Minggu, 25 Desember 2011

Askep Hirschsprung

BAB I
PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG
Pada tahun 1886 Hirschsprung melaporkan dua kasus bayi meninggal dengan perut yang kembung oleh kolon yang sangat melebar dan penuh masa feses. Penyakit ini disebut megakolon kongenital dan merupakan kelainan yang tersering dijumpai sebagai penyebab obstruksi usus pada neonatus. Laporan tersebut disertai keterangan mengenai penampilan makroskopik kolon yang terdilatasi dan hipertrofi, yang oleh Hirschprung dinilai sebagai penyebab gangguan fungsi usus ( Swenson, 1990). Sampai tahun 1930 etiologi penyakit Hirschprung belum jelas diketahui.
Hirschsprung atau Mega Colon adalah penyakit yang tidak adanya sel – sel ganglion dalam rectum atau bagian rektosigmoid Colon. Dan ketidak adaan ini menimbulkan keabnormalan atau tidak adanya peristaltik serta tidak adanya evakuasi usus spontan ( Betz, Cecily & Sowden : 2000 ). Penyakit Hirschsprung atau Mega Kolon adalah kelainan bawaan penyebab gangguan pasase usus tersering pada neonatus, dan kebanyakan terjadi pada bayi aterm dengan berat lahir 3 Kg, lebih banyak laki – laki dari pada perempuan. ( Arief Mansjoeer, 2000 ).
Penyebab sindrom tersebut baru diketahui setelah Robertson dan Kernohan pada tahun 1940 mengemukakan bahwa penyakit Hirschprung disebabkan gangguan peristaltik di bagian usus distal dengan defisiensi ganglion. Pada tahun 1948 Swenson menerangkan tentang penyempitan kolon distal yang terlihat dalam barium enema dan tidak terdapatnya peristaltik pada kolon distal. Pengangkatan segmen ini dengan disertai preservasi sfingter ani interna akan menyembuhkan penyakit Hirschprung (Robertson, et al, 1988). Pada tahun 1967, Okamoto dan Ueda menyimpulkan bahwa penyebab penyakit hirschsprung adalah aganlionosis pada bagian akhir usus. Aganglionosis tersebut disebabkan oleh karena gagalnya migrasi ke caudal sel-sel neuroblast pada masa awal kehidupan embrio (Kartono,1993
Megacolon terjadi karena adanya permasalahan pada persarafan usus besar paling bawah, mulai anus hingga usus di atasnya. Syaraf yang berguna untuk membuat usus bergerak melebar menyempit biasanya tidak ada sama sekali atau kalopun ada sedikit sekali. Namun yang jelas kelainan ini akan membuat BAB bayi tidak normal, bahkan cenderung sembelit terus menerus. Hal ini dikarenakan tidak adanya syaraf yang dapat mendorong kotoran keluar dari anus dalam keadaan normal, bahan makanan yang dicerna bisa berjalan di sepanjang usus karena adanya kontraksi ritmis dari otot-otot yang melapisi usus (kontraksi ritmis ini disebut gerakan peristaltik). Kontraksi otot-otot tersebut dirangsang oleh sekumpulan saraf yang disebut ganglion, yang terletak dibawah lapisan otot. Pada penyakit Hirschsprung, ganglion ini tidak ada, biasanya hanya sepanjang beberapa sentimeter. Segmen usus yang tidak memiliki gerakan peristaltik tidak dapat mendorong bahan-bahan yang dicerna dan terjadi penyumbatan. Penyakit Hirschsprung 5 kali lebih sering ditemukan pada bayi laki-laki.

B. TUJUAN
Tujuan Umum
Untuk mempelajari penyakit hihprung dan mengenal karakteristik dari penyakit tersebut dari mulai pengertian, etiolgi, penyebab, patofis dan diagnosis.
Tujuan Khusus
1. Mampu menjelaskan definisi dari penyakit hisprung
2. Mampu menyebutkan etiologi dari penyakit hisprung
3. Mampu menjelaskan penyebab dari penyakit hisprung
4. Mampu menyebutkan diagnosis dari penyakit hisprung

BAB II
TINJAUAN TEORI


A. Pengertian
Ada beberapa pengertian mengenai Mega Colon, namun pada intinya sama yaitu penyakit yang disebabkan oleh obstruksi mekanis yang disebabkan oleh tidak adekuatnya motilitas pada usus sehingga tidak ada evakuasi usus spontan dan tidak mampunya spinkter rektum berelaksasi.
Hirschsprung atau Mega Colon adalah penyakit yang tidak adanya sel – sel ganglion dalam rectum atau bagian rektosigmoid Colon. Ketidakadaan ini menimbulkan keabnormalan atau tidak adanya peristaltik serta tidak adanya evakuasi usus spontan
( Betz, Cecily & Sowden : 2000 ).
Penyakit Hirschsprung atau Mega Kolon adalah kelainan bawaan penyebab gangguan pasase usus tersering pada neonatus, dan kebanyakan terjadi pada bayi dengan berat lahir 3 Kg, lebih banyak laki – laki dari pada perempuan ( Arief Mansjoeer, 2000 ). Hirschsprung terjadi karena adanya permasalahan pada persarafan usus besar paling bawah, mulai anus hingga usus di atasnya. Syaraf yang berguna untuk membuat usus bergerak melebar menyempit biasanya tidak ada sama sekali atau kalopun ada sedikit sekali. Namun yang jelas kelainan ini akan membuat BAB bayi tidak normal, bahkan cenderung sembelit terus menerus. Hal ini dikarenakan tidak adanya syaraf yang dapat mendorong kotoran keluar dari anus dalam keadaan normal, bahan makanan yang dicerna bisa berjalan di sepanjang usus karena adanya kontraksi ritmis dari otot-otot yang melapisi usus (kontraksi ritmis ini disebut gerakan peristaltik). Kontraksi otot-otot tersebut dirangsang oleh sekumpulan saraf yang disebut ganglion, yang terletak dibawah lapisan otot. Pada penyakit Hirschsprung, ganglion ini tidak ada, biasanya hanya sepanjang beberapa sentimeter. Segmen usus yang tidak memiliki gerakan peristaltik tidak dapat mendorong bahan-bahan yang dicerna dan terjadi penyumbatan. Penyakit Hirschsprung 5 kali lebih sering ditemukan pada bayi laki-laki.

B. Etiologi
Adapun yang menjadi penyebab Hirschsprung atau Mega Colon itu sendiri adalah diduga terjadi karena faktor genetik dan lingkungan sering terjadi pada anak dengan Down Syndrom, kegagalan sel neural pada masa embrio dalam dinding usus, gagal eksistensi, kranio kaudal pada myentri dan sub mukosa dindnig plexus.
• Segera setelah lahir, bayi tidak dapat mengeluarkan mekonium (tinja pertama pada bayi baru lahir).
• Tidak dapat buang air besar dalam waktu 24-48 jam setelah lahir, perut menggembung muntah.
• Diare encer (pada bayi baru lahir)
• Berat badan tidak bertambah
• Malabsorbsi
• Keturunan, karena penyakit ini merupakan penyakit bawaan sejak lahir.
• Faktor lingkungan
• Tidak adanya sel – sel ganglion dalam rektum atau bagian rectosigmoid kolon
• Ketidakmampuan spinkter rektum berelaksasi

C. Manifestasi Klinis
Manifestasi klinik penyakit ini adalah gangguan pasage usus fungsional., dalam kepustakaan disebutkan bahwa insiden penyakit ini berkisar 1 diantara 2000 sampai 12.000 kelahiran, dengan insiden tersering 1 diantara 5000 kelahiran. Data tentang penyakit Hirschsprung di Indonesia belum ada. Angka insidensi 1 diantara 5000 kelahiran maka dengan penduduk 220 juta dan tingkat kelahiran 35 per mil, diperkirakan akan lahir 1400 bayi setiap tahun dengan penyakit Hirschsprung di Indonesia. Di Amerika frekuensi 1 dari 5000 kelahiran (Kartono, 1993 ; Yoshida, 2004). Insiden penyakit ini adalah 1 : 5000 kelahiran hidup. Frekuensi pada anak laki-laki dengan perempuan 4 : 1.
Bayi baru lahir tidak bisa mengeluarkan meconium dalam 24-48 jam pertama setelah lahir. Tampak malas mengkonsumsi cairan, muntah bercampur dengan cairan empedu dan distensi abdomen. (Nelson, 2000 : 317).
Gejala penyakit Hirshprung atau Megacolon adalah obstruksi usus letak rendah, bayi dengan penyakit ini menunujukkan gejala klinis sebagai berikut :
• Obstruksi total saat lahir dengan muntah, distensi abdomen dan ketidakadaan evakuasi mekonium.
• Keterlambatan obstruksi mekonium diikuti obstruksi konstipasi, muntah, dehidrasi.
• Gejala ringan berupa konstipasi selama beberapa minggu atau bulan yang diukuti dengan obstruksi usus yang akut.
• Konstipasi ringan entrokolitis dengan diare, distensi abdomen dan demam.
• Adanya feses yang menyemprot pas pada colok dubur dengan merupakan tanda yang khas.
• Bila telah timbul enterokolitis nikrotiskans terjadi distensi abdomen hebat dan diare berbau busuk yang berdarah.
(Nelson, 2000 :317)
Gejala yang lain adalah :
Pada anak – anak
a. Konstipasi
b. Tinja seperti pita dan berbau busuk
c. Distensi abdomen
d. Adanya masa difekal dapat dipalpasi
e. Biasanya tampak kurang nutri dan anemi.
(Betz Cecily & Sowden, 2002:197).

D. Komplikasi
a. Obstruksi usus
b. Konstipasi
c. Ketidak seimbangan cairan dan elektrolit
d. Enterokolitis
e. Struktur anal dan inkontinensial ( pos operasi )
( Betz cecily & sowden, 2002 : 197 )

E. Patofisiologi
Istilah congenital aganglionic Mega Colon menggambarkan adanya kerusakan primer dengan tidak adanya sel ganglion pada dinding submukosa kolon distal. Segmen aganglionic hampir selalu ada dalam rektum dan bagian proksimalpada usus besar. Ketidak adaan ini menimbulkan keabnormalan atau tidak adanya gerakan tenaga pendorong (peristaltik) dan tidak adanya evakuasi usus spontan serta spinkter rektum tidak dapat berelaksasi sehingga mencegah keluarnya feses secara normal yang menyebabkan adanya akumulasi pada usus dan distensi pada saluran cerna. Bagian proksimal sampai pada bagian yang rusak pada Mega Colon.
(Betz, Cecily & Sowden, 2002 :197).
Semua ganglion pada intramural plexus dalam usus berguna untuk kontrol kontraksi dan relaksasi peristaltik secara normal. Isi usus mendorong ke segmen aganglionik dan feses terkumpul di daerah tersebut, menyebabkan terdilatasinya bagian usus yang proksimal terhadap daerah itu karena terjadi obstruksi dan menyebabkan di bagian Colon tersebut melebar.
(Price, S & Wilson, 1995 :141).
Penyakit Hirshprung, atau Mega Colon kongenital adalah tidak adanya sel – sel ganglion dalam rektum atau bagian rektosigmoid kolon. Ketidakadaan ini menimbulkan keabnormalan atau tidak adanya peristaltis serta tidak adanya evakuasi usus spontan. Selain itu, sfingter rektum tidak dapat berelaksasi, mencegah keluarnya feses secara normal. Isis usu terdorong ke segmen aganglionik dan feses terkumpul di daerah tersebut, menyebabkan dilatasinya bagian usus yang psoksimal terhadap daerah itu. Penyakit Hirshprung atau Megacolon diduga terjadi karena faktor-faktor genetik dan faktor lingkungan, namun etiologi sebenarnya tidak diketahui. Penyakit ini dapat muncul pada sembarang usia, walaupun sering terjadi pada neonatus.

F. Karakteristik
Karekteristik megakolon didapat pada anak-anak adalah akibat dari kombinasi latihan BAB (Buang Air Besar) yang salah dan gangguan mental dan emosional yang dikarenakan oleh anak tersebut tidak mau mencoba untuk BAB. Administrasi dosis laksatif yang gagal untuk menyelesaikan masalah secara permanen dan dalam masa yang panjang rectum anak akan dipenuhi feses yang padat dan kolon menjadi besar secara progresif. Setelah bagian kolon yang menggelembung dikosongkan, rawatan primer untuk kelainan ini adalah psychiatric dan termasuk membujuk anak tersebut menerima latihan tersebut.
Megakolon pada dewasa bisa disebabkan oleh karena mengambil obat-obat tertentu, fungsi tiroid yang abnormal, DM (Diabetes millitus, scleroderma atau amyloidosis. Berbagai prosedur pembedahan untuk membaikkan kondisi ini.

G. Pemeriksaan Penunjang
1. Pemeriksaan Radiologi
Pemeriksaan radiologi merupakan pemeriksaan yang penting pada penyakit Hirschsprung. Pada foto polos abdomen dapat dijumpai gambaran obstruksi usus letak rendah, meski pada bayi sulit untuk membedakan usus halus dan usus besar. Pemeriksaan yang merupakan standard dalam menegakkan diagnosa Hirschsprung adalah barium enema, dimana akan dijumpai 3 tanda khas :
1. Tampak daerah penyempitan di bagian rektum ke proksimal yang panjangnya bervariasi;
2. Terdapat daerah transisi, terlihat di proksimal daerah penyempitan ke arah daerah dilatasi;
3. Terdapat daerah pelebaran lumen di proksimal daerah transisi (Kartono,1993).

Apabila dari foto barium enema tidak terlihat tanda-tanda khas penyakit Hirschsprung, maka dapat dilanjutkan dengan foto retensi barium, yakni foto setelah 24-48 jam barium dibiarkan membaur dengan feces. Gambaran khasnya adalah terlihatnya barium yang membaur dengan feces kearah proksimal kolon. Sedangkan pada penderita yang bukan Hirschsprung












Gambar Pemeriksaan Radiologi dengan Barium enema


2. Pemeriksaan patologi anatomi
Diagnosa histopatologi penyakit Hirschsprung didasarkan atas absennya sel ganglion pada pleksus mienterik (Auerbach) dan pleksus sub-mukosa (Meissner). Disamping itu akan terlihat dalam jumlah banyak penebalan serabut syaraf (parasimpatis). Akurasi pemeriksaan akan semakin tinggi jika menggunakan pengecatan immunohistokimia asetilkolinesterase, suatu enzim yang banyak ditemukan pada serabut syaraf parasimpatis, dibandingkan dengan pengecatan konvensional dengan haematoxylin eosin. Disamping memakai asetilkolinesterase, juga digunakan pewarnaan protein S-100, metode peroksidase-antiperoksidase dan pewarnaan enolase. Hanya saja pengecatan immunohistokimia memerlukan ahli patologi anatomi yang berpengalaman, sebab beberapa keadaan dapat memberikan interpretasi yang berbeda seperti dengan adanya perdarahan (Cilley dkk,2001).
Swenson pada tahun 1955 mempelopori pemeriksaan histopatologi dengan eksisi seluruh tebal dinding otot rektum, untuk mendapatkan gambaran pleksus mienterik. Secara tekhnis, metode ini sulit dilakukan sebab memerlukan anastesi umum, dapat menyebabkan inflamasi dan pembentukan jaringan ikat yang mempersulit tindakan bedah definitif. Noblett tahun 1969 mempelopori tekhnik biopsi hisap dengan menggunakan alat khusus, untuk mendapatkan jaringan mukosa dan sub-mukosa sehingga dapat melihat keberadaan pleksus Meissner. Metode ini kini telah menggantikan metode biopsi eksisi sebab tidak memerlukan anastesi dan akurasi pemeriksaan mencapai 100% (Junis dkk, Andrassy dkk). Biasanya biopsi hisap dilakukan pada 3 tempat : 2,3,dan 5 cm proksimal dari anal verge. Apabila hasil biopsi hisap meragukan, barulah dilakukan biopsi eksisi otot rektum untuk menilai pleksus Auerbach. Dalam laporannya, Polley (1986) melakukan 309 kasus biopsi hisap rektum tanpa ada hasil negatif palsu dan komplikasi (Kartono,1993; Swenson dkk,1990; Swenson,2002).
















Gambar Alat biopsi hisap Noblett

3. Pemeriksaan Manometri anorektal
Pemeriksaan manometri anorektal adalah suatu pemeriksaan objektif mempelajari fungsi fisiologi defekasi pada penyakit yang melibatkan spinkter anorektal. Dalam prakteknya, manometri anorektal dilaksanakan apabila hasil pemeriksaan klinis, radiologis dan histologis meragukan. Pada dasarnya, alat ini memiliki 2 komponen dasar : transduser yang sensitif terhadap tekanan seperti balon mikro dan kateter mikro, serta sisitem pencatat seperti poligraph atau komputer (Shafik,2000; Wexner,2000; Neto dkk,2000).
Beberapa hasil manometri anorektal yang spesifik bagi penyakit Hirschsprung adalah :
1. Hiperaktivitas pada segmen yang dilatasi
2. Tidak dijumpai kontraksi peristaltik yang terkoordinasi pada segmen usus aganglionik;
3. Sampling reflex tidak berkembang. Tidak dijumpai relaksasi spinkter interna setelah distensi rektum akibat desakan feces. Tidak dijumpai relaksasi spontan (Kartono,1993; Tamate,1994;















Tampak gambar skema dari manometri anorekatal,yang memakai balon berisi udara sebagai transducernya. Padapenderita Hirschsprung (kanan), tidak terlihat relaksasi spinkter ani.


4. Pemeriksaan colok anus
Pada pemeriksaan ini jari akan merasakan jepitan dan pada waktu tinja yang menyemprot. Pemeriksaan ini untuk mengetahu bahu dari tinja, kotoran yang menumpuk dan menyumbat pada usus di bagian bawah dan akan terjadi pembusukan.



BAB III
ASUHAN KEPERAWATAN


A. Pengkajian keperawatan
Pada pengkajian anak dengan penyakit hisprung dapat ditemukan tanda dan gejala sebagai berikut. Adanya kegagalan mengeluarkan mekonium dalam waktu 24-28 jam setelah lahir, muntah berwarna hijau, dan konstipasi. Pada pengkajian terhadap faktor penyebab penyakit hisprung diduga dapat terjadi karena faktor genetis dan faktor lingkungan. Penyakit ini dapat muncul pada semua usia akan tetapi paling sering ditemukan pada neonatus. Pada perkusi adanya kembung, apabila dilakukan colok anus, feses akan menyemprot.
Pada pemeriksaan radiologis didapatkan adanya segmen aganglionosis diantaranya: apabila segmen aganglionosis mulai dari anus sampai sigmoid, maka termasuk tipe hisprung segmen pendek dan apabila segmen aganglionosis melebihi sigmoid sampai seluruh kolon maka termasuk tipe hisprung segmen panjang. Pemeriksaan biopsi rektal digunakan untuk mendeteksi ada tidaknya sel ganglion. Pemeriksaan manometri anorektal digunakan untuk mencatat respons refluks sfingter internal dan eksternal.

1. Pengkajian
• Identitas klien
• Identitas penanggung jawab
• Riwayat kesehatan
• Keluahan utama
• Klien tidak ada mekonium setelah 2x24 jam
• Riwayat penyakit sekarang
• Riwayat penyakit keluarga
• Riwayat persalinan




2. Pemeriksaan fisik






Gambar6. Foto pasien penderita Hirschsprung berusia 3 hari. Terlihat abdomen sangat distensi dan pasien kelihatan menderita sekali.
• Massa tinja yang besar dapat teraba pada bagian kiri bawah abdomen
• Jika tinja dikeluarkan terdiri dari butir-butir kecil / mempunyai konsistensi cair
• Bila waktu perut kembung dilakukan colok anus maka akan menyemprot dalam jumlah banyak dan perut akan kempes
3. Pemeriksaan Radiologis (gambar)
Pemeriksaan radiologi merupakan pemeriksaan yang penting pada penyakit Hirscprung. Pada foto polos abdomen dapat dijumpai gambaran obstruksi usus letak rendah, meski pada bayi sulit untuk membedakan usus halus dan usus besar. Pemeriksaan yang merupakan standar dalam menegakkan diagnosa Hirschprung adalah barium enema, di mana akan dijumpai tiga tanda khas :
1. Tampak daerah penyempitan di bagian rektum ke proksimal yang panjangnya bervariasi
2. Terdapat daerah transisi, terlihat di proksimal daerah penyempitan ke arah daerah dilatasi
3. Terdapat daerah pelebaran lumen di proksimal daerah transisi ( Kartono, 1993 )
Apabila dari foto barium enema tidak terlihat tanda-tanda khas penyakit Hirschprung, maka dapat dilanjutkan dengan foto retensi barium, yakni foto setelah 24-48 jam barium dibiarkan membaur dengan feces. Gambaran khasnya adalah terlihatnya barium yang membaur dengan feces ke arah proksimal kolon. Sedangkan pada penderita yang bukan Hirschprung namun disertai dengan obstipasi kronis, maka barium terlihat menggumpal di daerah rektum dan sigmoid (Kartono,1993, Fonkalsrud dkk,1997; Swenson dkk,1990).










Gambar radiologis,
Terlihat gambar barium enema penderita Hirschsprung. Tampak rektum yang mengalami penyempitan,dilatasi sigmoid dan daerah transisi yang melebar


4. Pathway




















Diagnosa keperawatan yang mungkin muncul
a. Resiko kurangnya volume cairan berhubungan dengan intake yang kurang.
(Betz, Cecily & Sowden 2002:197)
b. Perubahan nutrisi kurang dan kebutuhan tubuh berhubungan dengan saluran pencernaan mual dan muntah.
c. Konstipasi berhubungan dengan obstruksi ketidakmampuan kolon mengevakuasi feces.
( Wong, Donna, 2004 : 508 )
d. Kurangnya pengetahuan tentang proses penyakit dan pengobatanya.
( Whaley & Wong, 2004 ).


BAB IV
PEMBAHASAN

Perhatikan perawatan tergantung pada umur anak dan tipe pelaksanaanya bila ketidakmampuan terdiagnosa selama periode neonatal, perhatikan utama antara lain :
a. Membantu orang tua untuk mengetahui adanya kelainan kongenital pada anak secara dini
b. Membantu perkembangan ikatan antara orang tua dan anak
c. Mempersiapkan orang tua akan adanya intervensi medis ( pembedahan )
d. Mendampingi orang tua pada perawatan colostomy setelah rencana pulang
( FKUI, 2000 : 1135 )

Pada perawatan preoperasi harus diperhatikan juga kondisi klinis anak – anak dengan mal nutrisi tidak dapat bertahan dalam pembedahan sampai status fisiknya meningkat. Hal ini sering kali melibatkan pengobatan simptomatik seperti enema. Diperlukan juga adanya diet rendah serat, tinggi kalori dan tinggi protein serta situasi dapat digunakan nutrisi parenteral total ( NPT ).
 Konsep Tumbuh Kembang Anak
Konsep tumbuh kembang anak difokuskan pada usia todler yakni 1 – 3 tahun bisa juga dimasukkan dalam tahapan pre operasional yakni umur 2 – 7 tahun. Menurut Yupi. S ( 2004 ) berdasarkan teori peaget bahwa masa ini merupakan gambaran kongnitif internal anak tentang dunia luar dengan berbagai kompleksitasnya yang tumbuh secara bertahap merupakan suatu masa dimana pikiran agak terbatas. Anak mampu menggunakan simbul melalui kata – kata, mengingat sekarang dan akan datang. Anak mampu membedakan dirinya sendiri dengan objek dalam dunia sekelilingnya baik bahasa maupun pikiranya bercirikan egesenterisme, ia tidak mahu menguasai ide persamaan terutama berkaitan dengan masalah–masalah secara logis, tetapi dalam situasi bermain bebas ia cenderung untuk memperlihatkan perilaku logis dan berakal sehat pada tahap ini akan mulai mengenal tubuhnya
Pertumbuhan berkaitan dengan masalah perubahan dalam besar, jumlah, ukuran atau dimensi tingkat sel, organ maupun individu yang dapat diukur dengan ukuran berat ( gram, pounnd, kilogram ). Ukuran panjang ( cm, meter ). Umur tulang dan keseimbangan metabolik ( retensi kalium dan nitrogen tubuh ). Perkembangan adalah bertambahnya kemampuan dalam struktur dan fungsi yang lebih komplek dalam pola yang teratur dan dapat diramalkan sebagai hasil dari proses pematangan ( Soetjiningsih, 1998: 1 ).
Pada pertumbuhan fisik dapat dinilai pertambahan berat badan sebanyak 2,2 Kg/ tahun dan tinggi badan akan bertambah kira – kira 7,5 cm/ tahun. Proporsi tumbuh berubah yaitu lengan dan kaki tumbuh lebih cepat dari pada kepala dan badan lorosis lumbal pada medulla spinalis kurang terlihat dan tungkai mempunyai tampilan yang bengkok. Lingkar kepala meningkat 2,5 cm/ tahun dan fontanella anterior menutup pada usia 15 bulan. Gigi molar pertama dan molar kedua serta gigi taring mulai muncul ( Betz & Sowden, 2002: 546 ).
 Strategi Pengurangan Dampak Hospitalisasi Pada Usia Todler
Pada usia todler anak cenderung egosentris maka dalam menjelaskan prosedur dalam hubungan dengan cara apa yang akan anak lihat, dengar, bau, raba dan rasakan. Katakan pada anak tidak apa- apa menangis atau gunakan ekspresi verbal untuk mengatakan tidak nyaman.
Pada usia ini juga mengalami keterbatasan kemampuan berkomunikasi lebih sering menggunakan perilaku atau sikap. Sedikit pendekatan yang sederhana menggunkan contoh peralatan yang kecil ( ijinkan anak untuk memegang peralatan ) menggunakan permainan.
Pada usia ini menjadikan hubungan yang sulit antara anak dengan perawat diperlukan orang tua pada keadaan ini, apapun cara yang dilakukan anaka harus merupakan pertimbangan pertama. Ibu harus didorong untuk tinggal atau paling sedikit mengunjungi anaknya sesering mungkin ( Yupi, S 2004).
 Penatalaksanaan
• Pre Operatif
a. Diet
Pada periode preoperatif, neonatus dengan HD terutama menderita gizi buruk disebabkan buruknya pemberian makanan dan keadaan kesehatan yang disebabkan oleh obstuksi gastrointestinal. Sebagian besar memerlukan resusitasi cairan dan nutrisi parenteral. Meskipun demikian bayi dengan HD yang didiagnosis melalui suction rectal biopsy dapat diberikan larutan rehidrasi oral sebanyak 15mL/ kg tiap 3 jam selama dilatasi rectal preoperative dan irigasi rectal.
b. Terapi farmakologik
Terapi farmakologik pada bayi dan anak-anak dengan HD dimaksudkan untuk mempersiapkan usus atau untuk terapi komplikasinya. Untuk mempersiapkan usus adalah dengan dekompresi rectum dan kolon melalui serangkaian pemeriksaan dan pemasangan irigasi tuba rectal dalam 24 - 48 jam sebelum pembedahan. Antibiotik oral dan intravena diberikan dalam beberapa jam sebelum pembedahan.

• Operatif
1. Tindakan Bedah Sementara
Tindakan bedah sementara pada penderita penyakit Hirschsprung adalah berupa kolostomi pada usus yang memiliki ganglion normal paling distal. Tindakan ini dimaksudkan guna menghilangkan obstruksi usus dan mencegah enterokolitis sebagai salah satu komplikasi yang berbahaya. Manfaat lain dari kolostomi adalah: menurunkan angka kematian pada saat dilakukan tindakan bedah definitif dan mengecilkan kaliber usus pada penderita Hirschsprung yang telah besar sehingga memungkinkan dilakukan anastomose.
2. Tindakan Bedah Definitif
a. Prosedur Swenson Orvar Swenson dan Bill (1948)
Prosedur Swenson Orvar Swenson dan Bill (1948) adalah yang mula-mula memperkenalkan operasi tarik terobos (pull-through) sebagai tindakan bedah definitif pada penyakit Hirschsprung. Pada dasarnya, operasi yang dilakukan adalah rektosigmoidektomi dengan preservasi spinkter ani. Dengan meninggalkan 2-3cm rektum distal dari linea dentata, sebenarnya adalah meninggalkan daerah aganglionik, sehingga dalam pengamatan pascaoperasi masih sering dijumpai spasme rektum yang ditinggalkan. Oleh sebab itu Swenson memperbaiki metode operasinya (tahun 1964) dengan melakukan spinkter ektomiposterior, yaitu dengan hanya menyisakan 2cm rektum bagian anterior dan 0,5-1cm rektum posterior. Prosedur Swenson dimulai dengan approach keintra abdomen, melakukan biopsi eksisi otot rektum, diseksi rektum kebawah hingga dasar pelvik dengan cara diseksi serapat mungkin ke dinding rektum, kemudian bagian distal rektum diprolapskan melewati saluran anal ke dunia luar sehingga saluran anal menjadi terbalik, selanjutnya menarik terobos bagian kolon proksimal (yang tentunya telah direseksi bagian kolon yang aganglionik) keluar melalui saluran anal. Dilakukan pemotongan rektum distal pada 2cm dari anal verge untuk bagian anterior dan 0,5-1cm pada bagian posterior, selanjunya dilakukanan astomose end to end dengan kolon proksimal yang telah ditarik terobos tadi. Anastomose dilakukan dengan 2 lapis jahitan, mukosa dan sero-muskuler. Setelah anastomose selesai, usus dikembalikan ke kavum pelvik/abdomen. Selanjutnya dilakukan reperitonealisasi, dan kavum abdomen ditutup.
b. Prosedur Duhamel
Prosedur ini diperkenalkan Duhamel tahun 1956 untuk mengatasi kesulitan diseksi pelvik pada prosedur Swenson. Prinsip dasar prosedur ini adalah menarik kolon proksimal yang ganglionik ke arah anal melalui bagian posterior rektum yang aganglionik, menyatukan dinding posterior rektum yang aganglionik dengan dinding anterior kolon proksimal yang ganglionik sehingga membentuk rongga baru dengan anastomose end to side (Fonkalsruddkk,1997). Prosedur Duhamel asli memiliki beberapa kelemahan, diantaranya sering terjadi stenosis, inkontinensia dan pembentukan fekaloma di dalam puntung rektum yang ditinggalkan apabila terlalu panjang. Oleh sebab itu dilakukan beberapa modifikasi prosedur Duhamel, diantaranya :
1. Modifikasi Grob(1959) : Anastomose dengan pemasangan 2 buah klem melalui sayatan endoanal setinggi 1,5 - 2,5 cm, untuk mencegah inkontinensia
2. Modifikasi Talbert dan Ravitch : Modifikasi berupa pemakaian stapler untuk melakukan anastomose side to side yang panjang
3. Modifikasi Ikeda : Ikeda membuat klem khusus untuk melakukan anastomose, yang terjadi setelah 6-8 hari kemudian
4. Modifikasi Adang : Pada modifikasi ini, kolon yang ditarik trans anal dibiarkan prolaps sementara. Anastomose dikerjakan secara tidak langsung, yakni pada hari ke-7-14 pasca bedah dengan memotong kolon yang prolaps dan pemasangan 2 buah klem ; kedua klem dilepas 5 hari berikutnya. Pemasangan klem disini lebih dititik beratkan pada fungsi hemostasi.
c. Prosedur Soave
Prosedur ini sebenarnya pertama sekali diperkenalkan Rehbein tahun 1959 untuk tindakan bedah pada malformasi anorektal letak tinggi. Namun oleh Soave tahun 1966 diperkenalkan untuk tindakan bedah definitif Hirschsprung. Tujuan utama dari prosedur Soave ini adalah membuang mukosa rektum yang aganglionik, kemudian menarik terobos kolon proksimal yang ganglionik masuk ke dalam lumen rektum yang telah dikupas tersebut.
d. Prosedur Rehbein
Prosedur ini tidak lain berupa deep anterior resection, dimana dilakukan anastomose end to end antara usus aganglionik dengan rektum pada level otot levator ani (2-3cm diatas anal verge), menggunakan jahitan 1 lapis yang dikerjakan intraabdominal ekstraperitoneal. Pasca operasi, sangat penting melakukan businasi secara rutin guna mencegah stenosis.


Diagnosa Keperawatan yang ditemukan setelah pembedahan colostomy :
1. Nyeri b.d gangguan mekanis kulit akibat tindakan operasi.
2. Potensial terjadinya gangguan eliminasi tinja (konstipasi atau diare) b.d kemungkinan diet yang tidak balance.
3. Resiko infeksi b.d adanya kontaminasi luka dengan feses.
4. Kerusakan integritas kulit b.d terkontaminasinya kulit dengan feses.
5. Gangguan konsep diri b.d belum dapat beradaptasi dengan stoma dan perubahan anatomis.

Asuhan Keperawatan pada pasien dengan colostomy
No Diagnosa Keperawatan Tujuan dan KH Intervensi Rasionalisasi TTD
1. Nyeri b.d gangguan mekanis kulit akibat tindakan operasi.
-Rasa nyeri yang dirasakan pasien berkurang bahkan bisa sampai hilang. 1. Kaji KU




2. Ukur TTV secara berkala
1. Untuk mngetahui keadaan umum supaya dapat dilakukan tindakan yang tepat.

2. Mengetahui adanya tanda - tanda komplikasi dengan adanya perubahan TTV sehingga dapat dilakukan tindakan yang tepat. Perawat Adit
2. Potensial terjadinya gangguan eliminasi tinja (konstipasi atau diare) b.d kemungkinan diet yang tidak balans.
- Tidak ada gangguan eliminasi tinja 1. Kaji frekue-nsi eliminasi tinja 1. Untuk mengetahui apakah pasien mengalami gangguan eliminasi tinja atau tidak Perawat Adit
3. Resiko infeksi b.d adanya kontaminasi luka dengan feses.
- Pasien terhindar dari infeksi 1. Kaji tanda2 infeksi 1. Untuk mengetahui apakah terjadi infeksi pada luka diperut pasien Perawat Adit
4. Kerusakan integritas kulit b.d terkontaminasinya kulit dengan feses.
- Tidak terjadi gangguan integritas kulit pada pasien 1. Amati kulit disekitar stoma 1.Untuk mengetahui adanya kerusakan integritas kulit di sekitar stoma Perawat Adit
5.







Gangguan konsep diri b.d belum dapat beradaptasi dengan stoma dan perubahan anatomis.

- Klien tidak mengalami gangguan konsep diri dan selalu berpikir positif terhadap dirinya 1. Berikan bimbing-an kepada klien tentang peneri-maan terhadap dirinya 1. Agar klien mampu menerima dirinya apa adanya setelah dilakukan tindakan colostomy Perawat Adit


BAB V
PENUTUP


a. Kesimpulan
Penyakit Hirschprung atau Mega Colon adalah penyakit terdapat rectum atau rektosigmoid Colon yang menimbulkan keabnormalan dan tidak adanya peristaltik di usus besar. Mega Colon pada anak-anak biasanya terjadi karena kelainan bawaan penyebab gangguan pasase usus dan paling sering terjadi pada neonatus yang kebanyakan terjadi pada bayi dengan berat lahir 3 Kg.
Penyebab Hirschsprung atau Mega Colon itu sendiri adalah faktor genetik dan lingkungan yang sering terjadi pada anak dengan Down syndrom,dimana kegagalan sel neural pada masa embrio dalam dinding usus, gagal eksistensi. Gejala Penyakit Hirschsprung adalah obstruksi usus letak rendah, Obstruksi total saat lahir dengan muntaah, distensi abdomen dan ketidakadaan evakuasi mekonium. Gejala ringan berupa konstipasi selama beberapa minggu atau apabila terjadi berbulan-bulan dapat diikuti dengan obstruksi usus akut. Konstipasi ringan entrokolitis dengan diare, distensi abdomen dan demam. Feses yang menyemprot ketika dilakukan colok dubur merupakan tanda yang khas.
Adapun penatalaksanaan pada klien dengan Hirscprung atau Megacolon adalah sebagai berikut :
- Yang pertama adalah preoperatif, tindakannya adalah dengan diet dan terapi farmakologik.
- Yang kedua adalah tindakan operatif, tindakannya adalah tindakan bedah sementara dan tindakan bedah definitif yang dikemukakan oleh beberapa ahli, diantaranya Prosedur Swenson Orvar Swenson dan Bill (1948), Prosedur Duhamel, Prosedur Soave, Prosedur Rehbein

b. Saran




DAFTAR PUSTAKA
A. Price, S. (1995). Patofisiologi. Jakarta: EGC
Arief Mansjoer( 2000 ), Kapita Selekta Kedokteran, edisi 3, Jakarta : Media Aesculapius FKUI
Betz, Cecily & Sowden. ( 2002 ). Buku Saku Keperawatan Pediatrik, Alih bahasa Jan Tambayong. Jakarta : EGC
Carpenito. LJ ( 2001 ). Buku Saku Diagnosa Keperawatan, Edisi 8. Alih bahasa Monica Ester. Jakarta : EGC
Darmawan K ( 2004 ). Penyakit Hirschsprung. Jakarta : sagung Seto.
Hambleton, G ( 1995 ). Manual Ilmu Kesehatan Anak di RS. Alih bahasa Hartono dkk. Jakarta : Bina Rupa Aksara
Nelson, W. ( 2000 ). Ilmu Kesehatan Anak. Alih Bahasa A Samik Wahab. Jakarta : EGC
Staf Pengajar Ilmu Kesehatan Anak FKUI ( 2000 ). Ilmu Kesehatan Anak I. Jakarta : Infomedika Jakaarta.
Suherman. ( 2000 ). Buku Saku Perkembanagn Anak. Jakarta : EGC
Suryadi dan Yuliani, R ( 2001 ) Asuhan Keperwatan Pada Anak. Jakarta : CV. Sagung Seto
Wong, Donna ( 2004 ). Keperawatan Pediatrik. Alih Bahasa Monica Ester. Jakarta : EGC
Yupi, S. (2004). Konsep dasar keperawatan anak. Jakarta: EGC
Lyke, Merchant Evelyn, 1992, Assesing for Nursing Diagnosis ; A Human Needs Approach,J.B. Lippincott Company, London.
Mansjoer, Arif dkk. 2000, Kapita Selekta Kedokteran, ed.3, Media Aesculapius, Jakarta.
Ngastiyah, 1997, Perawatan Anak Sakit, EGC, Jakarta

Tidak ada komentar:

Posting Komentar