BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
ARDS adalah keadaan darurat medis yang dipicu oleh
berbagai proses akut yang berhubungan langsung ataupun tidak langsung
dengan kerusakan paru. (Aryanto Suwondo,2006).
ARDS mengakibatkan terjadinya gangguan paru yang
progresif dan tiba-tiba ditandaidengan sesak napas yang berat, hipoksemia dan
infiltrat yang menyebar dikedua belah paru. ARDS (juga disebut syok paru)
akibat cedera paru dimana sebelumnya paru sehat,sindrom ini mempengaruhi kurang
lebih 150.000 sampai 200.000 pasien tiap tahun, dengan lajumortalitas 65% untuk
semua pasien yang mengalami ARDS. Faktor resiko menonjol adalahsepsis. Kondisi
pencetus lain termasuk trauma mayor, KID, tranfusi darah, aspirasi
tenggelam,inhalasi asap atau kimia, gangguan metabolik toksik, pankreatitis,
eklamsia, dan kelebihan dosisobat. Perawatan akut secara khusus menangani
perawatan kritis dengan intubasi dan ventilasimekanik (Doenges 1999 hal 217).
ARDS berkembang sebagai akibat kondisi atau kejadian
berbahaya berupa trauma jaringan paru baik secara langsung maupun tidak
langsung. ARDS terjadi sebagai akibat cederaatau trauma pada membran alveolar
kapiler yang mengakibatkan kebocoran cairan kedalamruang interstisiel alveolar
dan perubahan dalam jaring-jaring kapiler, terdapat ketidakseimbanganventilasi
dan perfusi yang jelas akibat akibat kerusakan pertukaran gas dan pengalihan
ekstansif darah dalam paru-paru. ARDS menyebabkan penurunan dalam
pembentukan surfaktan, yangmengarah pada kolaps alveolar. Komplians paru
menjadi sangat menurun atau paru-paru menjadikaku akibatnya adalah penuruna
karakteristik dalam kapasitas residual fungsional, hipoksia beratdan hipokapnia
(Brunner & Suddart 616).
Oleh karena itu, penanganan ARDS sangat memerlukan
tindakan khusus dari perawatuntuk mencegah memburuknya kondisi kesehatan klien.
Hal tersebut dikarenakan klien yang mengalami ARDS dalam kondisi gawat yang
dapat mengancam jiwa klien.
B. Tujuan
1. Tujuan Umum
Menjelaskan
tentang ARDS dan Asuhan Keperawatan pada klien dengan kasus ARDS.
2. Tujuan khusus
a. Menjelaskan tentang ARDS.
b. Menjelaskan tentang penyebab dari ARDS.
c. Menjelaskan tentang manifestasi klinis dari ARDS.
d. Menjelaskan tentang patofisiologi dari ARDS.
e. Menjelaskan tentang pemeriksaan penunjang untuk ARDS.
f. Menjelaskan tentang komplikasi ARDS.
g. Menjelaskan tentang penatalaksanaan ARDS.8.Menjelaskan
tentang asuhan keperawatan pada klien dengan ARDS.
BAB II
TINJAUAN
PUSTAKA
A. Definisi
Acute Respiratory Distress Syndrome (ARDS) merupakan kerusakan paru total akibat berbagai
etiologi. Keadaan ini dapat dipicu oleh berbagai hal, misalnya sepsis,
pneumonia viralatau bakterial, aspirasi isi lambung, trauma dada, syok yang
berkepanjangan, terbakar, embolilemak, tenggelam, transfusi darah masif, bypass
kardiopulmonal,
keracunan O2 , perdarahan pankreatitis akut, inhalasi gas
beracun, serta konsumsi obat-obatan tertentu. ADRS merupakan
keadaan darurat medis yang dipicu oleh berbagai proses akut yang berhubungan
langsungataupun tidak langsung dengan kerusakan paru (Aryanto Suwondo, 2006)
ARDS atau
Sindroma Distres Pernafasan Dewasa ( SDPD ) adalah kondisi
kedaruratan paru yang tiba-tiba dan bentuk kegagalan nafas berat, biasanya
terjadi pada orang yangsebelumnya sehat yang telah terpajan pada berbagai
penyebab pulmonal atau non-pulmonal( Hudak, 1997).
ARDS adalah Penyakit akut dan progressive dari
kegagalan pernafasan disebabkanterhambatnya proses difusi oksigen dari alveolar
ke kapiler (a-c block) yang disebabkan olehkarena terdapatnya edema yang
terdiri dari cairan koloid protein baik interseluler maupun intraalveolar.
(Prof. Dr. H. Tabrani Rab, 2000)
B. Epidemiologi
ARDS (juga
disebut syok paru) akibat cedera paru dimana sebelumnya paru sehat,sindrom ini
mempengaruhi kurang lebih 150.000 sampai 200.000 pasien tiap tahun, dengan
lajumortalitas 65% untuk semua pasien yang mengalami ARDS. Faktor resiko
menonjol adalahsepsis. Kondisi pencetus lain termasuk trauma mayor, KID,
tranfusi darah, aspirasi tenggelam,inhalasi asap atau kimia, gangguan metabolik
toksik, pankreatitis, eklamsia, dan kelebihan dosisobat. Perawatan akut secara
khusus menangani perawatan kritis dengan intubasi dan ventilasimekanik (Doenges
1999 hal 217).
Penderita yang bereaksi baik terhadap pengobatan,
biasanya akan sembuh total, denganatau tanpa kelainan paru-paru jangka panjang.
Pada penderita yang menjalani terapi ventilator dalam waktu yang lama,
cenderung akan terbentuk jaringan parut di paru-parunya. Jaringan paruttertentu
membaik beberapa bulan setelah ventilator dilepas.
C. Etiologi
ARDS berkembang
sebagai akibat kondisi atau kejadian berbahaya berupa trauma jaringan paru
baik secara langsung maupun tidak langsung. Penyebabnya bisa penyakit
apapun,yang secara langsung ataupun tidak langsung melukai paru-paru:
1. Trauma langsung pada paru.
Pneumonovirus, bakteri, funga.
Aspirasi cairan lambung.
Inhalasi asap berlebih.
Inhalasi toksin.
Menghisap O2 konsentrasi tinggi dalam
waktu lama.
2. Trauma tidak langsung.
Sepsis.
Shock, luka bakar hebat.
DIC (Dissemineted Intravaskuler Coagulation)
Pankeatitis.
Uremia.
Overdosis Obat seperti heroin, metadon, propoksifen
atau aspirin.
Idiophatic (tidak diketahui)
Bedah Cardiobaypass yang lama.
Transfusi darah yang banyak.
PIH (Pregnand Induced Hipertension)
Peningkatan TIK.
Terapi radiasi.
Trauma hebat, Cedera pada dada.
Gejala
biasanya muncul dalam waktu 24-48 jam setelah terjadinya penyakit atau cedera.
SGPA (sindrom gawat pernafasan akut) seringkali terjadi bersamaan dengan
kegagalan organ lainnya, seperti hati atau ginjal. Salah satu faktor resiko
dari SGPA adalah merokok sigaret.Angka kejadian SGPA adalah sekitar 14 diantara
100.000 orang/tahun.Menurut Hudak & Gallo (1997), gangguan yang dapat
mencetuskan terjadinya ARDS adalah: Sistemik:
a. Syok karena beberapa penyebab.
b. Sepsis gram negative.
c. Hipotermia, Hipertermia.
d. Takar lajak obat (Narkotik, Salisilat, Trisiklik,
Paraquat,Metadone, Bleomisin)
e. Gangguan hematology (DIC, Transfusi massif, Bypass kardiopulmonal)
f. Eklampsiag. Luka bakar Pulmonal :
Pneumonia (Viral, bakteri, jamur, penumosistik
karinii)
Trauma (emboli lemak, kontusio paru)
Aspirasi ( cairan gaster, tenggelam, cairan
hidrokarbon)
g. Pneumositis Non-Pulmonal :
Cedera kepala.
Peningkatan TIK.
Pascakardioversid. Pankreatitise. Uremia
D. Patofisiologi
ARDS terjadi
sebagai akibat cedera atau trauma pada membran alveolar kapiler
yangmengakibatkan kebocoran cairan kedalam ruang interstisiel alveolar dan
perubahan dalam jaring- jaring kapiler, terdapat ketidakseimbangan
ventilasi dan perfusi yang jelas akibat kerusakan pertukaran gas dan
pengalihan ekstansif darah dalam paru-paru. ARDS menyebabkan penurunandalam
pembentukan surfaktan, yang mengarah pada kolaps alveolar. Komplians paru
menjadisangat menurun atau paru-paru menjadi kaku akibatnya adalah penurunan
karakteristik dalamkapasitas residual fungsional, hipoksia berat dan hipokapnia
(Brunner & Suddart 616).
Ada 3 fase dalam patogenesis ARDS:
1. Fase eksudatif.
Fase
permulaan, dengan cedera pada endothelium dan epitelium, inflamasi, dan
eksudasicairan. Terjadi 2-4 hari sejak serangan akut.
2. Fase Proliferatif.
Terjadi
setelah fase eksudatif, ditandai dengan influks dan proliferasi fibroblast, sel
tipeII, dan miofibroblast, menyebabkan penebalan dinding alveolus dan perubahan
eksudat perdarahan menjadi jaringan granulasi seluler/membran hialin. Fase
proliferatif merupakan fase menentukan yaitu cedera bisa mulai sembuh atau
menjadi menetap, adaresiko terjadi lung rupture (pneumothorax).
3. Fase Fibrotik/Recovery.
Jika
pasien bertahan sampai 3 minggu, paru akan mengalami remodeling dan
fibrosis.Fungsi paru berangsurangsur membaik dalam waktu 6 – 12 bulan, dan
sangat bervariasiantar individu, tergantung keparahan cederanya.Perubahan
patofisiologi berikut ini mengakibatkan sindrom klinis yang dikenal sebagaiARDS
(Philip etal, 1995):
a) Sebagai konsekuensi dari serangan pencetus, complement
cascade menjadi aktif yangselanjutnya meningkatkan permeabilitas dinding
kapiler.
b) Cairan, lekosit, granular, eritrosit, makrofag, sel
debris, dan protein bocor kedalam ruanginterstisiel antar kapiler dan alveoli
dan pada akhirnya kedalam ruang alveolar.
c) Karena terdapat cairan dan debris dalam interstisium
dan alveoli maka area permukaan untuk pertukaran oksigen dan CO2
menurun sehingga mengakibatkan rendahnyan rasio ventilasi- perfusi dan
hipoksemia.
d) Terjadi hiperventilasi kompensasi dari alveoli fungsional,
sehingga mengakibatkanhipokapnea dan alkalosis respiratorik.
e) Sel-sel yang normalnya melaisi alveoli menjadi rusak
dan diganti oleh sel-sel yang tidak menghasilkan surfaktan ,dengan
demikian meningkatkan tekanan pembukaan alveolar.ARDS biasanya terjadi pada
individu yang sudah pernah mengalami trauma fisik,meskipun dapat juga terjadi
pada individu yang terlihat sangat sehat segera sebelum awitan,misalnya awitan
mendadak seperti infeksi akut. Biasanya terdapat periode laten sekitar 18-24 jam
dari waktu cedera paru sampai berkembang menjadi gejala. Durasi sindrom dapat
dapat beragam dari beberapa hari sampai beberapa minggu. Pasien yang
tampak sehat akan pulih dari ARDS. Sedangkan secara mendadak relaps kedalam
penyakit pulmonary akut akibat serangansekunder seperti pneumotorak atau
infeksi berat (Yasmin Asih. Hal 125). Sebenarnya sistim vaskuler paru sanggup
menampung penambahan volume darah sampai 3 kalinormalnya, namun pada tekanan
tertentu, cairan bocor keluar masuk ke jaringan interstisiel danterjadi edema
paru. ( Jan Tambayog 2000, hal 109).
E. Manifestasi Klinis
Ciri khas ARDS adalah hipoksemia yang tidak dapat
diatasi selama bernapas spontan. Frekuensi pernapasan sering kali meningkat
secara bermakna dengan ventilasi menit tinggi. Sianosis dapat atau tidak
terjadi. Hal ini harus diingat bahwa sianosis adalah tanda dini dari
hipoksemia. Gejala klinis utama pada kasus ARDS adalah:
a) Distres pernafasan akut: takipnea, dispnea, pernafasan
menggunakan otot aksesoris pernafasan dan sianosis sentral.
b) Batuk kering dan demam yang terjadi lebih dari
beberapa jam sampai seharian.
c) Auskultasi paru: ronkhi basah, krekels halus di
seluruh bidang paru, stridor, wheezing.
d) Perubahan sensorium yang berkisar dari kelam pikir dan
agitasi sampai koma.
e) Auskultasi jantung: bunyi jantung normal tanpa murmur
atau gallop (YasminAsih Hal 128).
Sindroma gawat pernafasan akut terjadi dalam waktu
24-48 jam setelah kelainandasarnya. Mula-mula penderita akan merasakan sesak
nafas, bisanya berupa pernafasan yangcepat dan dangkal. Karena rendahnya kadar
oksigen dalam darah, kulit terlihat pucat atau biru, dan organ lain seperti
jantung dan otak akan mengalami kelainan fungsi. Hilangnya oksigenkarena
sindroma ini dapat menyebabkan komplikasi dari organ lain segera setelah
sindromaterjadi atau beberapa hari/minggu kemudian bila keadaan penderita tidak
membaik.
Kehilangan oksigen yang berlangsung lama bisa
menyebabkan komplikasi serius sepertigagal ginjal. Tanpa pengobatan yang tepat,
90% kasus berakhir dengan kematian. Bila pengobatan yang diberikan sesuai,
50% penderita akan selamat. Karena penderita kurang mampu melawan infeksi,
mereka biasanya menderita pneumonia bakterial dalam perjalanan
penyakitnya.Gejala lainnya yang mungkin ditemukan:
a) Cemas, merasa ajalnya hampir tiba.
b) Tekanan darah rendah atau syok (tekanan darah rendah
disertai oleh kegagalan organlain).
c) Penderita seringkali tidak mampu mengeluhkan gejalanya
karena tampak sangat sakit.
F. Diagnosa
Diagnosa dini sukar untuk ditegakkan baik dari
pemeriksaan faal paru maupun dari pemeriksaan radiologi. Setiap pasien
dengan predileksi terdapatnya ARDS dapat dicurigai ARDS bila didapatkan
pemeriksaan radiologi infiltrat yang luas dimana tidak terdapat pneumonia.
Kadar FiO2 yang tinggi diperlukan untuk mempertahankan PO2.
Kecurigaan tergadap ARDS bila didapatkan sesak napas yang berat disertai dengan
infiltrat yang luas pada paru yang terjadi secara akut sementara tidak
terdapat faktor-faktor yang menyebabkanterjadinya dekompensasi kiri yang dapat
menyebabkan edema jantung (cardiac edema).
Pada pemeriksaan fisis pada edema jantung terdapat
trias dekompensasi, yakni, bunyi gallop, takikardi, dan ronkhi basal. Takikardi
dan ronchi basal susah untuk dibedakanantara ARDS dengan edema jantung, akan
tetapi bunyi gallop tidak terdapat pada ARDS. Demikian pula tanda bendungan
berupa peninggian tekanan jugular tidak didapatkan pada ARDS. Gambaran
radiologi pada ARDS infiltrat di perifer sementara pada edema jantung
perihilar. Pada pemeriksaab laboratorium cairan edema kristaloid pada
ARDSkoloid. Salah satu perbedaan antara edema jantung dan ARDS yang membawa
dampak pada pemberian oksigen dimana pada edema jantung terdapat
korelasi antara FiO2 dan PaO2 oleh karena shunt
sedikit bertambah tapi pada ARDS tidak terdapat korelasi pada FiO2dan
PaO2 oleh karena shunt yang jauh lebih banyak dari pada edema
paru. Kriteriayang digunakan untuk menyatakan ARDS bila terdapat difus
infiltrat bilateral, refrakter hipoksemia, berkurang statik komplain paru
(lung compliance) dan bertambahnya shunt(QS/QT). PaO2/FiO2 <
200 sedangkan PCWP < 18mmHg in Swan-Ganz Catheter.
G. Penatalaksanaan
1. Tujuan terapi
a) Tidak ada terapi yang dapat menyembuhkan, umumnya
bersifat suportif .
b) Terapi berfokus untuk memelihara oksigenasi dan
perfusi jaringan yang adekuat.
c) Mencegah komplikasi nosokomial (kaitannya dengan
infeksi).
2. Farmakologi
a) Inhalasi NO2 dan vasodilator lain.
b) Kortikosteroid (masih kontroversial: no benefit,
kecuali bagi yang inflamasi (eosinofilik)
c) Ketoconazole: inhibitor poten untuk sintesis
tromboksan dan menghambat biosintesis leukotrienes→mungkin bisa digunakan untuk
mencegah ARDS
Non-farmakologi
a) Ventilasi mekanis →dgn berbagai teknik pemberian,
menggunakan ventilator, mengatur PEEP (positive-end expiratory pressure)
b) Pembatasan cairan.
c) Pemberian surfaktan→tidak dianjurkan secara rutin.
BAB III
ASUHAN
KEPERAWATAN
A. Pengkajian
1. Anamnesa
a. Keadaan umum:
Takipnea,
dispnea, sesak nafas, pernafasan menggunakan otot aksesoris pernafasandan
sianosis sentral.
b. Riwayat Penyakit Sekarang:
Sesak
nafas, bisanya berupa pernafasan yang cepat dan dangkal. Batuk kering dandemam
yang terjadi lebih dari beberapa jam sampai seharian. Kulit terlihat pucat
atau biru.
c. Riwayat Penyakit Dahulu:
Sepsis,
Shock (hemoragi, pankreatitis hemoragik), Luka bakar hebat, Tenggelam
DIC(Dissemineted Intravaskuler Coagulation), Pankreatitis, Uremia, Bedah Cardiobaypassyang
lama, PIH (Pregnand Induced Hipertension), Peningkatan TIK, Trauma hebat(cedera
kepala, cedera dada, rudapaksa paru), Radiasi, Fraktur majemuk (emboli lemak
berkaitan dengan fraktur tulang panjang seperti femur), Riwayat merokok.
d. Riwayat Penyakit Keluarga.
e. Riwayat Alergi.
2. Pemeriksaan Fisik.
B1 (Breath): sesak nafas, nafas cepat dan dangkal,
batuk kering, ronkhi basah, krekelshalus di seluruh bidang paru, stridor,
wheezing.
B2 (Blood): pucat, sianosis (stadium lanjut), tekanan
darah bisa normal ataumeningkat (terjadinya hipoksemia), hipotensi terjadi pada
stadium lanjut(shock), takikardi biasa terjadi, bunyi jantung normal tanpa
murmur ataugallop.
B3 (Brain): kesadaran menurun (seperti bingung dan
atau agitasi), tremor.
B4 (Bowel): -
B5 (Bladder): -
B6 (Bone): kemerahan pada kulit punggung setelah
beberapa hari dirawat.
3. Pemeriksaan Diagnostik.
a) LED : meningkat pada hampir semua kasus, jumlah
eosinofilnya normal.
b) Tes fungsi paru : normal atau menunjukan defek
restriktik disertai gangguan pertukaran udara.
c) BGA : hasil BGA menunjukan adanya hipoksemia.
4. Bioksi darah : PaO2/FiO2< 200
= ARDSPaO2/FiO2< 300=ALI
5. Foto thorak dan CT: terdapat infiltrasi jaringan parut
lokasi terpusat pada region perihilir paruyang biasanya multivokal. Pada tahap
lanjut, interstisial bilatareral difus dan alveolar infiltrate menjadi
bukti dan dapat melibatkan semua lobus paru.Ukuran jantung normal, berbeda
dari edema paru kardogenik. Gas darah arteri seri membedakan gambarankemajuan
hipoksemia, hipokapnea dapat terjadi pada tahap awal sehubungan
denganhiperventilasi. Alkalosis respiratorik dapat terjadi pada tahap dini dan
pada tahap lanjutterjadi asidosis metabolik. Tes fungsi paru, Pengukuran pirau,
dan kadar asam laktat meningkat (Doenges1999 Hal 218 – 219 ).
B. Diagnosa Keperawatan
1. Tidak efektifnya jalan nafas berhubungan dengan
hilangnya fungsi jalan nafas, peningkatan sekret pulmonal, peningkatan
resistensi jalan nafas ditandai dengan:dispneu, perubahan pola nafas,
penggunaan otot pernafasan, batuk dengan atau tanpasputum, cyanosis.
2. Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan alveolar
hipoventilasi, penumpukancairan di permukaan alveoli, hilangnya surfaktan pada
permukaan alveoli ditandaidengan: takipneu, penggunaan otot-otot bantu
pernafasan, cyanosis, perubahan ABGs,dan A-a Gradient.
3. Kelebihan volome cairan di paru-paru berhubungan
dengan edema pulmonal non Kardia.
C. Intervensi
Hari/
Tgl
|
No. Dx
|
Tujuan
|
Tindakan
|
Rasional
|
Kamis
10/11/11
Pk 13.00
|
Dx I
|
Setelah diberikan
askep selama 2x24 jam diharapkan jalan nafas menjadi efekti hasil dengan
kriteria:
Pasien
dapat mempertahankan jalan nafas dengan bunyi nafas yang jernih dan ronchi
(-).
Pasien
bebas dari dispneu.
Ps
Mengeluarkan sekret tanpa kesulitan.
Ps
Memperlihatkan tingkah laku mempertahankan jalan nafas.
|
1. Catat perubahan dalam bernafas dan pola nafasnya.
2. Observasi dari penurunan pengembangan dada dan
peningkatan fremitus.
3. Catat karakteristik dari suara nafas.
4. Catat karakteristik dari batuk .
5. Pertahankan posisi tubuh/posisi kepala dan gunakan
jalan nafas tambahan bila perlu.
6. Kaji kemampuan batuk, latihan nafas dalam, perubahan
posisi dan lakukan suction bila ada indikasi.
7. Peningkatan oral intake jika memungkinkan.
8. Berikan oksigen, cairan IV ; tempatkan di kamar
humidifier sesuai indikasi
9. Berikan therapi aerosol, ultrasonik nabulasasi.
10. Berikan
fisiotherapi dada misalnya : postural drainase, perkusi dada/vibrasi jika ada
indikasi.
11. Berikan
bronchodilator misalnya : aminofilin, albuteal dan mukolitik
|
1. Penggunaan otot-otot interkostal/abdominal/leher
dapat meningkatkan usaha dalam bernafas.
2. Pengembangan dada dapat menjadi batas dari akumulasi
cairan dan adanya cairan dapat meningkatkan fremitus.
3. Suara nafas terjadi karena adanya aliran udara
melewati batang tracheo branchial dan juga karena adanya cairan, mukus atau
sumbatan lain dari saluran nafas.
4. Karakteristik batuk dapat merubah ketergantungan
pada penyebab dan etiologi dari jalan nafas. Adanya sputum dapat dalam jumlah
yang banyak, tebal dan purulent.
5. Pemeliharaan jalan nafas bagian nafas dengan paten.
6. Penimbunan sekret mengganggu ventilasi dan
predisposisi perkembangan atelektasis dan infeksi paru.
7. Peningkatan cairan per oral dapat mengencerkan
sputum.
8. Mengeluarkan sekret dan meningkatkan transport
oksigen.
9. Dapat berfungsi sebagai bronchodilatasi dan
mengeluarkan sekret.
10. Meningkatkan
drainase sekret paru, peningkatan efisiensi penggunaan otot-otot pernafasan
11. Diberikan
untuk mengurangi bronchospasme, menurunkan viskositas sekret dan meningkatkan
ventilasi.
|
Kamis 10/11/11
Pk 13.00 wib
|
Dx 2
|
Setelah diberikan
askep selama 2x24 jam diharapkan pertukaran gas menjadi efektif dengan
kriteria :
Pasien
dapat memperlihatkan ventilasi dan oksigenasi yang adekuat dengan nilai ABGs
normal.
Bebas
dari gejala distress pernafasan
|
1. Kaji status pernafasan, catat peningkatan respirasi
atau perubahan pola nafas.
2. Catat ada tidaknya suara nafas dan adanya bunyi
nafas tambahan seperti crakles, dan wheezing.
3. Kaji adanya cyanosis.
4. Observasi adanya somnolen, confusion, apatis, dan
ketidakmampuan beristirahat.
5. Berikan istirahat yang cukup dan nyaman.
6. Berikan humidifier oksigen dengan masker CPAP jika
ada indikasi.
7. Berikan pencegahan IPPB .
8. Review X-ray dada.
9. Berikan obat-obat jika ada indikasi seperti
steroids, antibiotik, bronchodilator dan ekspektorant.
|
1. Takipneu adalah mekanisme kompensasi untuk
hipoksemia dan peningkatan usaha nafas
2. Suara nafas mungkin tidak sama atau tidak ada
ditemukan. Crakles terjadi karena peningkatan cairan di permukaan jaringan
yang disebabkan oleh peningkatan permeabilitas membran alveoli – kapiler.
Wheezing terjadi karena bronchokontriksi atau adanya mukus pada jalan nafas
3. Selalu berarti bila diberikan oksigen (desaturasi 5
gr dari Hb) sebelum cyanosis muncul. Tanda cyanosis dapat dinilai pada mulut,
bibir yang indikasi adanya hipoksemia sistemik, cyanosis perifer seperti pada
kuku dan ekstremitas adalah vasokontriksi.
4. Hipoksemia dapat
menyebabkan iritabilitas
dari miokardium.
5. Menyimpan tenaga pasien, mengurangi penggunaan
oksigen.
6. Memaksimalkan pertukaran oksigen secara terus
menerus dengan tekanan yang sesuai.
7. Peningkatan ekspansi paru meningkatkan oksigenasi.
8. Memperlihatkan kongesti paru yang progresif.
9. Untuk mencegah ARDS
|
Kamis 10/11/11
Pk 13.00 wib
|
Dx 3
|
Setelah diberikan
askep selama 2x24 jam diharapkan volume cairan terpenuhi dengan kriteria
hasil :
pasien dapat menunjukkan keadaan volume cairan normal
dengan tanda tekanan darah, berat badan, urine output pada batas normal.
|
1. Monitor vital signs seperti tekanan darah, heart
rate, denyut nadi (jumlah dan volume)
2. Amati perubahan kesadaran, turgor kulit, kelembaban
membran mukosa dan karakter sputum
3. Hitung intake, output dan balance cairan. Amati
“insesible loss”
4. Timbang berat badan setiap hari
5. Berikan cairan IV dengan observasi ketat
6. Monitor/berikan penggantian elektrolit sesuai
indikasi
|
1. Berkurangnya volume/keluarnya cairan dapat
meningkatkan heart rate, menurunkan tekanan darah, dan volume denyut nadi
menurun.
2. Penurunan cardiac output mempengaruhi perfusi/fungsi
cerebral. Deficit cairan dapat diidentifikasi dengan penurunan turgor kulit,
membran mukosa kering, sekret kental.
3. Memberikan informasi tentang status cairan.
Keseimbangan cairan negatif merupakan indikasi terjadinya deficit cairan.
4. Perubahan yang drastis merupakan tanda penurunan
total body water.
5. Mempertahankan/memperbaiki volume sirkulasi dan
tekanan osmotik. Meskipun cairan mengalami deficit, pemberian cairan IV dapat
meningkatkan kongesti paru yang dapat merusak fungsi respirasi
6. Elektrolit khususnya pottasium dan sodium dapat
berkurang sebagai efek therapi deuritik.
|
BAB IV
PENUTUP
A. Kesimpulan
ARDS adalah Penyakit akut dan progressive dari
kegagalan pernafasan disebabkanterhambatnya proses difusi oksigen dari alveolar
ke kapiler (a-c block) yang disebabkan olehkarena terdapatnya edema yang
terdiri dari cairan koloid protein baik interseluler maupunintra alveolar.
Penyebabnya bisa penyakit apapun, yang secara langsung ataupun
tidak langsung melukai paru-paru seperti: Pneumoni virus, bakteri, fungal;
contusio paru, aspirasicairan lambung, inhalasi asap berlebih, inhalasi toksin,
menghisap O2 konsentrasi tinggidalam waktu lama, Sepsis, Shock,
Luka bakar hebat, Tenggelam,dsb. Gejala biasanyamuncul dalam waktu 24-48 jam
setelah terjadinya penyakit atau cedera. SGPA(sindromgawat pernafasan akut)
seringkali terjadi bersamaan dengan kegagalan organ lainnya, sepertihati atau
ginjal.
B. Saran
1. Menghindari faktor resiko yang dapat menyebabkan ARDS.
2. Apabila gejala ARDS mulai muncul sesegera mungkin
bawalah ke rumah sakit terdekatuntuk mendapat pertolongan lebih lanjut agar
tidak terjadi komplikasi pada hati dan ginjal.
DAFTAR
PUSTAKA
Anynomous,
2007.Asuhan Keperawatan KLIEN dengan ARDS (Adult Respiratory DistressSyndrome)
Pre Acut/ Post Acut Care .http://rusari.com/askep_aspirasi_distress.html.Tanggal 9 September 2009 pukul 17.43 WIB.
Anynomous,
2007. Asuhan Keperawatan pada Pasien ARDS .http://keperawatan-gun.blogspot.com/2007/07/asuhan-keperawatan-pada-klien-dg-25.html.Tanggal 16 September 2009 pukul 12.30 WIB.
Carpenito,Lynda
Juall. 2001. Buku Saku Diagnosa Keperawatan.EGC. Jakarta.
Doengoes,
M.E. 2000. Rencana Asuhan Keperawatan: Pedoman untuk Perencanaan dan
Pendokumentasian Perawatan Pasien. EGC. Jakarta.
Hudak,
Gall0. 1997. Keperawatan Kritis. Pendekatan Holistik.Ed.VI. Vol.I.
EGC. Jakarta.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar