gelisah, dan warna kulit mulai membiru. Stadium ketiga ditandai dengan hampir tidak terdengarnya suara napas karena aliran udara kecil, tidak ada batuk, pernapasan menjadi dangkal dan tidak teratur, irama pernapasan meningkat karena asfiksia
Perawat perlu mengkaji obat-obatan yang biasa diminum klien dan memeriksa kembali setiap jenis obat apakah masih relevan untuk digunakan kembali.
b) Riwayat Penyakit Dahulu
Penyakit yang pernah diderita pada masa-masa dahulu seperti adanya infeksi saluran pernapasan atas, sakit tenggorokan, amandel, sinusitis, dan polip hidung. Riwayat serangan asma, frekuensi, waktu, dan allergen-alergen yang dicurigai sebagai pencetus seranagn, serta riwayat serangan pengobatan yang dilakukan utnuk meringankan gejala.
c) Riwayat Penyakit Keluarga
Pada klien dengan serangan asma perlu dikaji tentang riwayat penyakit asma atau penyakit alergi yang lain pada anggota keluarganya karena hipersensitivitas pada penyakit asma ini lebih ditentukan oleh factor genetic dan lingkungan (Hood Alsagaf, 1993).
1.2. Pengkajian Psiko-Sosio-Kultural
Kecemasan dan koping yang tidak efektif sering didapatkan pada klien dengan asma bronchial. Status ekonomi berdampak pada suransi kesehatan dan perubahan mekanisme peran dalam keluarga. Gangguan emosional sering dipandang sebagai salah satu pencetus seranganbagi serangan asma baik gangguan itu berasal dari rumah tangga, lingkungan sekitra, sampai lingkungan kerja. Seorang dengan beban hidup yang berat lebih berpotensial mengalami serangan asma. Berada dalam keadaan yatim piatu, mengalami ketidakharmonisan hubungan dengan orang lain, sampai mengalami ketakutan tidak dapat menjalankan peranan seperti semula.
a) Pola Persepsi dan Tata Laksana Hidup Sehat
Gejala asma dapat membatasi manusia untuk berperilaku hidup normal sehingga klien dengan asma harus mengubah gaya hidupnya sesuai kondisi yang tidak akan menimbulkan serangan asma.
b) Pola Hubungan dan Peran
Gejala asma ssangat membatasi klien untuk menjalani kehidupannya secara normal. Klien perlu menyesuaikan kondisinya dengan hubungan dan peran klien, baik di lingkungan rumah tangga, masyarakat auatupun lingkungan kerja serta perubahan peran yang terjadi setelah klien mengalami serangan asma.
c) Pola Persepsi dan Konsep Diri
Perlu dikaji tentang persepsi klien terhadap penyakitnya. Persepsi yang salah dapat menghambat respins kooperatif pada diri klien. Cara memandang diri yang salah
juga akan menjadi stressor dalam kehidupan klien. Semakin banyak stressor yang ada pada kehidupan klien dengan asma dapat meningkatkan kemungkinan serangan asma berulang.
d) Pola Penanggulangan Stres
Stres dan ketegangan emosional merupakan factor intrinsic pencetus asma. Oleh karena itu, perlu dikaji penyebab terjadinya stress. Frekuensi dan pengaruh stress terhadap kehidupan klien serta cara penanggulangan terhadap stressor.
e) Pola Sensorik dan Kognitif
Kelainan pada pola sensori dan kognitif akan mempengaruhi konsep diri klien dan akhirnya mempengaruhi jumlah stressor yang dialami klien sehingga kemungkinan terjadi serangan asma berulang pun akan semakin tinggi.
f) Pola Tata Nilai dan Kepercayaan
Kedekatan klien pada sesuatu yang diyakininya di dunia dipercaya dapat meningkatkan kekuatan jiwa klien. Keyakinan klien terhadap Tuhan dan mendekatkan diri kepada-Nya merupakan metode penanggulangan stress yang konstruktif.
d) Diagnosa
1. Ketidakefektifan bersihan jalan napas yang berhubungan dengan adanya bronkhokonstriksi, bronkhospasme, edema mukosa dan dinding bronkus, serta sekresi mucus yang kental.
2. Resiko tinggi ketidakefektifan pola napas yang berhubungan dengan penignkatan kerja pernapasan, hipoksemia, dan ancaman gagal napas.
3. Gangguan pertukaran gas yang berhubungan dengan serangan asma menetap.
4. Gangguan pemenuhan nutrisi: kurang dari kebutuhan tubuh yang berhubungan dengan penurunan nafsu makan.
5. Gangguan ADL yang berhubungan dengan kelemahan fisik umum, keletihan.
6. Cemas yang berhubugan dengan adanya ancaman kematian yang dibayangkan (ketidakmampuan untuk bernapas).
7. Kurangnya pengetahuan yang berhubungan dengan informasi tidak adekuat mengenai proses penyakit dan pengobatan.
e) Rencana Intervensi
1. Ketidakefektifan bersihan jalan napas tidak efektif yang berhubungan dengan bronkhokontriksi, bronkhospasme, edema mukosa dan dinding bronkus, serta sekresi mucus yang kental.
Tujuan dalam waktu 3x24 jam setelah diberikan intervensi kebersihan jalan napas kembali efektif.
Kriteria evaluasi :
a. Dapat mendemonstrasikan batuk efektif
b. Dapat menyatakan strategi untuk menurunkan kekentalan sekresi
c. Tidak ada suara napas tambahan dan wheezing (-).
d. Pernapasan klien normal (16-20x/menit) tanpa ada penggunaan otot bantu napas.
Rencana Intervensi :
a. Kaji warna, kekentalan, dan jumlah sputum
Rasional : Karakteristik sputum dapat menunjukkan berat ringannya obstruksi.
b. Atur posisi semifowler
Rasional : Meningkatkan ekspansi dada
c. Ajarkan cara batuk efektif
Rasional : Batuk yang terkontrol dan efektif dapat memudahkan keluarnya secret yang melekat di jalan napas.
d. Bantu klien latihan napas dalam
Rasional : Ventilasi maksimal membuka lumen jalan napas dan meningkatkan gerakan secret ke dalam jalan napas besar untuk dikeluarkan
e. Pertahankan intake cairan sedikitnya 2500ml/hari kecuali tidak diindikasikan
Rasional : Hidrasi yang adekuat membantu mengencerkan secret dan mengefektifkan pembersihan jalan napas.
f. Lakukan fisioterapi dada dengan teknik postural drainase, perkusi, dan fibrasi dada.
Rasional : Fisioterapi dada merupakan strategi untuk mengeluarkan secret.
g. Kolaborasi pemberian obat
Bronkodilator golongan B2
1.1. Nebulizer (via inhalasi) dengan golongan terbutaline 0,25mg, fenoterol HBr 0,1% Solution, orciprenaline sulfur 0,75mg.
Rasional : Pemberian bronkodilator via ihalasi akan langsung menuju area bronkus yang mengalami spasme sehingga lebih cepat berdilatasi.
1.2. Intravena dengan golongan theophyline ethilenediamine (Aminofilin) bolus IV 5-6 mg.
Rasional : Pemberian secara intravena merupakan usaha pemeliharaan agar dilatasi jalan napas dapat optimal.
h. Agen mukolitik dan ekspektorant
Agen mukolitik menurunkan kekentalan dan perlengketan secret paru untuk memudahkan pembersihan.
Agen ekspektoran akan memudahkan secret lepas dari perlengketan ajaln napas.

i. Kortikosteroid.
Rasional : Kortikosteroid berguna pada keterlibatan luas dengan hipoksemia dan menurunkan reaksi inflamasi akibat edema mukosa dan dinding bronchus.

k. Pathway















BAB III
ASUHAN KEPERAWATAN


a. Kasus
Ny. K 38 tahun datang ke rumah sakit dengan keluhan sesak nafas dan nyeri pada dadanya. Klien mengatakan dirinya juga menderita batuk yang disertai dahak yang kental dan berwarna kuning. Nyeri yang dirasakannya terus – menerus pada saat serangan sesak nafasnya terjadi, hal ini biasa berlangsung sekitar 15 menit. Skala nyerinya 6.
Saat pemeriksaan dada didapatkan bunyi wheezing dan pada saat dilakukan pengukuran kapasitas vital paru terjadi penurunan yaitu 4400 ml yang normalnya 4800 ml.
Pada saat dilakukan pengukuran TTV didapatkan hasil  TD = 110 / 70 mmHg, RR = 33x/mnt, nadi = 107x/mnt, suhu = 37,50C.
Keluhan yang klien rasakan sering terjadi pada malam hari yang dingin dan pada saat klien kontak dengan udara yang berdebu dan berasap.
Terlihat jelas pada saat klien bernafas terdapat pernafasan cuping hidung dan nafas terlihat cepat dan dalam. Klien juga mengatakan tubuhnya sangat lemas, sehingga dalam melakukan aktivitas sehari – hari dibantu oleh keluarganya dan untuk berjalan klien menggunakan kursi roda. Klien tampak lemah dan pucat.

b. Pengkajian

Pengkajian Keperawatan
Nama Perawat : Perawat
Tanggal Pengkajian : 20 Januari 2011
Jam Pengkajian : 08.00 wib
Tanggal masuk : 19 Januari 2011
1. Biodata :
Pasien
Nama : Ny. K
Agama : Islam
Pendidikan : SMA
Pekerjaan : Tidak bekerja / Ibu rumah tangga
Status Pernikahan : Menikah
Alamat : Jogjakarta
Diagnosa Medis : Asma Bronkial

Penanggung Jawab
Nama : Tn. A
Agama : Islam
Pendidikan : SMA
Pekerjaan : Swasta
Status Pernikahan : Menikah
Alamat : Jogjakarta
Hubungan dengan klien : Suami klien

2. Keluhan utama :
Klien mengeluh dadanya sesak dan nyeri.
3. Riwayat Kesehatan :
a. Riwayat Penyakit Sekarang :
Klien masuk ke rumah sakit dengan keluhan nyeri dan dadanya terasa sesak. Klien juga mengatakan dirinya menderita batuk disertai dengan dahak kental dan berwarna kuning. Hal ini sering diarasakan klien pada saat malam hari dan pada saat klien kontak dengan lingkunagn yang berdebu dan berasap. Klien juga mengatakan tubuhnya sangat lemas.
b. Riwayat Penyakit Dahulu :
Sejak kecil klien pernah mengalami alergi terhadap debu dan asap yang berkebihan.

c. Riwayat Penyakit Keluarga :
Di dalam keluarga klien tidak didapatkan data bahwa keluarga klien ada yang menderita penyakit serupa.

4. Basic Promoting physiology of Health
1. Aktivitas dan latihan
Klien sangat lemah sehingga untuk aktivitas dibantu keluarga dan untuk berjalan menggunakan alat bantu kursi roda.
2. Tidur dan istirahat
Untuk istirahat klien mengatakan tidak pernah mengalami masalah, kecuali pada saat penyakitnya kambuh.
3. Kenyamanan dan nyeri
Pada pengkajian nyeri didapatkan :
P : saat kontak dengan debu dan asap dan udara malam yang dingin
Q : terus-menerus
R : dada
S : 4
T : 15 menit


4. Nutrisi
Klien biasa makan 3X sehari dengan porsi 1 piring habis. Tapi saat sakitnya bertambah parah klien mengatakan tidak begitu nafsu makan karena dadanya yang sesak.
A: antopometri (BB : 56, TB : 160)
B: Biokimia (px Lab à hiperglikemia : 13 mmol/L, LDH : 550 IU/L, Hb : 14,5 gr/dl, leukosit ; 8 rb/mmk, trombosit : 150 rb/mmk)
C: Clinis (klien terlihat lemah dan wajah tampak pucat)
D: Diet (makanan yang lunak dan sedikit tapi sering)

5. Cairan, elektrolit dan asam basa.
Klien biasa minum 1hri 6 gelas dengan ukuran 1 gelas 200cc.
6. Oksigenasi
Saat masuk RS klien mengalami sesak nafas dan dyspnea / sakit saat bernafas.
7. Eliminasi fekal/bowel
Klien BAB rutin 1X dalam 1 hari.
8. Eliminasi urin
Sebelum masuk RS klien mengeluh kesulitan buang air kecil. Sehari klien susah kencing, lalu keluarga membawanya ke Rumah Sakit. Sesampai di Rumah Sakit dipasang kateter dan air kencing lancer keluar keluar berwarna agak merah kemudian yang keluar berwarna agak coklat seperti air teh.
9. Sensori, persepsi dan kognitif
Klien tidak mengalami gangguan persepsi dan sensori.

5. Pemeriksaan Fisik
a. Keadaan umum pasien tampak lemah.
TTV TD : 110/70mmHg, RR : 30x/mnt, nadi : 105x/menit, suhu : 37,50C
Pemeriksaan kepala : bentuk kepala klien simetris, tidak terdapat lesi di kulit kepala tidak didapatkan hematom,tidak ada lesi pada kulit kepala, keadaan rambut klien juga bagus, tidak rontok.
Pemeriksaan muka : wajah klien bentuknya simetris dan tidak ada lesi pada wajah, wajah nampak pucat. Mata klien simetris, keadaan bola mata simetris hanya saja matanya terlihat sayu, kelopak mata tidak ada kemerahan ataupun bengkak, sklera putih, terdapat sekret pada mata, kunjungtiva anemis.
Pemeriksaan hidung : dentuk hidung klien simetris, tidak terjadi penyimpanagn septum nasi, tidak didapatkan hematom, tidak didapatkan epistaksis, tampak pernafasan cuping hidung.
Pemeriksaan mulut : keadaan mulut klien sedikit kotor dan kering, tidak terdapat stomatitis, gigi klien bersih, warna bibir pucat, mukosa bibir lembab.
Pemeriksaan telinga : telinga klien kotor, tidak ada penyimpangan bentuk telinga.

b. Pemeriksaa leher : leher klien simetris tidak ada penyimpangan, tidak ada pembesaran kelenjar tyhroid, saat dilakukan pengukuran JVP didapatkan nilai 2 cm yang artinya angka normal dan tidak ada peningkatan tekanan pada JVP, tidak ada kaku kuduk, tidak terjadi kesusahan dalam menelan.
Pemeriksaan dada  paru
a) Inspeksi : bentuk tulang dada simetris, tetapi saat bernafas klien terlihat pengembangan dada yang tidak simetris.
b) Palpasi : saat dilakukan palpasi vokal fremitus dapat terasa getaran yang berat
c) Perkusi : suara perkusi yang dihasilkan dari paru-paru klien terdapat bunyi pekak yang menunjukkan banyak terdapat sekret.
d) Auskultasi : saat dilakukan auskultasi terdapat bunyi wheezing
Pemeriksaan dada  jantung
Saat dilakukan pemeriksaan auskultasi jantung didapatkan bunyi S1 S2, yang berarti tidak ada gangguan pada jantung.
c. Pemeriksaan abdomen :
a) Inspeksi : bentuk abdomen klien simetris, tidak asites ataupun kemerahan
b) Auskultasi : karakter bunyi peristaltiknya normal, frekuensi peristaltic ususnya didapatkan nilai 12x/menit masih dalam rentang normal
c) Palpasi : untuk mengkaji ukuran hepar, lien & ginjal, kaji nyeri tekan.
d) Perkusi : Kaji jenis & lokasi bunyiàtympani (normal pd usus) hypertimpani (kembung), menentukan batas hepar.



d. Genetalia :
a) Inspeksi : warna genitalia terlihat normal yaitu berwarna lebih gelap dari kulit yang lain, tidak terdapat lesi atau bengkak, cairan yang dikeluarkan berwarna keputihan dan tidak berbau, pertumbuhan rambut pubis normal.
b) Palpasi : tidak ada masa di sekitar genitalia dan tidak terdapat nyeri tekan.
e. Rectum
a) Inspeksi : di sekitar anus tidak terdapat lesi ataupun kemerahan, juga didapatkan tanda – tanda infeksi ( rubor, dolor, color, tumor, fungsio laesa )
f. Pengkajian ekstremitas : klien sangat lemah.
6. Psiko Sosio Budaya dan Spiritual :
a) Psikologis : secara psikologis klien tidak mengalami stres yang berat
Saat mengalami masalah ini klien lebih menerima dengan pasrah, tidak ada pengingkaran pada diri klien
b) Sosial : di lingkungan sosialnya klien hanya aktif mengikuti arisan di daerahnya saja.
Kehidupan sosial klien cukup baik dengan orang – orang di sekelilingnya.
c) Budaya : budaya klien adalah budaya Jawa, tetapi klien tidak terlalu fanatik dengan budaya yang dianutnya, tetapi ia juga tidak melanggar apa yang sudah menjadi budayanya.
d) Spiritual : klien menganut agam Islam dan klien merupakan umat beragama yang taat, klien sepenuhnya mnyerahkan penyakitnya kepada Tuhannya.
e) Aktivitas ibadah sehari-hari. Klien biasa melakukan shalat 5 waktu walaupun dalam keadaan duduk atau berbaring.
7. Pemeriksaan Penunjang :
Klien telah menjalani pemeriksaan :
a. Pemeriksaan radiologi
b. Pemeriksaan kapasitas vital paru
c. Pemeriksaan sputum
d. Pemeriksaan darah
8. Terapi Medis :
Infuse RL
Injeksi

c. Analisa Data
No. Data Fokus Etiologi Problem
1. DO : - TD = 110 / 70 mmHg, RR = 33x/mnt, nadi = 107x/mnt, suhu = 37,50C.
- Saat pemeriksaan dada didapatkan bunyi wheezing

DS : - Klien mengeluh sesak nafas dan nyeri pada dadanya.
- Klien mengatakan dirinya menderita batuk yang disertai dahak yang kental dan berwarna kuning.
- Keluhan yang klien rasakan sering terjadi pada malam hari yang dingin dan pada saat klien kontak dengan udara yang berdebu dan berasap.
Lingkungan, mucus yang banyak, spasme jalan nafas Bersihan jalan nafas tidak efektif
2. DO : - TD = 110 / 70 mmHg, RR = 33x/mnt, nadi = 107x/mnt, suhu = 37,50C.
- Terjadi penurunan kapasitas vital peru dari 4800 ml menjadi 4400ml
- Terlihat jelas pada saat klien bernafas terdapat pernafasan cuping hidung dan nafas terlihat cepat dan dalam.
DS : - Keluhan sesak nafas dan nyeri pada dadanya
- Nyeri yang dirasakannya terus menerus pada saat serangan sesak nafasnya terjadi hal ini biasa berlangsung sekitar 15 menit. Skala nyerinya 4.

Hipoventilasi, kelelahan otot pernafasan, nyeri Pola nafas tidak efektif
3. DO :- Klien tampak lemah dan pucat.
- Pada saat dilakukan pengukuran TTV didapatkan hasil  TD = 110 / 70 mmHg, RR = 33x/mnt, nadi = 107x/mnt, suhu = 37,50C.
- Klien berjalan dibantu menggunakan kursi roda
DS : - Klien mengatakan tubuhnya sangat lemas, sehingga dalam melakukan aktivitas sehari – hari dibantu oleh keluarganya

Ketidakseimbangan antara kebutuhan dan suplai oksigen Intoleransi aktifitas



d. Prioritas Diagnosa
1. Bersihan jalan nafas tidak efektif b.d lingkungan, mucus yang banyak, spasme jalan nafas.
2. Pola nafas tidak efektif b.d hipoventilasi, kelelahan otot pernafasan, nyeri.
3. Intoleransi aktifitas b.d ketidakseimbangan antara kebutuhan dan suplai oksigen

e. Rencana (Intervensi)
No. Diagnosa Tujuan dan Kriteria Hasil Intervensi Rasionalisasi Paraf
1. Bersihan jalan nafas tidak efektif b.d lingkungan, mucus yang banyak, spasme jalan nafas ditandai dengan klien mengeluh sesak nafas dan nyeri pada dadanya, klien mengatakan dirinya menderita batuk disertai dahak yang kental dan berwarna kuning, keluhan yang dirasakan klien sering terjadi pada malam hari dan apabila dirinya kontak dengan udara yang berdebu dan berasap, saat dilakukan auskultasi dada didapatkan bunyi wheezing, terlihat pernafasan cuping hidung dan nafas yang dalam dan cepat.
TTV TD = 110 / 70 mmHg, RR = 33x/mnt, nadi = 107x/mnt, suhu = 37,50C. Setelah dilakukan tindakan keperawatan kepada Ny.K selama 1x24 jam diharapkan :
1. Klien merasa nyaman ditandai dengan keluhan sesak nafas dan nyeri dada yang diarasakan klien berkurang.
2. Mucus berkurang sehingga klien tidak merasa susah saat bernafas
3. Saat dilakukan auskultasi dada tidak lagi ada bunyi tambahan wheezing
4. Tidak terlihat lagi pernafasan cuping hidung dan nafas dalam yang cepat dan dalam
5. TTV dalam batas normal yaitu  TD : 110/70-120/80mmHg, nadi : 60-100x/menit, RR : 16-24x/menit, suhu : 36,5-37,50C. 1. Kaji TTV





2. Keluarkan sekret dengan batuk / suction

3. Auskultasi bunyi nafas dan catat adanya bunyi tambahan


4. Posisikan klien untuk memaksimalkan ventilasi dengan posisi semi fowler
5. Berikan air hangat

6. Beri penyuluhan tentang faktor – faktor penyebab asma

7. Kolaborasi dengan ahli farmasi untuk pemberian Bronkodilator (salbutamol 5 mg atau terbutalin 10 mg) inhalasi
8. Kolaborasi dengan ahli farmasi Untuk pemberian ekspetorant (OBH) 1. Untuk mengidentifikasi keadaan umum klien juga untuk mengetahui pernafasan klien
2. Agar klien merasa lega dan mudah untuk bernafas
3. Untuk mengetahui masih ada atu tidak bunyi nafas tambahan saat dilakukan auskultasi
4. Untuk memudahkan klien untuk mengambil O2 bebas

5. Untuk menurunkan spasme bronkus
6. Agar klien mengerti apa saja yang bisa menyebabkan asma dan menghindarinya
7. Untuk mengurangi spasme pada bronkus sehingga sesak nafas berkurang dan berangsur-angsur hilang.

8. Mengurangi mukus pada mukosa bronkus sehingga jalan nafas tidak terhalang oleh mukus
2. Pola nafas tidak efektif b.d hipoventilasi, kelelahan otot pernafasan nyeri ditandai dengan klien mengeluh sesak nafas dan nyeri pada dadanya, nyeri yang dirasakannya terus menerus pada saat serangan sesak nafasnya terjadi hal ini biasa berlangsung sekitar 15 menit. Skala nyerinya 4, terjai penurunan kapasitas vital paru 4800 ml menjadi 4400ml, terlihat pernafasan cuping hidung dan nafas yang dalam dan cepat.
TTV  TD = 110 / 70 mmHg, RR = 33x/mnt, nadi = 107x/mnt, suhu = 37,50C. Setelah dilakukan tindakan keperawatan kepada Ny. K selama 1x24 jam diharapkan :
1. Sesak nafas dan nyeri dada yang dirasakan klien berkurang
2. Skala nyeri berkurang dari 4 menjadi 2
3. Kapasitas vital paru kembali normal yaitu 4800ml
4. Tidak ada lagi pernafasan cuping hidung dan nafas yang cepat dalam
5. TTV dalam batas normal yaitu  TD : 110/70-120/80mmHg, RR : 16-24x/menit, nadi : 60-100x/menit, suhu : 36,5-37,50C 1. Kaji TTV




2. Beritahu klien untuk banyak istirahat

3. Kolaborasi dengan dokter untuk pemberian oksigen ( 2-4 liter/menit )
4. Ajarkan klien untuk nafas dalam
5. Kolaborasi dengan dokter untuk pemasangan infuse RL 1. Untuk mengidentifikasi keadaan umum pasien dan mengetahui pola nafas klien
2. Untuk Mengurangi nyeri yang diraskan klien
3. Untuk memenuhi kebutuhan oksigen klien

4. Untuk mengatur pernafasan klien
5. Untuk memenuhi kebutuhan cairan
3. Intoleransi aktifitas b.d ketidakseimbangan antara kebutuhan dan suplai oksigen Setelah dilakukan tindakan keperawatan kepada Ny.K selama 3x24 jam diharapkan :
1. TTV dalam batas normal yang menunjukkan klien tidak mengalami kelelahan
Yaitu  TD : 110/70-120/80mmHg, RR : 16-24x/menit, nadi : 60-100x/menit, suhu : 36,5-37,50C
2. Klien mampu melakukan aktivitas yang ringan misalnya berjalan.
3. Klien tidak lagi mengalami kelelahan saat melakukan aktivitasnya sendiri
4. Klien sudah tidak merasa lemah dalam melakukan aktivitas ringan
5. Wajah klien lebih segar dan tidak pucat 1. Kaji TTV


2. Jelaskan pentingnya istirahat dalam rencana pengobatan dan perlunya keseimbangan aktivitas dan istirahat.
3. Bantu pasien untuk memilih posisi yang nyaman untuk istirahat dan tidur.
4. Berikan lingkungan yang tenang dan batasi pengunjung selama fase akut

5. Kolaborasi dengan ahli gizi

1. Untuk mengetahui adanya perubahan TTV yang menunjukkan kelelahan fisik klien
2. Untuk menurunkan kebutuhan metabolisme, menghemat energi untuk penyembuhan
3. Untuk memberikan kenyamanan pada klien sehingga klien bisa beristirahat dengan cukup
4. Dengan lingkungan yang tenang dan nyaman bisa mengurangi stress pada klien dan meningkatkan istirahat
5. Untuk memenuhi kebutuhan nutrisi klien

f. Implementasi
Hari I
No.Dx Hari / Tanggal Implementasi Evaluasi TTD
1. Senin, 23 Januari 2011
07.00 WIB




07.15 WIB



08.00 WIB





08.00 WIB




09.00 WIB



10.00 WIB

11.00 WIB

1. Mengukur TTV
S : Klien mengatakan nafasnya masih sesak
O : Klien tampak susah saat bernafas dan didapatkan TD : 110/80 mmHg, nadi : 90x/menit, suhu : 36,50C, RR : 28x/menit
2. Mengeluarkan sekret dengan batuk
S : klien mengatakan sukar untuk batuk
O: sekret yang dikeluarkan tampak lengket dan sedikit.
3. Mengauskultasi bunyi nafas dan mencatat adanya bunyi tambahan
S: Klien bersedia dilakukan pemeriksaan bunyi nafas.
O: didapatkan suara nafas wheezing yang mulai berkurang.
4. Memposisikan klien dengan posisi semi fowler
S: klien mengatkan nyaman dengan posisi semi fowler
O: klien tampak rileks
5. Memberikan air hangat
S: klien menolak minum air hangat
O: klien menunjukan expresi tidak suka minum air hangat
6. Mengkolaborasikan dengan ahli farmasi untuk pemberian bronkodilator ( salbutamol 5 mg )
7. Mengkolaborasikan dengan ahli farmasi untuk pemberian expectorant ( OBH ) S : Klien mengatakan bahwa nafasnya masih sedikit terasa sesak
O : Nafas klien masih terlihat sesak dan klien terlihat masih susah untuk membantukkan sputumnya.
A : Tujuan belum tercapai
P : Intervensi 1, 2, 3, 4, 5, 6, 7, 8 dilanjutkan
2 Senin,23 januari 2011
07.00 WIB




08.00 WIB




09.00 WIB

09.30 WIB
1. Mengkaji TTV
S: klien bersedia dilakukan pemeriksaaan TTV
O: Didapatkan TD : 110/80 mmHg, nadi : 90x/menit, suhu : 36,50C, RR : 28x/menit
2. Mengajarkan klien untuk nafas dalam
S: klien bersedia mengikuti anjuran perawat
O: klien tampak bersungguh- sungguh mengikuti tapi masih terlihat susah untuk bernafas.
3. Mengkolaborasikan dengan dokter pemberian oksingen (2-4 liter/menit)
4. Mengkolaborasikan dengan dokter pemberian infus RL S : Klien mengatakan nafasnya masih berat dan tersengal – sengal
O : Nafas kllien tampak tersengal –sengal dan tampak tidak teratur
A : Tujuan belum tercapai
P : Intervensi 1, 2, 3, 4, 5 dilanjutkan
3 Senin,23 januari 2011

1. Mengkaji TTV
S: klien bersedia dilakukan pemeriksaaan TTV
O: Didapatkan TD : 110/80 mmHg, nadi : 90x/menit, suhu : 36,50C, RR : 28x/menit
2. Membantu pasien untuk memilih posisi yang nyaman untuk istirahat dan tidur
S: klien mengatkan nyaman dengan posisi semi fowler
O: klien terlihat rileks
3. Memberikan lingkungan yang tenang dan batasi pengunjung selama fase akut
S: klien mengatakan nyaman dengan lingkungan yang tenang
O: klien tampak beristirahat dengan tenang
4. Mengkolaborasi dengan ahli gizi dalam pemberian nutrisi. S : Klien mengatakan tubuhnya masih lemas
O : Klien tampak lemah dan pucat
A : Tujuan belum tercapai
P : Intervensi 1, 2, 3, 4, ,5 dilanjutkan

Hari II
No.Dx Hari/Tanggal Implementasi Evaluasi Paraf
1. Selasa 24 januari 2011 1. Mengkaji TTV
S: klien bersedia dilakukan pemeriksaaan TTV
O: Didapatkan TD : 120/70 mmHg, nadi : 86x/menit, suhu : 370C, RR : 26x/menit
2. Mengeluarkan sekret dengan batuk
S : klien mengatakan sakit saat batuk
O: sekret yang dikeluarkan tampak lengket dan lebih banyak.
3. Mengauskultasi bunyi nafas dan mencatat adanya bunyi tambahan
S: Klien bersedia dilakukan pemeriksaan bunyi nafas.
O: didapatkan suara nafas wheezing yang semakin berkurang.
4. Memposisikan klien dengan posisi semi fowler
S: klien mengatkan nyaman dengan posisi semi fowler
O: klien tampak rileks
5. Memberikan air hangat
S: klien bersedia minum air hangat
O: klien meminum air hangat walaupun sedikit
6. Memberikan bronkodilator (salbutamol 5 mg) inhalasi
S: klien mengatakan bersedia untuk menghirup bronkodilator
O : klien tampak menghirup bronkodilator
7. Memberikan ekspektorant per oral
S: klien mengatakan bersedia meminum ekspektorant.
O:klien tampak meminum obat ekspektorant.
8. Memberikan penyuluhan tentang penyebab asma
S: klien bersedia mendengarkan penyuluhan yang diberiakan perawat tentang asma
O: klien tampak serius mendengarkan penjelasan perawat tentang asma S: klien mengatakan sesak nafas mulai berkurang.
O: nafas klien sudah terlihat tidak begitu susah
A: tujuan belum tercapai
P: Intervensi 1,2,3,4,5,6,7,8 dilanjutkan
2 Selasa 24 januari2011 1. Mengkaji TTV
S: klien bersedia dilakukan pemeriksaaan TTV
O: Didapatkan TD : 120/90 mmHg, nadi : 86x/menit, suhu : 370C, RR : 26x/menit
2 Mengajarkan klien untuk nafas dalam
S: klien bersedia mengikuti anjuran perawat
O: klien tampak mengikuti terapi nafas dalam.
3 Mengecek oksigen yang telah terpasang
S: -
O: klien tampak nyaman dengan oksigen yang diterpasang.
4 Mengecek infus RL yang telah terpasang
S: -
O:
5 Menasehati klien untuk banyak istirahat
S: klien bersedia untuk banyak istirahat seperti yang dianjurkan
O: klien tampak menuruti nasehat perawat S: klien mengatakan nafasnya masih terasa berat.
O: klien tampak sering melakukan nafas dalam.
A: tujuan belum tercapai
P: Intervensi 1,2,3,4,5 dilanjutkan
3 Selasa 24 januari 2011 1 Mengkaji TTV
S: klien bersedia dilakukan pemeriksaaan TTV
O: Didapatkan TD : 120/90 mmHg, nadi : 86x/menit, suhu : 370C, RR : 26x/menit
2 Membantu pasien untuk memilih posisi yang nyaman untuk istirahat dan tidur
S: klien mengatkan nyaman dengan posisi semi fowler
O: klien terlihat rileks
3 Memberikan lingkungan yang tenang dan batasi pengunjung selama fase akut
S: klien mengatakan nyaman dengan lingkungan yang tenang
O: klien tampak beristirahat dengan tenang
4 Memberikan makanan lunak pada klien
S: klien bersedia memakan makanan yang disediakan perawat
O:klien tampak menghabiskan makanan yang disediakn perawat. S: klien mengatkan nyaman
O: klien tampak lebih segar dan tidak pucat lagi.
A: Tujuan belum tercapai
P:Intervensi 1,2,3,4,5 dilanjutkan.



BAB IV
PEMBAHASAN

Asma bronchial merupakan penyakit jalan nafas yang sangat mengganggu. Asma bronchial termasuk dalam penyakit paru obstruktif menahun (PPOM) yang tidak bisa dihilangkan secara total tetapi bias diberikan terapi secara rutin atau menghindari allergen yang menjadi pencetus asma itu sendiri. Pada ilustrasi kasus yang menggambarkan seseorang dating ke rumah sakit dengan keluhan sesak nafas yang berat dan terasa sakit saat akan melakukan ekspirasi cukup menggambarkan bagaimana tanda dan gejala seseorang sedang mengalami asma.
Pada kasus di atas klien menderita asma sudah lama dan kambuh saat udara sedang dingin dan apabila klien kontak dengan udara yang berasap dan berdebu. Bersihan jalan nafas tidak efektif sebagai prioritas diagnosa karena klien tidak mampu bernafas dengan baik yang disebabkan oleh penumpukan sputum/secret pada bronkus. Selain itu bisa juga disebabkan karena bronkospasme, pembengkakan membrane mukosa bronkus. Hal tersebut bis terjadi karena klien mempunyai respon imun yang buruk terhadap lingkungan, sehingga antibodi yang dihasilkan (IgE) menyerang sel-sel dalam paru dan juga pemajanan ulang terhadap allergen menyebabkan ikatan antigen dengan antibody yang mengakibatkan pelepasan produk sel-sel mast yang biasa disebut mediator diantaranya histamine, bradikinin, dan prostaglandin serta anfilaksis dari substansi yang bereaksi lambat. Mediator-mediator tersebut mempengaruhi pelepasan otot polos dan kelenjar jalan napas.
Intervensi yang direncanakan untuk mengatasi sesak nafas yang diderita klien belum tercapai karena hal ini butuh proses, tetapi dengan pemberian bronkodilator klien sudah merasa lega dan sesak nafas yang klien rasakan sudah berkurang. Selain itu sebagai perawat kita juga melakukan tindakan mandiri, yaitu mengajarkan batuk efektif dan melakukan postural drainase untuk membantu pengeluaran sputum. Kemudian diagnose kedua adalah pola nafas tidak efektif. Alasan kami mengangkat diagnose ini karena dengan bersihan jalan nafas tidak efektif maka akan terjadi pula pola nafas tidak efektif. Hal yang perlu dilakukan adalah pemasangan oksigen dengan volume 2-4 L. Dengan pemberian oksigen klien akan terbantu untuk memenuhi kebutuhan oksigen dalam tubuh. Setelah kebutuhan oksigen dalam tubuh klien terpenuhi maka klien akan bias melakukan aktivitasnya dengan baik.
Diagnosa yang ketiga adalah intoleransi aktivitas, keadaan di mana klien mengalami kelemahan secara menyeluruh karena kebutuhan oksigen dalam tubuh klien tidak terpenuhi. Dengan pemasangan oksigen dan menyarankan istirahat dengan cukup pada klien, maka pelan-pelan klien akan bias melakukan aktivitasnya dengan baik. Intervensi yang telah kita rencanakan dan telah kita lakukan pada klien masih belum tercapai, tetapi intervensi-intervensi yang sekiranya masih diperlukan klien akan terus diberikan untuk memulihkan kondisi klien.
Sebagai perawat professional, dalam membuat perencanaan atau intervensi tidak semuanya harus diterapkan, karena dalam menerapkan intervensi harus melihat bagaiaman kondisi klien saat ini dan tetap dibutuhkan perubahan-perubahan dalam membuat intervensi. Hal ini bisa terjadi sesuai dengan keadaan klien dan kebutuhan klien. 
BAB V
PENUTUP
a. Kesimpulan
Asma adalah satu diantara beberapa penyakit yang tidak bisa disembuhkan secara total. Kesembuhan dari satu serangan asma tidak menjamin dalam waktu dekat akan terbebas dari ancaman serangan berikutnya. Apalagi bila karena pekerjaan dan lingkungannya serta faktor ekonomi, penderita harus selalu berhadapan dengan faktor alergen yang menjadi penyebab serangan. Biaya pengobatan simptomatik pada waktu serangan mungkin bisa diatasi oleh penderita atau keluarganya, tetapi pengobatan profilaksis yang memerlukan waktu lebih lama, sering menjadi problem tersendiri. (Medlinux, 2008)
Dari beberapa pengertian diatas maka kami dapat menarik kesimpulan bahwa asma bronkhial adalah penyakit obstruksi menahun yaitu penyakit yang terjadi pada paru-paru yang disebabkan oleh beberapa penyebab seperti allergen,maupun non allergen. Penyakit ini tidak dapat disembuhkan secara total meskipun setelah diobati penderita akan merasa nyaman dan seolah sembuh namun pada beberapa waktu kemudian penyakit ini akan muncul kembali.

b. Saran
1. Bagi mahasiswa diharapkan dapat makin memperbanyak pengetahuan dari berbagai referensi tentang Asuhan keperawatan Pada pasien dengan penyakit Asma bronkhial.
2. Bagi dunia keperawatan diharapkan berperan serta dalam peningkatan kualitas perawat dengan cara menyediakan akses yang mudah bagi perawat untuk memperoleh ilmu pengetahuan yang sesuai dengan perkembangan untuk mengatasi masalah Pada pasien dengan penyakit Asma Bronkhial.


DAFTAR PUSTAKA


1. Brunner and Suddarth.(2002). Keperawatan Medikal Bedah.EGC Jakarta
2. http://anwarbaharuddin.blogspot.com/2010/11/asuhan-keperawatan-asma-bronchial.html
3. http://kep-2a.blogspot.com/2008/09/askep-asma-bronkial_16.html
4. http://nursingbegin.com/tag/askep-asma/
5. Karnen G. Baratawidjaya, Samsuridjal. (1994). Pedoman Penatalaksanaan Asma Bronkial. CV Infomedika Jakarta.
6. Muhamad Amin. Hood Alsagaff. W.B.M. Taib Saleh. (1993). Pengantar Ilmu Penyakit Paru. Airlangga University Press.
7. Muttaqin, Arif (2008). Asuhan Keperawatan Klien dengan Gangguan Sistem Pernafasan. Salemba Medika. Jakarta.
8. NANDA
9. NIC-NOC
10. Tucker S.M. (1993). Standar Perawatan Pasien Proses Keperawatan, Diagnosis, dan Evaluasi. EGC.

2 komentar: